• Kampus
  • Mengenal Diri Lewat Sepotong Roti

Mengenal Diri Lewat Sepotong Roti

Mahasiswa Integrated Art Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) berkarya di Open Studio. Roti, film pendek, dan karya-karya lainnya bisa diakses publik.

Indira Tamaya (20 tahun) menjelaskan cerita tentang dirinya lewat roti di Open Studio Fakultas Filsafat Unpar, Bandung, Jumat, 19 Januari 2024. (Foto: Virliya Putricantika/BandungBergerak.id)

Penulis Virliya Putricantika24 Januari 2024


BandungBergerak.id - Banyak cara untuk mengenal diri, salah satunya dengan roti. Ya, makanan yang sudah lama akrab di telinga kita, banyak ditemukan di warung atau pedagang keliling, menjadi bagian dari pameran karya mahasiswa Integrated Art Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) di Open Studio Fakultas Filsafat Jalan Merdeka No. 30 Bandung.

Indira Tamaya (20 tahun), mahasiswa semester 5, merupakan satu dari 30 mahasiswa yang menghadirkan karya di di Open Studio, 19-20 Januari 2024 lalu. Ketika BandungBergerak.id berkunjung, Indira tengah tengah menyiapkan roti lengkap dengan oven untuk pengunjung yang datang menghampirinya.

Roti mempertemukan pengunjung dengan sisi lain dari Indira. Cerita yang berawal dari kepulangan Eyang Putri (nenek Indira) bersama ketiga anaknya dari Jerman pada tahun 1962.

Terbiasa mengkonsumsi roti di Eropa, membuat keluarga ini kesulitan menemukan roti dengan kualitas yang sama. Selayaknya kebanyakan ibu, Eyang Putri, ingin menghadirkan roti untuk anak-anak kesayangannya.

Sampai pada satu hari kualitas roti Eyang Putri menyebar di orang-orang Jerman yang tinggal di Bandung. Maka, dibukalah Toko Roti Tizi yang usianya kini hampir setengah abad, hampir tiga kali usia Indira yang kini duduk di semester 5.

“Roti merupakan perwujudan cinta seorang ibu kepada anaknya. Roti adalah pemberdayaan kaum Perempuan yang mandiri. Roti adalah kebahagiaan dan rasa nyaman,” demikian nilai-nilai filosofis yang menjadi ruh Toko Roti Tizi.

 

“Asalnya aku mau buat roti (saat berlangsung open studio), tapi kaya kelamaan. Makanya aku bawa roti dan ini (oven dan selai). Rotinya mewakili nenek-ku,” cerita Indira, sambil menyediakan roti untuk dicicipi tim BandungBergerak.id.

Guru besar filsafat Bambang Sugiharto (berdiri) memberi tanggapan untuk film Rule of Third, di Fakultas Filsafat Unpar, Bandung, Jumat, 19 Januari 2024. (Foto: Virliya Putricantika/BandungBergerak.id)
Guru besar filsafat Bambang Sugiharto (berdiri) memberi tanggapan untuk film Rule of Third, di Fakultas Filsafat Unpar, Bandung, Jumat, 19 Januari 2024. (Foto: Virliya Putricantika/BandungBergerak.id)

Film Rule of Third

Selain roti, tentu ada karya-karya lainnya yang bisa disaksikan di Open Studio Integrated Arts Universitas Katolik Parahyangan (Unpar). Sebelumnya, sebanyak 30 mahasiswa Integrated Arts ini sudah berproses selama satu semester ke belakang. Mereka berasal dari berbagai tingkat, mengeksplor cerita diri masing-masing. Ada yang melalui raga, musik, visual, dan medium lainnya. Masing-masing tingkatan dibimbing dosen yang berbeda-beda latar keilmuan agar pengembangan project sesuai dengan pendekatan yang beragam.

Contohnya, mahasiswa studio tiga menyuguhkan film pendek berdurasi 13 menit berjudul Rule of Third. Untuk menyambut pengunjung yang ingin menonton film, mereka menyiapkan tempat duduk lesehan, beberapa bantal berwarna abu-abu disediakan untuk menambah kenyamanan penonton. Satu per satu penonton menyesuaikan tempat duduknya. Mengambil posisi yang paling pas agar tidak menghalangi proyektor.

Teriakan tokoh ibu menutup pembuka film pendek dari project enam mahasiswa laki-laki ini. Film ber-genre thriller ini berhasil mengambil perhatian sejumlah pengunjung yang hadir. Bercerita tentang relasi makhluk hidup dan benda mati yang saling berdampingan.

Perubahan warna visual dari babak satu sampai tiga membangun suasana mencekam layaknya film yang diproduksi oleh label-label besar. Cara pengungkapan bahwa benda mati merekam apa yang makhluk hidup lakukan tergambar jelas lewat film berjudul Rule of Third ini. Tidak butuh waktu lama untuk para penonton memberikan tepuk tangan untuk project studio tiga meski ditutup dengan akhir film yang menggantung. Yang mengesalkan hati, juga menyisakan banyak tanya.

“Jadi secara ga langsung kameranya ini mendeklarasikan hidupnya si benda mati ini,” terang Kalyanarga Rizal, sinematografer dan penyunting gambar, di Diskusi Film Pendek Rule of Third.

Baca Juga: Temui Mahasiswa, Rektor UPI Menjanjikan Tak Ada Mahasiswa di-DO Karena Masalah Keuangan
SNBP 2023, Unpad Terima 1.498 Mahasiswa, ITB Terima 2.093 Mahasiswa
Pengaruh Penggunaan ChatGPT terhadap Karakter Akademik Mahasiswa

Studio Terbuka untuk Publik

Integrated Arts Fakultas Filsafat Unpar mengembangkan publikasi karya para mahasiswanya lewat Open Studio kepada publik. Setelah tahun-tahun sebelumnya menggelar pameran motifs, kali ini pengenalan project mahasiswa dikemas dengan cara yang sedikit berbeda.

Jika di pameran pengunjung hanya mengetahui hasil project mahasiswa, di Open Studio Integrated Arts, publik akan dijelaskan bagaimana para mahasiswa dari empat tingkatan ini berproses di ruang kelas Studio Poetika sebagai aktivitas inti Integrated Arts. Ada empat pembagian dalam Studio Poetika yakni Intersensoris, Intertekstual, Inter Eksperiensial, dan Penciptaan.

"Mencoba ngasih perspektif lain," jelas Yustinus Ardhitya, Kepala Studio Integrated Arts. "Kita ngelihat dan tahu banyak relasi dari proses di balik project itu apa aja," lanjutnya.

*Kawan-kawan bisa membaca tulisan-tulisan lain dari Virliya Putricantika atau artikel tentang Aktivitas Mahasiswa

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//