Mahasiswa UPI Keberatan dengan Mahalnya UKT di tengah Dampak Pandemi
Sejumlah mahasiswa UPI yang belum mampu membayar UKT diminta cuti atau terancam drop out. Kampus diharapkan membuat kebijakan yang mempertimbangkan dampak pandemi.
Penulis Emi La Palau20 Januari 2022
BandungBergerak.id - Sejumlah mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) keberatan dengan tingginya biaya Uang Kuliah Tunggal (UKT) di masa pandemi ini. Beberapa mahasiswa harus mengambil cuti dan bahkan terancam mengundurkan diri dari kampus dalam menghadapi besaran UKT itu.
Mahasiswa UPI yang keberatan dengan UKT sempat menggelar aksi pada Jumat (14/1/2022) lalu. Mereka menuntut pihak kampus agar mau memberikan kompensasi kepada mahasiswa sekaligus merevisi besaran UKT agar sesuai dengan Permendikbud No 25 tahun 2020 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi Pada Perguruan Tinggi Negeri di Lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Perwakilan Aliansi Mahasiswa UPI, Alaudin menjelaskan dalam Permendikbud tersebut diatur berkaitan dengan pembayaran UKT yang disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan masing-masing mahasiswa. Penyesuaian ini dilakukan dengan cara verifikasi oleh kampus. Namun Alaudin mengatakan, sejak ia masuk di kampus hingga kini verifikasi tersebut tak pernah dilakukan pihak kampus.
“Nah, di kampus sendiri dari pertama saya kuliah sampai sekarang, belum ada juga verifikasi UKT kepada mahasiswa yang ekonominya terdampak ketika pandemi untuk membayar UKT. Karena dengan verifikasi UKT ini, mahasiswa bisa lebih dipermudah,” ungkap Alaudin, kepada Bandungbergerak.id melalui sambugan telepon, Selasa (18/1/2022).
Dengan kata lain, kampus yang dulunya bernama IKIP itu disebut belum menunaikan Permendikbud No 25 tahun 2020 yang berdampak pada tingginya biaya UKT. Sehingga beberapa mahasiswa harus mengambil cuti karena tak sanggup membayar UKT. Sebagian lagi terpaksa mengundurkan diri karena terkendala adminsitrsi UKT.
Adminsitrsi UKT itu menjadi kendala tersendiri bagi mahasiswa. Pasal ini berpangkal dari Suratg Keputusan Rektor UPI nomor 14 tahun 2021 yang mengatur bahwa mahasiswa wajib mendaftarkan cuti paling lambat dalam kurun waktu 60 hari kerja. Jika tidak, maka secara otomatis mahasiswa dianggap mengundurkan diri dari kampus.
Alaudin menilai kebijakan rektor tersebut tak berpihak pada mahasiswa. Ditambah di tengah kondisi pandemi saat ini, banyak orang tua yang terdampak. Pihaknya mencatat ada beberapa fakultas dan rekan mahasiswa yang terdampak akibat kebijakan rektor itu.
“Tidak ada SK cutinya itu dianggap mengundurkan diri atau DO (Drop Out), jadi kan banyak mahasiswa yang terdampak kasus itu karena memang rata-rata sebagaian besar tidak mampu membayar UKT,” ungkapnya, seraya menambahkan bahwa kampus seharusnya lebih menoleril dengan membuat kebijakan yang berpihak kepada mahasiswa dalam situasi pandemi ini.
Baca Juga: Kisah Mahasiswa STIE Inaba, Muhamad Ari: Jalan Terjal Menuntut Pemotongan Uang Kuliah karena Pagebluk Berujung Di-DO
Bangsa ini Lahir dari Kritik, Kenapa Kita Sekarang Hendak Menumpasnya?
Penghapusan Mural dan Persekusi Penciptanya di Mata Seniman dan Aktivis Bandung: Berlebihan dan Lucu
Kebijakan Rektor Kurang Sosialisasi
Ilyas Alihusni, salah satu mahasiswa yang juga terdampak biaya UKT sekaligus terancam DO karena kebijakan rektor mengenai cuti, mengaku kebijakan tersebut dirancang seolah tidak memperhitungkan dampak pandemi terhadap bidang ekonomi, khususnya pendapatan orang tua mahasiswa.
Mahsiswa jurusan PKN angkatan 2016 ini juga merasa bahwa sosialisasi mengenai kebijakan rektor untuk mendaftarkan cuti paling lambat 60 hari kerja dinilai tak menyeluruh. Ia dan beberapa kawan tak menerima informasi tersebut. Saat ini, ia tak lagi berstatus sebagai mahasiswa berdasarkan data Dikti.
Ia menjelaskan, kebijakan kampus tersebut merupakan regulasi baru di tengah pandemi. Jika biasanya mahasiswa tak melanjutkan kuliah langsung otomatis dianggap cuti. Kini, mahsiswa yang ingin cuti harus mendaftar terlebih dulu.
“Jadi awalnya karena semester 9 ke atas ga ada potongan UKT. Kebanyakan memilih untuk cuti, nah kalau dulu kan yang tidak ngurus cuti dicutiin sama kampus dan diaktivasi bayar Rp 250 ribu,” paparnya
Sementara itu, dalam aksinya para mahasiswa mendesak UPI melakukan relaksasi Peraturan Rektor No. 014 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan UPI 2021 mengenai mahasiswa yang dianggap mengundurkan diri dikarenakan tidak melakukan pembayaran biaya pendidikan dan tidak mengajukan cuti akademik selama 60 hari kerja.
Mereka juga menuntut UPI melakukan aktivasi mahasiswa nonaktif dikarenakan Peraturan Rektor No. 014 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan UPI 2021.
“Merujuk pada Undang-Undang No. 12 tahun 2012 tentang Perguruan Tinggi bahwa mahasiswa berhak secara aktif mengembangkan potensinya dengan melakukan pembelajaran dan berhak mendapatkan layanan pendidikan yang berkeadilan sesuai dengan bakat, potensi, dan kemampuannya,” demikian tuntutan aksi mahasiswa yang diterima Bandungbergerak.id.
Bandungbergerak.id telah menghubungi pihak kampus UPI, antara lain, Kepala Humas UPI, Deni Darmawan. Namun Deni meminta agar mahasiswa membuat surat resmi untuk beraudinesi dengan pihak akademik.
“Terima kasih atas informasinya. Mohon dibuatkan surat resmi tertuju ke WR 2, Dir Akademik dan Kemahasiswaan, untuk dapat beraudiensi,” demikian kata Deni, melalui pesan singkatnya.
Bandungbergerak.id juga telah menghubungi Kepala Prodi PKN, Susan, untuk mengonfirmasi terkait mahasiswa yang terpaksa DO karena tak sanggup membayar UKT. Namun Susan belum bisa merespons karena sedang sakit.