• Berita
  • Mahasiswa UPI Terancam DO karena Tak Mampu Membayar UKT

Mahasiswa UPI Terancam DO karena Tak Mampu Membayar UKT

Ketika masih banyak orang tua mahasiswa yang merasakan kesulitan ekonomi, UPI membuat kebijakan yang memberatkan mereka.

Mahasiswa dari Aliansi Mahasiswa UPI berunjuk rasa menuntut kebijakan kampus depan gerbang utama kampus UPI, Jalan Setiabudi, Bandung, Selasa (25/1/2022). Puluhan mahasiswa UPI terancam DO karena tingginya biaya UKT. (Foto: Emi La Palau/BandungBergerak.id)

Penulis Emi La Palau25 Januari 2022


BandungBergerak.id“Innalillahi wainnali rojiun. Telat mati hati nurani orang-orang yang ada di gedung sana (UPI). Hari ini UPI memperlihatkan bagaimana penindasan gaya baru. Bagaimana komersialisasi pendidikan,” ungkap Agan Fauzan, dalam orasinya, Selasa (25/1/2022).

“Kita ketahui Permendikbud no 25 tahun 2020 sudah dijelaskan ada kebebasan UKT, apa itu bantuan uang kuliah tunggal. Namun hari ini UPI hanya memberikan cicilan. Banyak juga yang karena tidak urus cuti karena terdampak ekonomi. Dan hari ini, orang-orang itu yang terdampak ekonominya harus terancam DO (Drop Out),” lanjut mahasiswa Akuntansi angkatan 2018 tersebut.

Aspirasi itu disampaikan dalam aksi unjuk rasa bersama sejumlah mahasiswa UPI lainnya yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa UPI di depan gerbang utama kampus pendidikan tersebut, Jalan Setiabudi, Bandung.

Mereka menuntut pihak kampus untuk melakukan verifikasi ulang pembayaran uang kuliah tunggal (UKT). Selain itu, mereka meminta kepada kampus untuk kembali mengaktifkan puluhan mahasiwa lainnya yang telah dinonaktifkan karena terlambat mengajukan cuti kuliah akibat tak mampu membayar biaya kuliah.

Massa Aliansi Mahasiswa UPI mengepalkan tangan kiri ke atas, sembari menyampaikan beragam kritik. Mereka menilai UPI sebagai lembaga pendidikan yang tak mampu memberikan keadilan kepada mahasiswa untuk tetap mendapatkan hak pendidiakan.

“Saat ini, kondisi tidak baik-baik saja. UPI sebagai kampus pendidikan justru melakukan tindakan sewenang-wenang. Ketika lembaga pendidikan saja sudah zalim kepada mahasiswanya, bagaimana mau memberikan solusi bagi bangsa?” ungkap orator lainnya.

Sebagai kampus pendidikan, menurutnya UPI punya tanggung jawab besar dalam memajukan sistem pendidikan. Namun hal itu tidak dilakukan UPI ketika mahasiswanya banyak yang terancam DO.

Pantauan Bandungbergerak.id di lokasi, massa aksi mulai melakukan long march sejak pukul 14.30 WIB di area kampus, lalu menyampaikan aspirasi mereka tepat di pintu utama kampus UPI. Selain menyampaikan orasi, mereka mengusung beragam spanduk yang berbunyi: “Kampus Negeri Penuh Ironi”, “Kuliah di UPI=Bayar UKT Full”, “Hak Pendidikan di Kampus UPI dikebiri”, dan lain-lain.

Aksi Lanjutan

Aksi tersebut merupakan lanjutan dari aksi yang sempat dilakukan pada Jumat (14/1/2022) lalu dengan tuntutan sama, yakni meminta UPI tranparans terkait uang Biaya Kuliah Tunggal (BKT), melakukan verifikasi ulang UKT mahasiswa, memberikan keriangan terhadap uang pangkal, melakukan relaksasi dan pengaktifan kembali mahasiswa nonaktif, memberikan bantuan UKT terhadap mahasiswa, relaksasi UKT untuk mahasiswa semester 9 ke atas, menuntut perbaikan layanan di UPI.

“Karena ini menjadi salah satu yang saat ini ditegaskan tetapi tidak ada sosialisasi sama sekali kepada kami, makanya banyak mahasiswa baik kakak atau adik tingkat yang terancam DO ataupun disuruh mengundurkan diri oleh kampus UPI,” ungkap Koordinator aksi, Muhamad Pebriansah, di lokasi aksi.

Pebriansah mengungkapkan sejumlah keringanan yang diatur dalam Permendikbud nomor 25 tahun 2020. Dalam regulasi ini diatur tentang keringanan pembayaran UKT bagi mereka yang terdampak, berupa pemotongan pembayaran, pemberian bantuan, serta bantuan UKT. Namun, yang dilakukan UPI hanya memberikan kebijakan menyicil.

Di tengah kondisi pandemi, banyak dari mahasiswa yang orang tuanya terdampak secara ekonomi. Lalu ada mahasiswa yang orang tuanya meninggal akibat Covid-19. Di saat bersamaan, UPI justru mengeluarkan peraturan Rektor nomor 14 tahun 2021 yang mengatur bahwa mahasiswa wajib mendaftarkan cuti kuliah paling lambat dalam waktu 60 hari kerja. Jika tidak, secara otomatis mereka dianggap mengundurkan diri.

Kebijakan UPI itu dinilai tidak adil karena dikeluarkan dalam kondisi mahasiswa terdampak pandemi. Selain itu, informasi sosialisasi yang tak menyeluruh membuat puluhan mahasiswa sudah terdaftar mengundurkan diri.

“Kalau ditanya alasan mahasiswa nonaktif saat ini banyak yang kekurang ekonomi ada yang terkena bencana, ayah atau ibu meninggal, mereka terkena mental sehingga tidak bisa melanjutkan perkuliahan,” ungkapnya.

Ia mengaku perwakilan mahasiswa telah berkomunikasi dengan kampus. Akan tetapi, tidak membuahkan hasil. Sebelumnya, Ilyas Alihusni, salah satu mahsiswa jurusan PKN angkatan 2016 yang terdampak kebijakan rektor dan tingginya UKT, mengaku kebijakan tersebut dibikin seolah tak mempertimbangkan dampak pandemi.

Ia juga merasa bahwa sosialisasi mengenai kebijakan rektor untuk mendaftarkan cuti paling lambat 60 hari kerja dinilai tak menyeluruh. Sehingga ia dan beberapa kawan tak menerima informasi tersebut. Saat ini, ia tak lagi berstatus mahasiswa ketika dilihat pada data Dikti.

Menurutnya, kebijakan cuti tersebut tergolong baru di UPI dan dibikin dalam masih dalam suasana pandemi. Jika biasanya mahasiswa tak melanjutkan kuliah langsung otomatis dianggap cuti. Namun dengan kebijakan baru tersebut, mahasiswa yang ingin cuti kuliah harus mendaftar terlebih dulu.

“Jadi awalnya karena semester 9 ke atas ga ada potongan UKT. Kebanyakan memilih untuk cuti, nah kalau dulu kan yang tidak ngurus cuti dicutiin sama kampus dan di aktivasi bayar Rp 250 ribu. Sekarang gak ada sosialisasi yang menyeluruh ada aturan baru di pedoman pendidikan UPI bahwa yang ga ngurus cuti selama 60 hari kerja dianggap mengudurkan diri,” paparnya, kepada Bandungbergerak.id.

Baca Juga: Mahasiswa UPI Keberatan dengan Mahalnya UKT di tengah Dampak Pandemi
Kisah Mahasiswa STIE Inaba, Muhamad Ari: Jalan Terjal Menuntut Pemotongan Uang Kuliah karena Pagebluk Berujung Di-DO
Mahasiswa Inaba Diskors Setelah Demonstrasi Minta Keringanan UKT

Mahasiswa dari Aliansi Mahasiswa UPI berunjuk rasa menuntut kebijakan kampus depan gerbang utama kampus UPI, Jalan Setiabudi, Bandung, Selasa (25/1/2022). Puluhan mahasiswa UPI terancam DO karena tingginya biaya UKT. (Foto: Emi La Palau/BandungBergerak.id)
Mahasiswa dari Aliansi Mahasiswa UPI berunjuk rasa menuntut kebijakan kampus depan gerbang utama kampus UPI, Jalan Setiabudi, Bandung, Selasa (25/1/2022). Puluhan mahasiswa UPI terancam DO karena tingginya biaya UKT. (Foto: Emi La Palau/BandungBergerak.id)

Tak Ada Tanggapan dari Kampus

Mahasiswa sudah berkali-kali memohon audiensi, bahkan sempat melakukan audiensi denga Wakil Rektor 1 Bidang Akademik. Namun tidak ada solusi apa pun. Mahasiswa justru ditinggal pergi sebelum selesai berunding.

Pebriansah mengungkapkan permintaan audiensi sudah dicoba kembali, tetapi belum mendapat tanggapan. “Sudah dicoba berkali-kali (audiensi) tapi hasilnya masih tetap sama bahkan, ada beberapa mahasiswa berprestasi tetap sama tidak mendapatkan keringanan, tetap dinonaktifkan,” ungkapnya.

Menurutnya, di Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (PIPS) ada 10 mahasiswa yang terkena dampak atas kebijakan rektor maupun tingginya biaya UKT. Selanjutnya, ada 25 mahasiswa dari Fakultas Pendidikan Teknik Kejuruan yang telah dinyatakan mengundurkan diri. Pebriansah mensinyalir pihak kampus menutup-nutupi data mahasiswa yang terkena dampak kebijakan.

Tingginya Biaya UKT

Salah satu peserta aksi, Salma, berharap pihak kampus mendengar aspirasi mahasiswa dan mau membantu mereka yang terdampak ekonominya akibat pandemi. Sebagai mahasiswi yang ikut terdampak pagebluk, ia menuturkan tahun lalu (2021) UPI mengeluarkan kebijakan pemotongan UKT dengan besaran antara Rp 100.000 hingga Rp 300.000. Namun tahun ini, UPI hanya memberikan keringanan berupa mencicil UKT, dan belum ada lagi kebijakan pemotongan UKT seperti tahun lalu.

“Soalnya saya salah satu yang mengadvokasi teman-teman banyak yang mengeluh kesulitan membayar UKT. Semoga bisa dibantu sama pihak UPI-nya,” kata Salma.

Tingginya biaya UKT ini sudah sempat dikonfirmasi oleh Pebriansah dan kawan-kawan kepada pihak kampus. Mereka juga menanyakan perihal bagaimana persyaratan agar biaya UKT bisa lebih rendah. Namun pihak kampus malah berdalih bahwa hal tersebut merupakan urusan dapur dan tak bisa disampaikan kepada mahasiswa.

“Harusnya itu masuk dalam pelayanan informasi publik, kampus lain juga sudah melakukan. Dan UPI alasannya tidak rasional ketika kita meminta malah mereka malah pergi meningalkan kita semua ketika audiensi, wakil rektornya meninggalkan terlebih dahulu,” tuturnya.

Besaran biaya kuliah di UPI beragam, ada yang rendah dan yang tinggi. Besaran biaya kuliah Pebriansah sendiri sebesar 4,3 juta Rupiah. Rata-rata mahasiswa yang tak mampu membayar adalah yang nilai UKT-nya tinggi. Sehingga kebijakan untuk mengevaluasi UKT berdasar peraturan Permendikbud terus digaungkan.

Biaya UKT terdiri dari 8 kelompok, menurut laman UPI yang diakses BandungBergerak.id. Contohnya, UKT Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (FPIPS) jurusan Pendidikan Kewarganegaraan untuk Kelompok I per tahun 2021 sebesar Rp 500.000; Kelompok II Rp 1 juta; Kelompok III Rp 3.390 juta; Kelompok IV Rp 4.070 juta, Kelompok V Rp 4.520 juta, Kelompok VI Rp 5.200 juta, Kelompok VII Rp 5.420 juta, dan Kelompok VIII Rp 5.650 juta.

Sementara itu, Kepala Humas UPI, Deni Darmawan, mengaku pihaknya telah berkirim surat kepada pihak akademik atas keluhan mahasiswa. Tetapi sampai saat ini surat tersebut belum mendapat tanggapan.

“Kami sudah kirim surat berisi segala keluhan mahasiswa, saya yang tanda tangani langsung, tapi belum ada tanggapan dari kampus,” ungkap Deni Darmawan, saat dikonfirmasi Bandungbergerak.id, melalui telepon. Bandungbergerak.id juga telah mencoba mengkonfirmasi hal ini kepada Wakil Rektor Bidang Pendidikan dan Kemahasiswaan Didi Sukyadi, namun hingga berita ini ditulis, belum ada tanggapan.  

Editor: Redaksi

COMMENTS

//