• Kolom
  • SUBALTERN #26: Gilles Deleuze dan Masyarakat Kontrol

SUBALTERN #26: Gilles Deleuze dan Masyarakat Kontrol

Gilles Deleuze mengatakan bahwa setiap orang dalam masyarakat kontrol hadir sebagai sebuah kode. Setiap orang hidup sebagai data dan hadir sebagai sebuah jaringan.

Raja Cahaya Islam

Pegiat Kelas Isolasi

Kerumunan tak terhindarkan manakala tata kelola minyak goreng bermasalah. Setiap hari, warga Bandung harus antre berburu minyak goreng yang langka. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

26 Oktober 2023


BandungBergerak.id – Gilles Deleuze menjelaskan, bahwa kini kita tak lagi berada di dalam masyarakat yang pernah digambarkan oleh Michel Foucault sebagai masyarakat pendisiplinan (society of discipline), kita sekarang hidup di masyarakat kontrol (society of control). Mengacu pada pemikiran Foucault, masyarakat pendisiplinan adalah sejenis masyarakat yang dikontrol melalui pembatasan dan koreksi atas tubuh, demi tujuan produktif.

Masyarakat Pendisiplinan

Masyarakat pendisiplinan itu sendiri ditandai dengan adanya sistem kontrol dan pengawasan. Kontrol itu bekerja dengan memola setiap gerak dan gestur tubuh pada tiap individu. Individu yang dibentuk itu kemudian akan dinilai dan dievaluasi. Hasil evaluasi tersebut kemudian akan terdokumentasi atau menjadi catatan, yang kemudian akan dipergunakan sebagai sarana untuk koreksi atas individu yang tidak sesuai dengan struktur atau tatanan dominan. Tubuh-tubuh itu juga akan diberi label sesuai dengan grade yang muncul berkat atau sebagai hasil dari performa mereka (individu-individu) dalam mekanisme pendisiplinan.

Bentuk kontrol ini bisa dilihat di dalam penjara, di mana setiap individu di dalamnya diatur secara total. Mulai dari mereka harus bangun di jam tertentu, kapan mereka harus makan, kapan mereka harus berolahraga, bagaimana mereka bersikap dan lain semacamnya.

Namun, menurut Foucault, kerja pendisiplinan itu tidak hanya terjadi di dalam penjara saja. Karena mekanisme pendisiplinan macam itu pun terjadi juga di sekolah, rumah sakit, barak tentara, dan berbagai tempat lainnya. Mekanisme pendisiplinan yang ada di dalam penjara itu serupa sebagaimana terjadi di penjara, setiap individu diatur kapan mereka harus makan, pulang, bertanya, dan berbagai tindakan lainnya.

Mekanisme pendisiplinan tersebut, masih menurut Foucault, hanya mungkin terlaksana melalui pengawasan. Namun pengawasan ini memiliki karakteristik tersendiri. Pengawasan ini disebut oleh Foucault sebagai Panopticon. Panopticon sendiri merupakan menara pengawas, yang terinspirasi dari pemikiran Jeremy Bentham, yang ada di penjara. Panopticon itu sendiri unik, karena orang yang diawasi sama sekali tidak bisa melihat siapa yang sedang mengawasi mereka, bahkan tak hanya itu, bahkan mereka tidak bisa mengetahui apakah mereka sedang diawasi atau tidak. Mengapa demikian? Karena menara pengawas itu sendiri memiliki kaca yang bersifat satu arah, orang yang berada di dalam menara pengawas dapat melihat ke luar, sedangkan yang diawasi tidak bisa melihat ke dalam menara pengawas tersebut.

Implikasi dari pola pengawasan tersebut membuat orang yang diawasi akan selalu mendisiplinkan diri mereka sendiri secara otomatis. Mereka mengoreksi, merasa bersalah, dan menyesuaikan diri agar sesuai dengan pendisiplinan yang terselenggara pada tubuh mereka masing-masing.

Lalu apakah masyarakat kontemporer bekerja dengan mekanisme pendisiplinan tersebut? Di sinilah Deleuze bersimpangan dengan Foucault.

Baca Juga: SUBALTERN #23: Perdamaian Sebagai Situasi yang Memungkinkan Kebahagiaan
SUBALTERN #24: Simulacra Konsumerisme dan Lingkungan
SUBALTERN #25: Bagaimana Levinas Menanggapi Konflik Israel – Palestina?

Masyarakat Kontrol

Bagi Deleuze kita tidak lagi berada dalam masyarakat yang didasarkan pada mekanisme pendisiplinan, masyarakat kita disebutnya sebagai masyarakat kontrol. Karakter masyarakat kontrol itu bisa tidak seperti masyarakat pendisiplinan, yang bekerja melalui pola pemagaran. Selain itu, masyarakat pendisiplinan juga ditandai dengan lokus pendisiplinan yang “tidak” saling terhubung atau terpisah satu sama lain. Lain halnya dengan masyarakat kontrol, setiap lokus-lokus yang berbeda-beda itu hadir secara serentak dalam modulasi yang sama.

Perbedaan lainnya adalah, bahwa dalam masyarakat pendisiplinan, setiap orang yang diproduksi melalui mekanisme pendisiplinan ditandai oleh label atau tanda yang berfungsi untuk menandai individualitasnya. Selain menandai individualitasnya, label atau tanda tersebut juga berfungsi untuk memosisikan relasi keindividualannya dengan massa atau kelompoknya.

Masyarakat kontrol memiliki mekanisme lain. Deleuze mengatakan bahwa di dalam masyarakat kontrol, setiap orang hadir sebagai sebuah kode. Kode ini sendiri menandai sebuah akses seseorang terhadap informasi, atau bisa jadi ketiadaan akses. Konsekuensinya tak ada lagi individualitas yang berelasi atau berpasangan dengan massa. Bahkan tak ada lagi individu. Deleuze menyebutnya sebagai dividual, di mana setiap orang hadir sebagai sebuah data. Orang yang ada di masyarakat kontrol hadir sebagai sebuah jaringan.

Setiap orang yang berada di dalam masyarakat kontrol ini akan hidup sebagai data. Felix Guattari, sebagaimana dikutip oleh Deleuze, pernah membayangkan bagaimana di dalam masyarakat kontrol, setiap orang akan dikontrol bagaimana ia pergi berdasarkan kartu elektronik yang ia punya. Kartu elektronik itu semacam akses yang memungkinkan pergerakan setiap orang bisa terjadi. Sehingga dalam kasus tertentu bisa jadi, seseorang tidak bisa pergi ke dalam ruang atau tempat tertentu, karena tidak memiliki akses atas lokasi tersebut.

Fenomena tersebut menurut Deleuze bisa terjadi, bukan karena pembatasan bagi seseorang secara langsung, sebagaimana ada pada masyarakat pendisiplinan. Ketaktersediaan akses atau ketersediaan akses itu terjadi karena terdapat pelacakan atas pergerakan setiap orang yang didasarkan pada sistem komputer elektronik yang dapat melacak setiap posisi dan pergerakan setiap orang.

* Tulisan kolom SUBALTERN merupakan bagian dari kolaborasi BandungBergerak.id dan kawan-kawan Kelas Isolasi. Kawan-kawan juga bisa membaca artikel-artikel lainnya dari Raja Cahaya Islam.

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//