• Cerita
  • Mixi Mime Festival 2023: Pantomim, Perlawanan, dan Festival Militan

Mixi Mime Festival 2023: Pantomim, Perlawanan, dan Festival Militan

Seniman Wanggi Hoed kembali menggelar pameran arsip dan dokumentasi sekaligus festival pantomim Mixi Mime Festival selama sepekan mulai 11 November 2023.

Arsip seniman pantomim Indonesia dan internasional dipamerkan sebagai nyawa yang menyambung hidup kesenian pantomim tetap bertahan lintas generasi. (Ridho Danu/Bandungbergerak.id)

Penulis Ridho Danu Prasetyo14 November 2023


BandungBergerak.id – Dalam kesunyian dan keheningan, gerak tubuh dan mimik wajah menggambarkan ekspresi, emosi, dan menyalurkan suara perlawanan. Begitulah wacana idealisme pantomim sebagai seni yang kini masih terus tumbuh dan berkembang.

Sebagai sebuah kesenian yang besar dan berkembang di jalanan, pantomim berhasil menggaet militansi masyarakat yang menjadi audiensnya. Segmentasi komunitas yang hadir ini menjadi jalan bagi pantomim untuk terus hidup dan menjadi sarana ekspresi atas isu sosial dan politik yang terjadi.

Wanggi Hoed tokoh pantomim Bandung yang berdiri tegak dengan idealismenya, melalui Mixi Imaji Mime Theatre kembali menggelar Mixi Mime Festival 2023. Acara yang disebut sebagai festival pantomim militan Asia Tenggara ini menjadi wadah bagi komunitas seniman multidisiplin untuk bertemu dan berbagi pengalaman disiplinnya agar bisa saling menginspirasi.

Mixi Mime Festival pertama kali digelar pada tahun 2019 silam di Celah-Celah Langit, Ledeng, Kota Bandung dan kemudian vakum selama tiga tahun akibat pandemi. Tahun ini Mixi Mime Festival kembali hadir masih dengan semangat militansi yang sama dan mengangkat tema besar “Geger Sunya: Manusia dan Sekitarnya”. Festival ini telah dibuka secara resmi pada Sabtu, 11 November 2023 malam, di Layar.an Plateaus Eco-Art, Awiligar, Bandung.

Tema Geger Sunya sendiri diambil dari kata “Geger” yang berarti kebisingan dan keriuhan, serta kata “Sunya” yang berarti sunyi atau keheningan. Dua kata yang merupakan antidot satu sama lain, menggambarkan situasi kehidupan manusia menjelang tahun politik yang saat ini berada dalam keriuhan tak terbendung, namun juga berada dalam keheningan dan kesunyian.

Geger ini (artinya) orang-orang akan ramai di kontestasi politik. Sedangkan, Sunya adalah idiom bagi masyarakat. Para penguasa selalu riuh, tapi masyarakat itu seolah-olah diam dan tidak ada suaranya yang didengar,” jelas Wanggi.

Meskipun digelar oleh komunitas pantomim, Mixi Mime Festival 2023 juga menghadirkan disiplin kesenian lain, mulai dari tulisan, musik, hingga seni rupa. Dalam festival ini juga dapat ditemui berbagai macam acara yang menarik, seperti pertunjukan pantomim secara langsung, pameran dokumentasi dan arsip, bincang seni, lokakarya seni, pemutaran film pantomim, hingga pasar militan.

Program-program komunitas dan hadirnya penampilan seni di ruang terbuka juga menjadi langkah untuk mencapai inklusivitas agar masyarakat dari berbagai kalangan dapat ikut hadir dan belajar lebih jauh mengenai seni pertunjukan pantomim. Para pengunjung dapat mempelajari sejarah dan rekam jejak pantomim di Indonesia melalui kumpulan dokumentasi dan arsip yang tersedia di bagian pameran.

Wanggi sendiri menganggap bahwa dokumentasi dan arsip adalah salah satu nyawa terpenting dalam keberlangsungan hidup kesenian pantomim. Sejak tahun 2012, Wanggi tersadar akan pentingnya catatan dan arsip sebagai bentuk peninggalan dan jejak bagi penerus kesenian ini di masa mendatang. Wanggi menyatakan ia terinspirasi oleh maestro pantomim dunia asal Perancis, Marcel Marceau yang melalui dokumentasi dan arsipnya mampu memantik seniman-seniman baru di masa berikutnya.

Pameran arsip dan dokumentasi seni pantomim di Indonesia di Mixi Mime Festival 2023, Sabtu 11 November 2023. (Ridho Danu/Bandungbergerak.id)
Pameran arsip dan dokumentasi seni pantomim di Indonesia di Mixi Mime Festival 2023, Sabtu 11 November 2023. (Ridho Danu/Bandungbergerak.id)

Baca Juga: Peta Sunyi Seni Pantomim Bandung
Menggugat Makna dalam Diam, Cara Pantomim Mengekspresikan Trauma
Membicarakan Pantomim, Kolaborasi, dan Ruang: Kisah dari Tiga Daerah

Militansi Sebagai Nyawa Komunitas

Acara pembukaan Mixi Mime Festival tak berlangsung dengan lancar karena harus menepi akibat diguyur hujan deras. Namun, bukannya mematikan suasana perayaan, momen ini justru menjadi cara bagi Wanggi dan seniman lainnya untuk berbaur dan berinteraksi secara lebih intim dan lebih dekat dengan para militan yang ikut hadir di pembukaan tersebut.

Tak hanya sebagai acara perayaan semata, Mixi Mime Festival juga turut menggalang dukungan yang lebih besar dari ‘penggemar militan’ nya. Wanggi menjelaskan festival ini digelar tanpa disponsori oleh pihak-pihak manapun, dan hanya mengandalkan gerakan kolektif dan kolaborasi antar komunitas.

Treatment festival ini berbeda dari komunitas lain. Mixi Mime Fest ini nggak ada dana, nggak ada dukungan sebelumnya. Segala kebutuhan berasal dari kolektif militansi, dialokasikan untuk kebutuhan dengan urgensi tertentu,” jelas pria kelahiran Cirebon tersebut.

Ketika bicara soal militansi, Wanggi mengakui bahwa ada risiko tertentu. Istilah militan lekat dengan orang-orang yang memberontak, pembangkang, dan menggambarkan orang yang keluar dari koridor. Sejatinya, militansi yang dilibatkan dalam kesenian pantomim adalah idealisme militan yang tidak bisa disetir oleh pihak-pihak mana pun.

“Ini (gerakan militansi) adalah jalan tengah dari seniman dan penggemar, agar pantomim di Indonesia terus hidup dan terus menyentuh pikiran dan jiwa orang yang datang ke Mixi Mime Festival,” lanjutnya.

Idealisme dan gerakan perlawanan yang disalurkan melalui pantomim pun disalurkan juga sebagai bentuk kontrol kepada pemerintah. Meskipun, seni pantomim dalam kurasi pameran disebut sebagai seni yang dianaktirikan karena tak pernah mendapat ruang gerak yang leluasa. Berbeda dengan seni sastra ataupun musik yang selalu digelar dan dibuatkan hajatan secara mewah.

Meskipun begitu, gerak kolektif dan militansi pantomim justru menjadi peluang untuk terus menyebarkan ide dan gagasan yang dimiliki oleh seniman maupun komunitasnya. Terutama dalam kondisi masyarakat yang rawan terpecah menjelang tahun politik, pantomim dapat memainkan peran sebagai sarana ekspresi dan kontrol sosial.

Wanggi menutup wawancara dengan memberikan harapan bagi masa depan kesenian pantomim di Indonesia. Ia berharap semua seniman pantomim dapat meraih kesuksesan, sukses dalam artian kehidupannya tercukupi atas karya yang dibuat, kepuasan terhadap profesional juga tercukupi. Kata “cukup” inilah yang juga menjadi dasar bagi militansi di Mixi Mime Festival. Tak perlu berlebih, dan jangan kurang. Melainkan cukup.

Gelaran Mixi Mime Festival sendiri masih akan terus berlanjut. Pameran dan festival akan hadir selama sepekan ke depan di Layar.an Plateaus Eco-Art, Awiligar, Kota Bandung. Para pengunjung dapat menikmati sajian penampilan, pameran, belajar tentang seni pantomim, hingga berbelanja di Pasar Militan.

Mengutip dari arsip dokumen pada perayaan Hari Pantomim Sedunia pada tahun 2011 silam yang dirasa masih berkaitan dan tetap tersemat bagi seni pantomim di seluruh dunia, pantomim adalah bentuk refleksi aksi untuk menjaga silaturahmi, agar Indonesia kita ada dalam keadaan damai. Pantomim adalah Bahasa Kedamaian, Pantomime is the Language of Peace.

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//