• HAM
  • Vonis Bebas Haris Fatia sebagai Simbol tidak Boleh Takut Mengkritik Pejabat Publik

Vonis Bebas Haris Fatia sebagai Simbol tidak Boleh Takut Mengkritik Pejabat Publik

PN Jakarta Timur memvonis bebas dua aktivis hak asasi manusia (HAM) Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti. Kemenangan bagi pegiat prodemokrasi.

Dua aktivis HAM Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti divonis bebas dari kasus pencemaran nama baik, Senin, 8 Januari 2024. (Foto: Muhammad Akmal Firmansyah/BandungBergerak.id)

Penulis Muhammad Akmal Firmansyah8 Januari 2024


BandungBergerak.id – Dua aktivis hak asasi manusia (HAM) Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti divonis bebas dari kasus pencemaran nama baik yang diperkarakan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan (LBP). Kemenangan ini sebagai simbol bahwa kritik terhadap pejabat publik adalah hal yang lumrah di negara demokrasi.

Perkara nomor: 202/Pid.Sus/2023/PN Jkt.Tim itu diadili oleh Ketua Majelis Hakim Cokorda Gede Arthana dengan Hakim Anggota Muhammad Djohan Arifin dan Agam Syarief Baharudin. "Membebaskan dalam segala dakwaan," kata Cokorda Gede, dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta, Senin, 8 Januari 2024.

Sebelumnya, kedua aktivis prodemokrasi tersebut dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas perkara pencemaran nama baik terkait podcast mereka di akun YouTube milik Haris Azhar. Dalam podcast berjudul “Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-ops Militer Intan Jaya!! Jendral BIN juga ada! NgeHAMtam”, Haris yang merupakan Direktur Eksekutif Lokataru Foundation dan Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti membahas kajian cepat Koalisi Bersihkan Indonesia 'Ekonomi-Politik Penempatan Militer di Papua: Kasus Intan Jaya' yang menyebut dugaan keterlibatan Luhut.

Luhut kemudian melaporkan kedua aktivis dengan pasal 27 ayat 3 tentang pencemaran nama baik dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) karena menyampaikan tentang dugaan kepemilikan saham LBP pada bisnis tambang di Intan Jaya, Papua.

Dalam persidangan, JPU kemudian mendakwa kedua aktivis dengan Pasal 27 ayat 3 juncto Pasal 45 ayat 3 Undang-Undang ITE, Pasal 14 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946, Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946, dan Pasal 310 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.

Namun majelis hakim menyatakan, dakwaan pertama JPU tidak terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindakan sebagaimana Pasal 27 ayat 3 jo Pasal 45 ayat 3 UU ITE jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Hakim anggota Muhammad Djohan Arifin saat membacakan putusan menyatakan, unsur penghinaan dalam dakwaan jaksa tidak terpenuhi. Kasus ini juga bukan termasuk kategori penghinaan dan pencemaran nama baik.

"Yang ditemukan dalam video podcast merupakan telaah, komentar analisa pendapat dan penilaian atas hasil kajian cepat yang dilakukan oleh koalisi masyarakat sipil," kata Djohar Arifin.

Djohar juga menilai penyematan frasa 'Lord' pada Luhut Panjaitan bukanlah sebuah penyemaran atau penghinaan nama baik melainkan berhubungan dengan status dan kedudukan Menko Marves ini.

"Majelis hakim menilai frasa kata “lord” pada Luhut Binsar Pandjaitan bukan dimaksud dengan penghinaan nama baik, namun kata “lord” bukan menggambarkan kata yang buruk, jelek, atau hinaan fisik tetapi merujuk pada status-status berhubungan dengan kedudukannya juga," jelas Djohar.

Putusan majelis hakim tersebut lebih ringan dari tuntutan JPU yang menuntut  Haris Azhar hukuman maksimal 4 tahun penjara dan harus membayar denda pidana sebesar 1 juta rupiah dengan subsider 6 bulan kurungan penjara. Sementara Fatia dituntut 3 tahun 6 bulan kurungan penjara dan harus membayar denda pidana sebesar 500 ribu rupiah dengan subsider 3 bulan pidana.

Menanggapi keputusan hakim, JPU mengatakan akan mempelajari vonis majelis hakim. "Izin, Yang Mulia, kami berterima kasih kepada Yang Mulia atas putusan dan pertimbangan hukumnya, dan kami akan mempelajari putusan ini dengan saksama, untuk itu kami menyatakan pikir-pikir," tutur JPU.

Dua aktivis HAM Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti divonis bebas dari kasus pencemaran nama baik, Senin, 8 Januari 2024. (Foto: Muhammad Akmal Firmansyah/BandungBergerak.id)
Dua aktivis HAM Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti divonis bebas dari kasus pencemaran nama baik, Senin, 8 Januari 2024. (Foto: Muhammad Akmal Firmansyah/BandungBergerak.id)

Melalui 35 Sidang, Haris Fatia Buktikan agar tidak Takut Mengkritik

Putusan bebas kedua aktivis HAM ini membuktikan supaya masyarakat tidak takut melontarkan kritik, menyampaikan fakta, dan kebenaran terkait pejabat publik. Ketua Tim Pengacara Haris Fatia, Muhammad Isnur mengatakan majelis hakim telah menerima semua argumen dan fakta yang telah disampaikan selama 35 kali persidangan kasus tersebut.

"Karena itu kami terimakasih kepada majelis yang menerima semua argumen, semua bukti, dan menyampaikan pentingnya kebebasan berekspresi dan berpendapat," ucap Isnur pada BandungBergerak, di Jakarta.

Selain itu, Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mengatakan, majelis hakim telah menerima kajian cepat dari masyarakat sipil mengenai dugaan konflik interest dan dugaan kiriman tentara ilegal ke Papua. "Tentang relasi-relasi bisnis, dan kemudian keterlibatan itu Luhut adalah fakta, kebenaran," jelas Isnur.

Saat ini tim pengacara Haris Fatia telah melaporkan Luhut Binsar Pandjaitan ke kepolisian Metro Jaya dan polisi Australia. "Kami melaporkan Luhut ke kepolisian dan kepolisian Australia tentang dugaan konflik kepentingan dan dugaan korupsi harusnya pihak meneruskan pemeriksaan dugaan-dugaan itu,” ungkap Isnur.

Baca Juga: Koalisi Serius Revisi UU ITE: Tuntutan Hukum kepada Fatia dan Haris adalah Bentuk Kriminalisasi terhadap Kritik
Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti Tersangka Pencemaran Nama Baik Luhut Binsar Panjaitan
Menjejaki Sidang Haris-Fatia #1: Pencemaran Nama Baik, Kritik, dan Solidaritas Publik

Bersolidaritas dari Berbagai Penjuru

Pantauan BandungBergerak.id, sebelum persidangan dimulai sejumlah aktivis sosial dari berbagai daerah dan aliansi memadati halaman PN Jakarta Timur. Mereka berorasi dan berteriak "bebaskan Fatia-Haris, hancurkan Oligarki".

Teriakan tersebut meriuhkan suasana pembacaan amar putusan. Bendera berwarna merah bertuliskan bebaskan Fatia-Haris berkibar. Setelah berjumpa dengan awak media, Fatia Haris kemudian berorasi di mobil komando di hadapan massa pendukung. Mereka menyuarakan untuk tidak takut menyampaikan kritik.

Penggiat HAM dan Aksi Kamisan Bandung Fayyad yang juga datang langsung ke Jakarta mengatakan, vonis ini sebagai kemenangan perlawanan rakyat melawan tirani oligarki.

"Ini bisa memberikan suntikan semangat bagi segala bentuk gerakan atau perjuangan di berbagai tempat, perlu kiranya terus mengawal bahkan merebut kembali ruang-ruang kebebasan sipil," jelas Fayyad.

*Kawan-kawan dapat membaca tulisan-tulisan lain Muhammad Akmal Firmansyah, atau membaca artikel-artikel tentang perkara Haris Fatia

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//