• Cerita
  • BANDUNG HARI INI: Palagan Perang Kota Kembang

BANDUNG HARI INI: Palagan Perang Kota Kembang

Peristiwa Palagan Bandung menjadi bagian dari rangkaian Bandung Lautan Api. Pemuda dan tentara Sekutu Inggris - Berlanda saling berhadapan. Jepang masih bercokol.

Tugu stilasi penanda lokasi peristiwa Bandung Lautan Api di Jalan Kautamaan Istri, Bandung, Jawa Barat, Rabu (23/3/2022). Peristiwa ini terjadi 23 Maret 1946 saat ribuan penduduk Bandung membakar rumah mereka dan mengungsi ke selatan Bandung. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Reza Khoerul Iman24 Maret 2022


BandungBergerak.id - Tak ada yang mengira kalau Kota Bandung yang dahulu bertabur julukan elok ini bisa berubah menjadi palagan perang. Ini terjadi pada zaman revolusi yang puncaknya dikenal sebagai peristiwa Bandung Lautan Api. Di masa ini, Bandung yang disebut Parijs van Java, The Garden of Allah, Paradise in Exile, dan seterusnya itu berubah menjadi api dan mesiu.

Peristiwa Bandung Lautan Api (BLA) yang terjadi pada 24 Maret 1946 menjadi titik balik bagi kota koloni Bandung. Peristiwa ini sebagai episode panjang yang terdiri dari rangkaian gejolak yang satu sama lain saling berkelindan.

Di antara rangkaian peristiwa BLA, ada satu kejadian yang tidak cukup populer tetapi menjadi bagian menegangkan dari cerita pembumihangusan Kota Bandung, yaitu Palagan Bandung. Pertempuran antara tentara Indonesia dan Sekutu tersebut menjadi bukti bagaimana para pejuang bersikeras mempertahankan negerinya dari penjajahan kembali.

Palagan Bandung bermula pascaproklamasi kemerdekaan Indonesia. Waktu itu Indonesia telah bebas dan mengalami kekosongan kekuasan dari cengkeraman penjajah. Keadaan tersebut dimanfaatkan oleh para pemuda Bandung untuk mempersenjatai diri demi mempertahankan kemerdekaan, sebab situasi kota masih genting dan makin kacau ketika pasukan Sekutu datang.

“Dalam suasana yang masih tegang akibat meletusnya peristiwa penyerbuan markas Kempetai (Polisi Militer Jepang) di Heetjansweg (Sekarang Jalan Sultan Agung), yang kemudian disusul oleh pembalasan para pemuda kita terhadap instalasi militer Jepang di Tegallega, masuklah tentara Sekutu/Inggris,” papar Djajusman, dikutip dari buku Bandung Lautan Api.

Waktu itu, 12 Oktober 1945, semenjak ditandai dengan kedatangan Brigade Mac Donald dari Divisi ke-23 Inggris/India di Stasiun Bandung, berlangsunglah Palagan Bandung. Kedatangan mereka diungkapkan memiliki tujuan pelaksanaan keamanan dan ketertiban, pelucutan senjata Jepang dan pembebasan internir Belanda.

Namun Sekutu yang mengklaim kedatangannya demi melaksanakan “keamanan dan ketertiban” rupanya memiliki maksud dan tujuan lain, yaitu untuk menyerahkan kembali Indonesia kepada pangkuan Belanda. Hal ini tidak senada dengan tujuan kemerdekaan Indonesia yang dicita-citakan. Oleh karenanya tentara Inggris selalu mengalami perlawanan dari penduduk Bandung yang tak kenal takut.

Tugu stilasi penanda lokasi peristiwa Bandung Lautan Api di  Jalan Kautamaan Istri, Bandung, Jawa Barat, Rabu (23/3/2022). Peristiwa ini terjadi 23 Maret 1946 saat ribuan penduduk Bandung membakar rumah mereka dan mengungsi ke selatan Bandung. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)
Stilasi penanda lokasi peristiwa Bandung Lautan Api di Jalan Kautamaan Istri, Bandung, Jawa Barat, Rabu (23/3/2022). Peristiwa ini terjadi 23 Maret 1946 saat ribuan penduduk Bandung membakar rumah mereka dan mengungsi ke selatan Bandung. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Situasi Kota Kembang Memburuk

Pada saat itu, Sekutu Inggris memutar otaknya dengan melakukan siasat, yaitu mereka melakukan diplomasi menunjang operasi-operasi militer. Tanggal 15 Oktober 1945, Mac Donald menyelenggarakan pertemuan bersama pimpinan Tentara Keamanan Rakyat (TKR, cikal-bakal TNI) untuk merundingkan penyelenggaraan keamanan. Perundingan tersebut melahirkan Badan Perhubungan yang diwakili oleh dua orang Indonesia dan dua orang Inggris

“Dengan demikian, melalui Badan Perhubungan ini segala kesulitan diharapkan dapat diselesaikan secara damai,” terang Djajusman.

Selepas terbentuknya Badan Perhubungan, ada beberapa pertemuan diselenggarakan untuk membahas perihal kesepakatan keamanan dan peraturan antara pihak Indonesia dengan Sekutu. Beberapa pasal diajukan dari pihak Indonesia, seperti segala gerak-gerik Sekutu di Indonesia harus atas pertimbangan dan persetujuan pemerintahan Indonesia, dan lain-lain.

Meski Badan Perhubungan dibentuk untuk menciptakan hubungan yang baik di antara kedua belah pihak, namun nota balasan yang diberikan Sekutu tidak pernah dijawab secara tegas, dan pada akhirnya kedua belah pihak tidak pernah berjalan di dalam satu visi dan misi yang sama.

“Sekalipun Badan Perhubungan sudah terbentuk dan mengadakan beberapa pertemuan, namun hubungan antara pihak Inggris dan Indonesia bukannya bertambah baik, akan tetapi justru makin hari makin memburuk,” tulis Djajusman.

Situasi penuh ketegangan tersebut menimbulkan sejumlah pertempuran yang terjadi di Kota Bandung. Seperti beberapa pertempuran yang terjadi di bulan November, di antaranya pengepungan Gedung Sate pada tanggal 29 November 1945 yang menewaskan tujuh orang pejuang. Terjadi juga pertempuran di daerah dudukan Inggris seperti di utara Kota Bandung dan pusat kota, Hotel Preanger serta Savoy Homann.

Sepanjang bulan dan tahun tersebut menjadi masa yang kelabu bagi warga Kota Bandung yang harus menghadapi ujian-ujian berat. Sementara peperangan belum usai, bencana lain datang menimpa warga Kota Bandung, yaitu banjir bandang Cikapundung yang melanda Lengkong Besar, Sasakgantung, Banceuy, dan Balubur, pada 25 November 1945.

“Banjir besar tersebut telah menelan ratusan orang korban yang terbawa hanyut, belum lagi ribuan orang yang kehilangan tempat tinggalnya. Menurut penyidikan, banjir itu diakibatkan agen-agen NICA yang menjebolkan pintu air Cikapundung di Bandung Utara, Dago,” catat Djajusman.

Tidak lama berselang dari sana, Sekutu Inggris mengeluarkan ultimatum yang melarang warga Kota Bandung tinggal di sebelah utara. Selain itu penduduk tidak boleh bersenjata. Tidak boleh memasang barikade, dan dilarang mendekati tempat yang dijaga oleh tentara Jepang.

Tentunya sejumlah pejuang menolak dan tidak mau menyerahkan tanahnya begitu saja kepada Sekutu. Di sebelah utara para pejuang membuat pangkalan seperti di Rumah Sakit Boromeus, sekitar Cihaurgeulis, Haurpancuh, Sadangsaip, Sekeloa, dan Sadangserang. Yang pasti, tidak ada yang terhindarkan dari pertempuran.

Bulan per bulan selanjutnya pertempuran semakin gencar. Hampir setiap hari pertempuran terus terjadi di batas jalan kereta api yang dijadikan batas utara dan selatan Kota Bandung, di antaranya mulai dari Andir sampai daerah Kosambi, Cicadas, dan Ujungberung.

Pihak Sekutu semakin mengganas, tetap bersikeras menginginkan kekuasaannya di Indonesia. Sementara para pejuang terus mati-matian mempertahankan kemerdekaannya. Korban terus berjatuhan dari kedua belah pihak.

Sepanjang November 1945 sampai Februari 1946, pertempuran di Kota Bandung masih berlangsung. Adu tembak dan saling melepaskan bombardir di garis demarkasi tidak bisa terelakkan lagi. Para pejuang terus mempertahankan tanahnya, sebelum Kota Bandung berkobar tenggelam lautan api.

Baca Juga: Bandung Hari Ini: Aksi Seniman Pantomim Wanggi Hoed Dihentikan Polisi
Bandung Hari Ini: 20 Tahun Tobucil, Toko Buku Kecil dengan Perjalanan Besar
Bandung Hari Ini: Awal Perjalanan Gereja Katolik Pandu

Stilasi sejarah Bandung Lautan Api di sekitar sekolah peningalan Dewi Sartika. Dalam peristiwa itu, Dewi Sartika turut mengungsi. Pendiri sekolah wanita pertama di Hindia Belanda ini wafat  11 September 1947 di Cineam, Tasikmalaya.
Stilasi sejarah Bandung Lautan Api di sekitar sekolah peningalan Dewi Sartika. Dalam peristiwa itu, Dewi Sartika turut mengungsi. Pendiri sekolah wanita pertama di Hindia Belanda ini wafat 11 September 1947 di Cineam, Tasikmalaya.

10 Stilasi Bandung Lautan Api

Peristiwa Bandung Lautan Api bisa dibilang puncaknya revolusi atau Palagan Bandung. Setelah rangkaian panjang ketegangan dan peperangan yang berlangsung pascaproklamasi, pejuang dan warga Bandung memutuskan membakar kotanya.

Pembakaran gedung-gedung penting dan strategis dilakukan 24 Maret 1946 atau genap 76 tahun silam dari hari ini. Tujuannya agar fasilitas strategis tersebut tidak bisa dipakai tentara Sekutu dan Belanda, meskipun pada akhirnya rumah-rumah warga pun ikut terbakar.

Sebagai bentuk penghormatan terhadap perjuangan para pahlawan dan Warga Bandung, dibuatlah monumen Bandung Lautan Api di Lapangan Tegallega. Selain itu, Kota Bandung juga memiliki 10 bukti atau stilasi yang tersebar di 10 titik.

Stilasi-stilasi tersebut sebagai penanda dari rangkaian tak terpisahkan dari Bandung Lautan Api, mulai dari tempat pertama kalinya pembacaan teks proklamasi oleh rakyat Bandung, lokasi peristiwa perobekan bendera Belanda, hingga markas para pejuang Bandung Lautan Api, dan seterusnya.

Stilasi terbuat dari logam berbentuk bunga patrakomala karya perupa kenamaan Sunaryo. Sayangnya ada beberapa stilasi yang hilang digondol tangan jahil, seperti stilasi di kawasan Braga dan Alun-alun Bandung. Berikut ini 10 stilasi Bandung Lautan Api:

1. Jalan Ir H. Juanda - Sultan Agung. 

Stilasi berada di depan gedung bekas kantor berita Jepang, Domei yang sudah ada sejak tahun 1937. Menurut catatan sejarah, di kantor berita inilah untuk pertama kalinya teks proklamasi dibaca oleh rakyat Bandung. Kali ini bangunan tersebut sebagai Kantor Bank BTPN.

2. Jalan Braga

Stilasi 2 tepatnya berada persimpangan Jalan Braga dan Jalan Naripan terletak gedung Bank Jabar yang dahulu bernama Gedung Denis. Di gedung ini, pada Oktober 1945, pejuang Bandung Moeljono dan E. Karmas merobek bendera Belanda.

3. Jalan Asia-Afrika

Stilasi 3 berada di depan Gedung Asuransi Jiwasraya di Jalan Asia-Afrika atau di seberang Masjid Raya Jawa Barat. Dulunya, gedung ini digunakan sebagai markas resimen 8 yang dibangun pada tahun 1922.

4. Jalan Simpang 

Stilasi 4 berada di sebuah rumah yang terletak di Jalan Simpang. Di tempat inilah dilakukan perumusan serta diambilnya keputusan pembumihangusan Kota Bandung. Perintah untuk meninggalkan kota Bandung pun dikomandoi dari rumah ini. Rumah tersebut kini dijadikan tempat tinggal dan masih dalam bentuk aslinya.

5. SD Dewi Sartika 

Stilasi 5 tidak berada jauh dari Jalan Otto Iskandardinata - Jalan Kautamaan Istri. Tepatnya di depan SD Dewi Sartika. 

Stilasi Bandung Lautan Api berupa patung logam bunga patrakomala karya perupa kenamaan Sunaryo di kawasan Braga dan Alun-alun Bandung, yang hilang digondol maling, 24 Maret 2021. (Foto: Prima Mulia)
Stilasi Bandung Lautan Api berupa patung logam bunga patrakomala karya perupa kenamaan Sunaryo di kawasan Braga dan Alun-alun Bandung, yang hilang digondol maling, 24 Maret 2021. (Foto: Prima Mulia)

6. Jalan Ciguriang  

Stilasi 6 letaknya pas di Jalan Ciguriang sebelah pusat perbelanjaan Yogya Kepatihan. Stilasi 6 terletak dalam sebuah rumah yang juga markas komando Divisi III Siliwangi pimpinan Kolonel A.H. Nasution.

7. Persimpangan Lengkong Tengah - Lengkong Dalam

Stilasi ini berada di persimpangan Jalan Lengkong Tengah dan Jalan Lengkong Dalam tepatnya belakang kampus Unpas. Tempat ini merupakan tempat bermukim masyarakat Indo - Belanda.

8. Jalan Jembatan Baru 

Stilasi ke 8 berada di Jalan Jembatan baru yang merupakan salah satu garis pertahanan pejuang saat terjadi pertempuran Lengkong.

9. Jalan Asmi 

Stilasi 9 berada di SD ASMI, tepat Jalan Asmi. Bangunan utama gedung tidak banyak mengalami perubahan. Tempat ini digunakan sebagai markas pemuda pejuang, Pesindo dan BBRI sebelum terjadinya peristiwa Bandung Lautan Api.

10. Gereja Gloria

Stilasi 10 berada di depan sebuah gereja yang terletak di jalan ini. Gereja yang bernama Gloria, dulunya merupakan gedung pemancar NIROM yang digunakan untuk menyebarluaskan proklamasi kemerdekaan ke seluruh Indonesia dan dunia. Di seberang stilasi inilah, di Taman Tegallega, sebuah tugu kokoh bernama tugu Bandung Lautan Api berdiri.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//