• HAM
  • Menjejaki Sidang Haris-Fatia #1: Pencemaran Nama Baik, Kritik, dan Solidaritas Publik

Menjejaki Sidang Haris-Fatia #1: Pencemaran Nama Baik, Kritik, dan Solidaritas Publik

Sidang perdana aktivis HAM Haris Azhar–Fatia Maulidiyanti dengan dakwaan pencemaran nama baik Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan.

Aktivis HAM Haris Azhar menjalani sidang perdana kasus dugaan pencemaran nama baik Menko Marives Luhut Binsar Pandjaitan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin (3/4/2023). (Foto: Delpedro Rismansyah/BandungBergerak.id)

Penulis Delpedro Marhaen4 April 2023


BandungBergerak.id – Puluhan pendukung Aktivis HAM Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti memadati halaman gedung Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur, Senin, (3/4/2023). Mereka hadir untuk mengawal jalannya sidang perdana Haris dan Fatia yang didakwa telah mencemarkan nama baik dan menghina Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan.

Para pendukung Haris-Fatia datang mengenakan masker yang ditempeli selotip berwarna merah berbentuk menyilang. Mereka mengkritik proses hukum yang berjalan karena dianggap sebagai bentuk pembungkaman terhadap kritik. Beragam poster berwarna merah bernada seruan protes pun turut dibawa untuk meramaikan aksi tersebut.

“Di Indonesia pejabatnya anti kritik”, “Kita Berhak Kritis”, “Kritik itu Koreksi kok Dihabisi”, “Jejak Luhut dalam Bisnis Tambang di Papua,” hingga “Kami Bersama Fatia-Haris” tulis poster tersebut.

Sejumlah tokoh pun turut hadir memberikan dukungannya, di antaranya aktivis anti-korupsi Novel Baswedan dan Bambang Widjojanto, pakar hukum tata negara Feri Amsari, serta aktivis HAM Usman Hamid.

Feri Amsari mengatakan bahwa pelaporan pidana yang dilakukan Luhut terhadap Haris dan Fatia merupakan tindakan yang bertentangan dengan konstitusi.

“Kritik yang disampaikan Haris dan Fatia merupakan hak konstitusional warga negara yang diatur Undang-Undang Dasar 1945,” ujar Feri dalam orasinya.

Sementara Usman Hamid mengkritik penegakan hukum di Indonesia yang cenderung membela orang yang berkuasa. Padahal, kata Usman, sejatinya orang berkuasa yang tunduk terhadap hukum.

“Hukum bukan sekedar penindakan terhadap masyarakat biasa yang melakukan pelanggaran hukum, tetapi hukum baru ada kalau ia menindak orang-orang yang kuat,” kata Usman dalam orasinya.

Para  pendukung Haris dan Fatia membawa beragam poster berwarna merah bernada seruan protes di dalam ruang sidang. (Foto: Delpedro Rismansyah/BandungBergerak.id)
Para pendukung Haris dan Fatia membawa beragam poster berwarna merah bernada seruan protes di dalam ruang sidang. (Foto: Delpedro Rismansyah/BandungBergerak.id)

Baca Juga: Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti Tersangka Pencemaran Nama Baik Luhut Binsar Panjaitan
Mempersiapkan Pemuda yang Toleran Menjelang Pemilu 2024
Jawa Barat Peringkat Dua dalam Catatan Pelanggaran Kebebasan Beragama

Jalannya Persidangan

Persidangan Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti digelar terpisah. Haris Azhar sempat melayangkan permohonan pada hakim agar persidangannya dan Fatia digabungkan saja.

Koordinator kuasa hukum Haris-Fatia, Muhammad Isnur mengatakan pemisahan sidang berkas perkara tersebut membuat proses persidangan menjadi rumit dan membuang-buang waktu.

“Dalam prinsip hukum acara pidana, itu artinya tidak cepat. Tidak sederhana. Itu memperumit. Itu memperlama. Itu mengakibatkan boros waktu buat semua," kata dia.

Namun permohonan tersebut ditolak hakim. Azhar kecewa.

“Hakim seharusnya dapat memutuskan sendiri permohonan penggabungan berkas perkara yang kami ajukan. Kan, hakim, Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman memiliki hak untuk memutuskan, yang artinya harus berani mengambil keputusan, kalau tidak berani, itu namanya hakim oligarki,” protes Haris kepada hakim ketua, Cokorda Gede Arthana.

Sidang kemudian tetap dilakukan terpisah dengan menghadirkan Haris terlebih dahulu. Sidang berkas perkara milik Fatia baru dimulai pada 12.30 WIB setelah perkara Haris selesai disidangkan sekitar pukul 11.45 WIB.

Jaksa mendakwa Haris dan Fatia melanggar Pasal 27 Ayat (3) juncto Pasal 45 Ayat (3) UU ITE juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, atau Pasal 14 Ayat (2) UU Peraturan Hukum Pidana juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 310 Ayat (1) KUHP juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Haris mengatakan tidak menerima isi dakwaan yang disampaikan jaksa penuntut umum kepadanya. “Saya sudah mengikuti bacaannya, kalau mengerti, secara substansi saya sudah mengerti, tapi tidak menerima secara dakwaan," kata Haris dalam persidangan.

Di kesempatan terpisah, Fatia mengatakan tidak memahami isi dakwaan yang disampaikan jaksa penuntut umum terhadapnya karena dinilai berbelit-belit.

“Belum mengerti dan saya minta dijelaskan kembali untuk memperjelas terkait posisinya, saya tidak mengerti dengan dakwaannya,” jawab Fatia ketika ditanya Hakim Ketua Cokorda Gede Arthana soal isi dakwaan.

Terhadap dakwaan tersebut, kuasa hukum Haris-Fatia mengajukan keberatan atau eksepsi. Sidang dengan agenda pembacaan eksepsi akan dilaksanakan pada 17 April mendatang.

Para pendukung Haris dan Fatia membentangkan spanduk protes atas proses hukum yang berjalan karena dianggap sebagai bentuk pembungkaman terhadap kritik. (Foto: Delpedro Rismansyah/BandungBergerak.id)
Para pendukung Haris dan Fatia membentangkan spanduk protes atas proses hukum yang berjalan karena dianggap sebagai bentuk pembungkaman terhadap kritik. (Foto: Delpedro Rismansyah/BandungBergerak.id)

Sehari Sebelum Sidang

Sehari sebelum sidang, Koalisi Masyarakat Sipil (KMS) menggelar konferensi pers di kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Jakarta. Dalam pernyataannya, KMS menyatakan proses hukum terhadap Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti merupakan ancaman terhadap demokrasi dan kebebasan sipil.

Pemidanaan terhadap keduanya, yang merupakan Pembela HAM, adalah bentuk judicial harassment  atau penyalahgunaan proses hukum dengan tujuan melakukan intimidasi dan pembungkaman kritik.

“Secara umum, dilanjutkannya kasus ini hanya akan menambah catatan hitam pada rekam jejak demokrasi di Indonesia,” kata perwakilan kuasa hukum Haris-Fatia, Muhammad Isnur, yang juga ketua YLBHI, Minggu (2/4/2023).

Sementara aktivis HAM, Asfinawati membandingkan proses pemidanaan terhadap Haris dan Fatia dengan sejumlah pelaporan pidana yang menyeret orang-orang dekat Presiden Jokowi. Di antaranya, pelaporan terhadap dua putra Jokowi, Gibran Rakabuming dan Kaesang Pangarep dalam kasus dugaan korupsi ke KPK. Selain itu, laporan Prodem ke Polda Metro Jaya terhadap Menko Marives Luhut Binsar Pandjaitan dan Menteri BUMN Erick Thohir soal dugaan kolusi dan nepotisme di bisnis PCR.

“Ini menunjukkan ada politik penegakan hukum yang berpihak Pak Luhut dan tidak berpihak pada Fatia dan Haris sebagai aktivis HAM,” kata Asfinawati

KMS juga menyerukan kepada publik untuk bersolidaritas sebesar-besarnya kepada seluruh elemen masyarakat sipil yang tengah menjadi korban kriminalisasi maupun mendapatkan ancaman karena membela HAM, demokrasi, lingkungan, kebebasan akademik, kebebasan pers dan segala ketidakadilan.

 

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//