Ketika Organisasi Para Pembela HAM dan Demokrasi Didemo Massa dan Dijaga Polisi
Organisasi para pembela HAM dan demokrasi menjadi sasaran demonstrasi. Ikatan Mahasiswa Papua (IMAPA) Jadetabek menolak pengatasnamaan Papua dalam demonstrasi ini.
Penulis Awla Rajul29 Februari 2024
BandungBergerak.id - Kantor Lokataru Foundation, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, dan Indonesia Corruption Watch (ICW) didemonstrasi oleh massa dari Forum Masyarakat Pemuda Mahasiswa Timur Cinta (Format) NKRI, Senin, 28 Februari 2024 lalu. Massa mengusung isu menolak rasisme terhadap masyarakat Indonesia timur dan melaporkan masalah ini ke Komnas HAM dan mabes Polri. Massa yang dikabarkan datang hampir 1.000 orang itu diduga massa tandingan yang dibentuk untuk melawan narasi pemakzulan Presiden Jokowi dan pemilu curang.
Direktur Eksekutif Lokataru Foundation Delpedro Marhaen menerangkan kronologis kejadian demonstrasi ke organisasi-organisasi pembela Hak Asasi Manusia (HAM) yang berlangsung sejak Senin pagi lalu. Pedro, demikian ia kerap disapa, tengah menginap di kantor Lokataru karena sehari sebelumnya organisasi yang pernah dipimpin Haris Azhar ini baru mengadakan sebuah acara.
Sekitar pukul tujuh pagi, pintu Lokataru diketuk. Yang mendatangi Lokataru adalah Ketua dan Bendahara RT bersama pihak kepolisian dari Polda DKI Jakarta, bernama Yusuf. Yusuf menanyakan kepada Pedro, agenda apa yang akan dilakukan oleh Lokataru hari itu. Yusuf kemudian memberi tahu Perdro bahwa polisi mau melakukan pengamanan Lokataru.
“Ada info Lokataru akan ada agenda jadi mau ada pengamanan satu kompi Polda Metro, satu kompi Brimob, satu water cannon, satu rantis, satu mobil pengurai massa,” cerita Pedro, menerangkan ulang yang disampaikan Yusuf, saat dihubungi BandungBergerak.id melalui sambungan telepon, Selasa, 27 Februari 2024.
“Emangnya mau ada apa pak, Lokataru gak ada kegiatan,” tanya Pedro, kepada Yusuf.
Dari ketarangan Yusuf, Pedro mendapatkan informasi kalau Format NKRI akan melakukan aksi di Lokataru Foundation dengan membawa massa kurang lebih 1.000 orang. Pedro mengaku terkejut, sebab belum mendapakan pemberitahuan.
Selang 30 menit kemudian, anggota kepolisian mulai berdatangan ke Lokataru Foundation. Polisi yang menggunakan motor memarkirkan kendaraannya di depan Lokataru, adapun mobil dan kendaraan besar lainnya parkir di jalan besar menuju kantor Lokataru.
“Kemudian berkumpul kepolisiannya kurang lebih ada 200 orang yang dari Polda sama dari Brimob. Itu belum termasuk diskrimsus dan lain-lain, mungkin ada 250 orang,” tambah Pedro.
Ketua RT menanyakan kepada Pedro mengapa Lokataru bisa didemo dan aktivitas apa yang dilakukan. Pedro menjelaskan ketidaktahuannya dan menerangkan kepada Ketua RT mengenai aktivitas yang dilakukan oleh Lokataru, seperti melakukan riset, advokasi, dan belakangan tengah kerap melakukan diskusi soal pemilu curang.
Di saat yang sama, seluruh anggota kepolisian sudah berkumpul. Kapolsek setempat kemudian datang, pun menanyakan pertanyaan yang sama seperti yang disampaikan Ketua RT kepada Pedro.
“Ternyata dapat informasi kalau kapolsek sama kapolres itu enggak tahu apa-apa. Jadi tiba-tiba dari Polda yang nerjunin personel ke situ,” kata Pedro.
Kapolsek kemudian meminta kepada kepolisian yang melakukan penjagaan di Lokataru Foundation untuk berjaga di luar komplek. Sebab, jalanan itu sempit dan akan mengganggu dan membuat masyarakat khawatir. Sekitar pukul 10 pagi, kepolisian memindahkan lokasi penjagaan ke jalan besar menuju kantor Lokataru Foundation dan mendirikan dua tenda sementara.
Kepolisian yang melakukan penjagaan demonstrasi di Lokataru Foundation menunggu dari jam 10 sampai jam empat sore. Namun massa aksi yang dikabarkan akan datang sekitar 1.000 orang itu pun tak kunjung datang. Sekitar pukul empat sore, kepolisian pun bergegas bersiap meninggalkan lokasi.
“Massanya itu hanya berdemo di LBH Jakarta dan ICW. Nah, kayaknya tadinya mau ke Lokataru, tapi gak jadi. Di LBH ada penjagaan, tapi gak separah (sebanyak) di ICW sama Lokataru,” beber Pedro.
Dari kronologis aksi di ICW yang diterima oleh BandungBergerak.id, ICW mendapatkan penjagaan dari aparat kepolisian. Kurang lebih empat truk mobil kepolisian dan satu unit mobil water cannon dengan total polisi yang menjaga sekitar 180 orang. Sekitar pukul dua siang, massa aksi datang dengan tiga unit kendaraan roda empat dan kendaraan roda dua yang jumlahnya sekitar 20 orang.
Sekitar pukul 14:30 WIB, kelompok massa mulai membakar ban di depan kantor ICW. ICW membuka ruang dialog untuk mempertanyakan perihal tuntutan yang disampaikan oleh massa aksi.
“Mereka menuntut agar ICW meminta maaf karena pernah menyampaikan pernyataan yang bersifat rasisme. Saat dikonfrontasi siapa yang menyampaikan, kapan pernyataan tersebut disampaikan, dan apa isi pernyataannya, koordinator lapangan (perwakilan massa) tidak bisa menjawab,” demikian dikutip keterangan resmi kronologi demonstrasi di ICW.
Massa Tandingan, Dibentuk Dadakan
Direktur Eksekutif Lokataru Foundation Pedro menyampaikan, setelah mengidentifikasi, tujuan massa aksi yang berdemonstrasi Senin lalu adalah menjadi massa tandingan untuk menghalau narasi “Pemakzulan Jokowi dan Tolak Pemilu Curang”. Massa aksi ini hendak mengawal presiden Jokowi sampai akhir periode dan mengawal hasil pemilu.
“Jadi kurang lebih mereka adalah massa tandingan dari gerakan tolak pemilu curang dan pemakzulan presiden Jokowi,” ungkap Pedro.
Pedro menyebutkan beberapa nama koordinator lapangan massa yang memiliki jejak digital sebagai pendukung Prabowo-Gibran. Pedro juga menyebut, isu rasisme yang diusung oleh para demonstran ini tak berdasar.
Isu utama yang hendak disuarakan oleh demonstran dari Format NKRI ini adalah menolak narasi pemakzulan dan pemilu curang. Setelah kelompok ini viral karena melakukan pembubaran diskusi mahasiswa dengan intimidasi dan kekerasan, barulah kemudian mengemas dan menyelimutinya dengan isu rasisme. Pedro juga menduga, kelompok-kelompok ini dibuat secara mendadak.
Sepanjang bulan Februari kemarin, kelompok ini telah melakukan demonstrasi kepada organisasi-organisasi pembela HAM dan demokrasi seperti LBH Jakarta dan Kontras, dan melakukan kekerasan dan intimidasi kepada mahasiswa. Pertama kali kekerasan dan intimidasi dialami oleh mahasiswa saat melakukan diskusi dan konsolidasi di Universitas Trilogi.
Diskusi dan konsolidasi itu diduga dibubarkan oleh kelompok yang sama dengan dikoordinir oleh orang yang memiliki jejak digital pendukung pendukung Prabowo-Girbran tadi. Pedro menyebut, waktu itu, orang tersebut sempat memukuli salah satu mahasiswa. Lokataru kemudian mendampingi mahasiswa untuk melapor persoalan ini ke Polres Jakarta Selatan.
Dugaan kekerasan dan intimidasi yang dilakukan oleh kelompok ini juga terjadi pada saat aksi simbolik yang dilakukan oleh mahasiswa di belakang Gedung Mahkamah Konstitusi. Pedro menyebut, aksi simbolik itu dilakukan mahasiswa untuk memberikan dokumen kajian ke MK. Mahasiswa meminta Lokataru untuk memberi bantuan hukum untuk mengantisipasi terjadi penangkapan maupun kekerasan.
Ketika menuju ke belakang gedung MK, 100 meter dari gedung MK, mahasiswa dicegat oleh kelompok yang diduga dari kelompok yang sama ini. Mereka mengintimidasi mahasiswa untuk tidak melakukan aksi. Namun mahasiswa kemudian melanjutkan aksi, dengan upaya pelarangan, kekerasan, dan intimidasi kelompok tersebut.
“Ditariklah microphonenya, didoronglah, ada yang dicakar mukanya, diseruduk, dibubarin secara paksa, gitu, diintimidasi secara verbal kayak bilang. Ini mahasiswa akan dikarungin, akan dibubarkan secara anarkis,” ungkap Pedro.
Usai mahasiswa beraksi dan menyerahkan dokumen kepada perwakilan MK, mahasiswa bubar dengan damai. Kelompok tersebut diduga mengikuti mahasiswa dan hendak menyerang. Saat terjadi penyerangan, Lokataru mencoba menegosiasi. Salah satu dari kelompok ini hendak memukul mahasiswa, Pedro merekam aksi itu sebagai bukti.
“Mereka gak terima, ngerampas hp, terus kemudian cakar muka saya sama mukul. Nah, jadi atas peristiwa itu Lokataru juga sudah laporin ke Polda Metro. Jadi ini memang kelompok yang sama yang di Februari ini sudah beberapa kali mendemo kantor LSM (organisasi pembela HAM dan demokrasi),” jelas Pedro.
Baca Juga: Koalisi Masyaraat Sipil Menolak Tanda Kehormatan bagi Terduga Pelanggaran HAM
YLBHI Membuka Posko Advokasi bagi Rakyat yang Bersuara Kritis di Tahun Politik
Vonis Bebas Haris Fatia sebagai Simbol tidak Boleh Takut Mengkritik Pejabat Publik
Ikatan Mahasiswa Papua Mendesak Menghentikan Penggunaan Identitas Ketimuran
Aksi yang diusung Format NKRI yang mengatasnamakan masyarakat Indonesia timur itu mendorong Ikatan Mahasiswa Papua (IMAPA) Se-Jadetabek buka suara. Masyarakat Papua marupakan salah satu masyarakat yang berada di timur Indonesia. IMAPA Se-Jadetabek pun menolak pengatasnamaan “Papua” dalam demonstrasi yang dilakukan Format-NKRI.
IMAPA Se-Jadetabek merasa dirugikan dengan aksi yang dilakukan oleh kelompok yang mengatasnamakan masyarakat Indonesia timur. IMAPA Se-Jadetabek menegaskan mereka justru bersolidaritas bersama LBH Jakarta, YLBHI, Kontras, Lokataru, dan organisasi pembela HAM dan demokrasi lainnya.
IMAPA Jadetabek menegaskan, selama ini LBH Jakarta, YLBHI, Kontras, dan Lokataru merupakan lembaga yang berpihak kepada HAM dan Demokrasi khususnya kepada masyarakat Indonesia timur. Hal itu dibuktikan salah satunya dengan pendampingan-pendampingan yang konsisten dilakukan oleh organisasi-organisasi pembela HAM dan demokrasi terserbut, termasuk pembelaan yang dilakukan oleh Haris dan Fatia yang menyuarakan penghancuran Intan Jaya melalui tambah Blok Wabu.
“Kami berpendapat tindakan FORMAT NKRI merupakan upaya negara untuk menekan suara-suara kritis dan menyembunyikan kekerasan di Papua. Kami berpendapat bahwa selama ini pembangunan yang dilakukan pemerintahan Jokowi di Papua telah mengorbankan banyak nyawa orang Papua. Kepentingan pembangunan di Papua juga ditemukan hanya mengakomodir kepentingan elite-elite di Jakarta,” demikian pernyataan resmi IMAPA Jadetabek.
IMAPA Jadetabek menyampaikan tuntutan kepada Format NKRI, di antaranya:
- Menolak dan mengecam dengan keras segala tindakan pengatasnamaan Papua, Orang Papua bahkan Mahasiswa Papua oleh FORMAT-NKRI.
- Negara segera menindaklanjuti laporan polisi atas tindakan kekerasan terhadap seorang kawan mahasiswa dan direktur Lokataru Delpedro Marhen. Jika tidak ada kami menduga adanya backingan atau intervensi oleh kekuasaan dalam aksi yang dilakukan FORMAT-NKRI.
- Kami mengecam dan menolak aksi-aksi yang berujung pada konflik horizontal masyarakat sipil.
- Meminta pertanggung jawaban koordinator lapangan FORMAT-NKRI untuk mengklarifikasi pengatasnamaan mahasiswa Papua. Karena tidak ada konfirmasi secara langsung kepada pengurus IMAPA Jadetabek, hal ini secara tidak langsung telah mencoreng marwah organisasi kami.
- Hentikan penggunaan, isu dan nama Orang Papua tanpa pelibatan langsung IMAPA Jadetabek sebagai representasi masyarakat akademis Papua di Jakarta dan sekitarnya.
- Kami mempertanyakan kepada FORMAT-NKRI di mana selama ini ketika orang Papua mengalami rasisme, diskriminasi, pelanggaran HAM dari negara selama bertahun-tahun.
*Kawan-kawan yang baik bisa membaca tulisan-tulisan lain dari Awla Rajul atau artikel lain tentang Hak Asasi Manusia