Temui Mahasiswa, Rektor UPI Menjanjikan Tak Ada Mahasiswa di-DO Karena Masalah Keuangan
Mahasiswa UPI kembali berunjuk rasa memprotes kebijakan kampus mereka terkait UKT dan cuti 60 hari. Rektor menjanjikan bantuan bagi mereka yang betul tidak mampu.
Penulis Emi La Palau2 Februari 2022
BandungBergerak.id - Rektor Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung M. Solehuddin akhirnya menemui massa mahasiswa yang menggelar aksi lanjutan memprotes kebijakan kampus mereka terkait cuti 60 hari dan Uang Kuliah Tunggal (UKT), Senin (31/1/2022) sore, di Gedung Isola, Jalan Setiabudi, Kota Bandung. Ia menjanjikan, tidak akan ada mahasiwa yang di-drop out (DO) karena masalah keuangan.
“Kalau betul tidak mampu, kami bantu,” kata Rektor Solehuddin ketika beraudiensi dengan para mahasiswa.
Dalam wawancaranya dengan BandungBergerak.id setelah audiensi itu, Solehuddin juga menyatakan, kampus akan berupaya maksimal agar para mahasiswa yang telah disurati untuk mendurkan diri, bisa diaktifkan lagi. Namun, jika nanti ada hal di luar kemampuan kampus, seperti ijazah tak keluar, ia minta untuk dipahami.
Menurut Rektor Solehuddin, persoalan yang dialami mahasiswa merupakan persoalan kedisiplinan. Terkait kebijakan cuti 60 hari, sudah ada waktu panjang bagi mahasiswa untuk mengurusnya. Informasi ini tidak diterima secara menyeluruh, menurutnya, akibat ketidakdisiplinan mahasiswa.
“Sebetulnya persoalannya simpel, masalah disiplin saja sebetulnya. Satu, tidak disiplin, tidak ikut prosedur lalai. Kedua, kadang ada juga ini orang mampu mengaku tidak mampu. Ada beberapa data di kami,” tuturnya.
Sementara itu, terkait dengan tuntutan mahasiswa tentang verifikasi ulang UKT sesuai Permendikbud nomor 25 tahun 2020, Solehuddin mengungkapkan di kampus UPI ada perbedaan cara membantu mahasiswa. Besaran UKT-nya tetap, namun pihak kampus akan membantu sisanya.
“Kalau di kita bukan begitu caranya. Jadi UKT tetap, tapi kalau orangnya perlu dibantu, kita bantu. Kan sama saja. Misal UKT diubah sekarang dari 5 juta ke 3 juta, sekarang UKT tidak diubah tapi diberi bantuan 2 juta, apa bedanya. Sama kan,” ucapnya.
Aksi lanjutan mahasiswa UPI memprotes kebijakan-kebijakan kampus mereka ini diwarnai dengan orasi dan beragam aksi teatrikal. Suasana memanas akibat aksi saling dorong antara mahasiswa dan satpam yang menjaga pintu Gedung Isola. Mahasiswa memaksa masuk agar bisa bertemu langsung dengan rektor.
Baca Juga: Kampus Jangan Otoriter terhadap Mahasiswa yang tidak Mampu Membayar UKT
Mahasiswa UPI Terancam DO karena Tak Mampu Membayar UKT
Mahasiswa UPI Keberatan dengan Mahalnya UKT di tengah Dampak Pandemi
Beragam Persoalan dan Tuntutan
Setelah aksi mulai memanas, menjelang malam, barulah Rektor mau menemui mahasiswa. Rektor didampingi, Wakil Rektor I, Direktur Akademik, Direktur Kemahasiswaan, Wakil Dekan FPIPS, dan FPEB. Dalam dialog yang berlangsung di lokasi aksi, perwakilan mahasiswa dari kampus daerah juga turut menyampaikan persoalan.
Koordinator aksi dari Aliansi Mahasiswa UPI Muhamad Pebriansah mengungkapkan, mereka menuntut agar pihak kampus transparan terkait biaya kuliah tunggal (BKT), untuk proses penggolongan. Lalu, mahasiswa juga menuntut agar kampus mau melakukan verifikasi ulang pembayara UKT sebagaimana diatur dalam Permendikbud nomor 25 tahun 2020, Pasal 12 yang berbunyi “Dalam hal penghitungan besaran UKT terdapat; a. ketidaksesuaian data dengan fakta terkait ekonomi mahasiswa, orang tua mahasiswa, atau pihak lain yang membiayai mahasiswa. Atau b. perubahan kemampuan ekonomi mahasiswa, orang tua mahasiswa, atau pihak lain yang membiayai mahasiswa, pimpinan PTN dapat menurunkan atau menaikkan besaran UKT melalui penataan ulang pemberlakuan UKT terhadap mahasiswa”. Tuntutan lainnya adalah pemberian keringanan untuk pembayaran uang pangkal.
“Karena masih banyak teman-teman kita yang tidak bisa melanjutkan kuliah hanya karena tidak bisa membayar uang pangkal,” ungkap Pebri.
Mahasiswa juga meminta adanya relaksasi dan pengaktifan kembali rekan-rekan mahasiswa mereka yang dinonaktifkan atau disuruh mundur karena tidak melakukan registrasi cuti karena tak mampu membayar UKT. Informasi peraturan tersebut tak diterima secara menyeluruh oleh mahasiswa.
Mahasiswa juga meminta adanya pemberian bantuan UKT. Bukan hanya memberikan kebijakan menyicil, tapi sebagaimana termuat di peraturan Permendikbud, pihak kampus harusnya ada kebijakan penangguhan, pemotongan, dan bahkan bantuan kepada mahasiswa yang tak mampu.
“Hal yang utama, tidak ada lagi kata-kata bahwa mahasiswa UPI disarankan mengundurkan diri sebagai mahasiswa karena tida mengurusi akademik, ataupun tidak melakukan registrasi cuti. Itu adalah hal yang kami sayangkan, dari tahun sebelumnya itu tidak ada,” kata Pebri.
Ketua BEM kampus daerah UPI Cibiru, Rizki Priutama menyampaikan bahwa ada mahasiswa UPI Cibiru yang berprestasi, pernah PPL ke luar negeri, yang juga dipaksa mengundurkan diri atau DO.
Lalu, Ketua BEM kampus daerah UPI Purwakarta, Mummad Raihan Zaki, menyampaikan keluhan terkait dengan sistem informasi akademi (SIAK) di kampusnya sering mengalami kendala. Juga, pihaknya meminta ada pemerataan atau penangguhan pembayaran, karena beberapa mahasiswa terancam DO karena tak mampu membayar UKT.
Sementara itu, perwakilan BEM kampus daerah Sumedang, Dea Fikry Sukmawan menyampaikan bahwa ada 5 orang rekannya yang harus mengundurkan diri.
“Atau DO secara paksa. Atas nama mahasiswa, saya ingin mendengar apakah Rektor akan berpihak pada mahasiswa atau tidak, di last minute pembayaran di 31 Januasi, saya harap ada sikap,” ungkapnya.
Kesaksian Mahasiswa
Salah satu mahasiswi, Kiki (bukan nama sebenarnya), mengungkapkan dia bersama satu orang rekannya mencoba mengurus cuti untuk semester ganjil di awal Januari 2021 lalu, dengan niat ingin membayar UKT untuk semester genap. Karena sedang tidak berada di Bandung, ia mendapat informasi dari temannya bahwa mereka sudah dianggap mengundurkan diri dari UPI.
Kiki, adalah anak pertama dari dua bersaudara. Sejak pandemi 2020, dia menjadi tulang punggung keluarga karena sang ayah yang bekerja sebagai guru honorer di salah satu SMP Swasta di Bogor, tempatnya tinggal, terkena pengurangan upah karyawan sampai dengan 50 persen. Dari awal gaji 900 ribu rupiah, kini hanya mendapt 450 ribu rupiah. Tentu biaya gaji yang sangat jauh dari kata mampu untuk membayar biaya UKT Kiki, yang sebesar 4,3 juta rupiah.
Kiki sendiri masuk ke UPI lewat jalur mandiri. Ia berkewajibab membayar uang panggal sebesar 30 juta rupiah.
Saat ini, Kiki sedang bekerja sebagai buruh pabrik di Tangerang Selatan. Ia kini semester 15, hanya tinggal sidang skripsi. Namun, karena tak mampu membayar UKT, dia terpaksa menunda kelulusannya dengan cuti pada semester lalu. Ketika akan mengurus administrasi, ia sudah dianggap mengundurkan diri.
“Ini semester terakhir saya sebelum DO, ya tinggal sidang skripsi,” katanya.