Peta Sunyi Seni Pantomim Bandung
Di Kota Bandung sendiri, geliat seni pantomim sudah cukup lama eksis sejak tahun 90-an. Cenderung statis dan kurang mendapat apresiasi dari publik.
Penulis Reza Khoerul Iman25 Maret 2022
BandungBergerak.id – Selain seni bahasa tubuh, pantomim bisa menjadi media untuk menunjukkan isu yang sedang hangat terjadi. Isu ini diolah dalam bentuk isyarat, mimik wajah atau gerak tubuh sebagai pengganti dialog.
Di Kota Bandung sendiri, geliat seni pantomim sudah cukup lama eksis sejak tahun 90-an. Nama seperti Dede Dablo, X Man, Rama Kusnadi, Mumu, dan seniman pantomim lainnya sudah turut meramaikan aktivitas Pantomim di Bandung sejak dulu.
“Booklet pantomim yang dicetak oleh CCF Bandung (sekarang IFI) pada 2002 menjadi jejak keberadaan aktivitas pantomim di Kota Bandung. Kemudian sekarang saya hadir sebagai representasi dari karya para pendahulu saya,” ucap Wanggi Hoed.
Wanggi berbicara dalam rangkaian acara Hari Pantomim Sedunia (World Mime Day) 2022, pada diskusi yang dihelat Pusat Studi Mime yang bertajuk “Bagaimana Seni Pantomim Indonesia Hari Ini?”, di Cudeto Digital Cafe Creative Community Space, Jalan Cilaki, Kamis, (24/03/2022) sore.
Perubahan dan perkembangan zaman kemudian membawa seni pantomim sendiri mengalami penyesuaian. Jika dahulu seni pantomim sering dilakukan di jalanan atau teater, maka berbeda kasusnya dengan hari ini. Apalagi masa pagebluk membuat pertunjukan pantomim mesti menyesuaikan dengan keadaan.
Wanggi juga menilai pantomim masih dinilai sebelah mata oleh banyak pihak. Sehingga salah satu permasalahan pantomim adalah kurangnya ruang yang diberikan publik kepada mereka.
Hal ini terjadi pada Mumu yang merasakan seni pantomim masih kurang dilirik. Ia dengan sukarela sudah menawarkan diri untuk memberikan pelatihan pantomim secara cuma-cuma kepada anak sekolah. Namun penawaran tersebut belum membuat anak-anak tertarik untuk mempelajari seni pantomim.
Keberadaan seni pantomim sendiri dinilai penting karena bukan hanya sebagai salah satu bentuk kekayaan seni, akan tetapi juga menjadi salah satu media alternatif untuk menyuarakan isu yang sedang hangat diperbincangkan.
Wanggi berharap, melalui diskusi dan pameran ini geliat seni pantomim di Indonesia, khususnya di Kota Bandung mendapat porsinya. Selain itu dengan hadirnya Pusat Studi Mime, dapat menjadi wadah bagi orang-orang yang ingin mempelajari seni pantomim lebih lanjut lagi.
Baca Juga: BANDUNG HARI INI: Palagan Perang Kota Kembang
Warga Kurang Mampu di Bandung Bisa Mendaftar JKN KIS secara Online dan Offline
Mengenal Diri Bersama Seniman Pantomim Bandung
Pengarsipan untuk Pantomim
Masih dalam diskusi rangkaian Hari Pantomim Sedunia, Gendis S Utoyo menyoroti pentingnya pengarsipan bagi seni pantomim maupun bidang lainnya. Gendis menilai kesadaran pengarsipan perlu disadari sejak dini oleh setiap orang.
Selama mengenyam pendidikan di Prancis, keturunan seniman pantomim Seno Utoyo tersebut mendapati satu pasar yang isinya para penjual barang bekas. Pasar tersebut juga menjual sejumlah barang yang disangkanya tidak bernilai, namun ternyata jika diperhatikan secara detail ternyata memiliki kualitas. Fenomena tersebut disebutnya dapat menggambarkan bahwa dokumen atau apa pun bisa saja menjadi suatu barang yang bernilai di kemudian hari.
“Di sana itu ada satu pasar yang memang menjual arsip-arsip kayak gini yang justru kita menganggapnya hanya sebatas kertas. Bahkan kalau tidak hati-hati bisa saja kita menganggapnya sebagai sampah. Gak taunya kertas tersebut ternyata harta karun yang cukup bernilai,” tutur Gendis.
Arsip merupakan jendela untuk melihat fakta yang terjadi di masa lalu. Selain itu, Gendis menilai orang yang ulet dalam melakukan pengarsipan berarti telah menghargai sejarah dan bidang yang orang tersebut geluti. Dalam hal ini, Gendis menaruh apresiasi kepada Wanggi Hoed yang telah mengarsipkan berbagai bentuk dokumen terkait pantomim.
Pameran Arsip Perjalanan Jejak Seni Pantomim yang diinisiasi oleh seniman pantomim Wanggi Hoed merupakan bentuk upaya yang perlu diikuti oleh setiap pemain pantomim atau pemerhati pantomim hari ini. Sebab pantomim merupakan salah satu seni yang sudah cukup tua keberadaannya. Namun keberadaannya yang sudah cukup tua tidak tersebut tidak banyak disertai dengan upaya pengarsipan.
Selain itu, meski seni pantomim sudah cukup eksis hari ini, namun hal itu tidak cukup membuat seni pantomim menjadi maju dan berkembang. Pergerakan statis ini menjadi kekhawatiran bagi Gendis akan nasib pantomim untuk ke depannya.
“Saya berpikir, hal ini terjadi karena ada satu ekosistem yang tidak sehat. Jadi ada ketimpangan pada sistem produksi pantomim. Hari ini banyak yang memproduksi pantomim, tapi pergerakannya statis. Penginnya ada sesuatu perubahan,” tutur Gendis.
Oleh karenanya, perbaikan ekosistem perlu dilakukan agar pergerakan pantomim lebih konsen lagi, langkahnya yaitu dengan memberikan inkubasi, produksi, distribusi, dan apresiasi. Kemudian lahirnya Pusat Studi Mime juga menjadi solusi untuk melahirkan orang yang konsen pada seni pantomim.