• Opini
  • MAHASISWA BERSUARA: Mengapa Kesehatan Mental Mahasiswa Tidak Boleh Diabaikan?

MAHASISWA BERSUARA: Mengapa Kesehatan Mental Mahasiswa Tidak Boleh Diabaikan?

Institusi pendidikan harus menyediakan sumber daya dan layanan kesehatan mental yang mudah diakses dan terjangkau bagi mahasiswa. Konseling individu tidak cukup.

Alif Safikri

Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Tangan petugas kesehatan di klinik kesehatan jiwa di Bandung, beradu dengan tangan pasien dalam suatu proses pemeriksaan kesehatan mental, Jumat (4/3/2022). (Foto Ilustrasi: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

25 April 2024


BandungBergerak.id – Di tengah sorotan yang semakin intens terhadap kesehatan mental, mahasiswa sering kali menjadi kelompok yang terlupakan. Dalam sorotan media sosial yang dipenuhi dengan foto-foto yang tampaknya sempurna, banyak yang tidak menyadari bahwa di balik senyum mahasiswa yang ceria terkadang ada beban yang tak terlalu terlihat. Pertanyaannya kemudian adalah mengapa kesehatan mental mahasiswa menjadi isu yang tidak boleh diabaikan lagi? Mengapa pola baru dalam kehidupan mahasiswa membawa masalah lama yang semakin mendesak untuk diperhatikan?

Kehidupan mahasiswa modern telah diwarnai oleh dominasi teknologi dan media sosial. Kehadiran daring yang tidak pernah berhenti, harapan untuk tetap terhubung, dan tekanan untuk menampilkan citra yang sempurna, semuanya dapat menjadi beban tersendiri bagi kesehatan mental. Sementara teknologi membawa kemudahan akses informasi, koneksi sosial, dan alat pembelajaran yang inovatif, kita juga harus mengakui dampaknya yang tidak terelakkan terhadap kesehatan mental.

Di balik filter Instagram yang sempurna, mahasiswa mungkin merasa tekanan untuk menampilkan gaya hidup yang serba sempurna dan sukses. Setiap unggahan di media sosial dapat menjadi penilaian, dan ketidakpuasan terhadap diri sendiri sering kali muncul ketika mahasiswa membandingkan kehidupan mereka dengan apa yang mereka lihat di layar mereka. Ini adalah pola baru dalam kehidupan mahasiswa yang membawa konsekuensi lama: meningkatnya kecemasan, depresi, dan perasaan tidak berharga.

Meskipun perbincangan tentang kesehatan mental semakin terbuka, stigma masih tetap menghambat banyak mahasiswa untuk mencari bantuan. Di lingkungan pendidikan, ada kesalahpahaman bahwa kesuksesan akademik harus diperoleh dengan mengorbankan kesehatan mental. Mahasiswa mungkin merasa takut untuk mengakui bahwa mereka sedang mengalami kesulitan karena takut akan penilaian sosial dan stigma yang melekat pada masalah kesehatan mental.

Baca Juga: MAHASISWA BERSUARA: Fomo, Dampaknya pada Kesehatan Mental Remaja
MAHASISWA BERSUARA: Polusi Udara yang Mengganggu Kesehatan Mental Masyarakat
Pertolongan Pertama Menangani Kedaruratan Kesehatan Mental di Kalangan Mahasiswa

Jangan Sembunyikan Masalah Kesehatan Mental

Ini adalah waktu untuk memahami bahwa kesehatan mental bukanlah kelemahan, tetapi bagian yang tak terpisahkan dari kesejahteraan kita. Menyembunyikan masalah kesehatan mental hanya akan memperburuk kondisi dan menghalangi proses penyembuhan.

Tekanan akademik di perguruan tinggi sering kali menjadi beban tersendiri bagi mahasiswa. Tidak hanya harus menyelesaikan tugas-tugas dan ujian, tetapi juga harus bersaing dalam lingkungan yang kompetitif untuk mencapai prestasi tertinggi. Dalam upaya untuk mencapai standar yang tinggi, banyak mahasiswa merasa terjebak dalam siklus kecemasan dan stres yang konstan.

Namun, kita harus bertanya pada diri sendiri apakah tekanan ini benar-benar diperlukan. Apakah sistem pendidikan yang menekankan pada hasil akademik yang tinggi secara berlebihan benar-benar menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan holistik mahasiswa? Penting untuk meninjau ulang budaya akademik yang menempatkan nilai-nilai dan prestasi di atas kesejahteraan individu.

Melihat dari sudut pandang yang lebih luas, masalah kesehatan mental mahasiswa tidak bisa dianggap sebagai tanggung jawab individu semata. Institusi pendidikan, pemerintah, organisasi mahasiswa, dan masyarakat secara keseluruhan memiliki peran yang penting dalam menciptakan lingkungan yang mendukung kesehatan mental mahasiswa.

Institusi pendidikan harus menyediakan sumber daya dan layanan kesehatan mental yang mudah diakses dan terjangkau bagi mahasiswa. Ini tidak hanya mencakup konseling individu, tetapi juga program-program pencegahan, dukungan kelompok, dan kampanye kesadaran yang terintegrasi ke dalam kehidupan kampus.

Pemerintah juga memiliki tanggung jawab untuk memberikan dukungan kebijakan dan alokasi dana yang memadai untuk layanan kesehatan mental di lingkungan pendidikan. Lebih jauh lagi, masyarakat harus berperan aktif dalam menghilangkan stigma dan menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan dan kesejahteraan mental mahasiswa.

Kesehatan mental mahasiswa adalah isu yang mendesak dan tidak boleh diabaikan lagi. Pola baru dalam kehidupan mahasiswa modern telah membawa masalah lama ke permukaan, memaksa kita untuk menghadapinya secara langsung. Dengan memahami kompleksitasnya dan berkomitmen untuk bertindak bersama, kita dapat menciptakan lingkungan yang mendukung kesejahteraan mental mahasiswa, memastikan bahwa masa-masa perguruan tinggi adalah masa yang membangun, bukan merusak.

*Kawan-kawan bisa membaca artikel-artikel lainnya tentang kesehatan mental

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//