• Kampus
  • Pertolongan Pertama Menangani Kedaruratan Kesehatan Mental di Kalangan Mahasiswa

Pertolongan Pertama Menangani Kedaruratan Kesehatan Mental di Kalangan Mahasiswa

Masalah kesehatan memungkinkan memicu kedarutatan. Di saat darurat seperti ini lingkungan terdekat perlu memahami langkah pertolongan pertama.

Bimbingan Konseling Institut Teknologi Bandung menggelar Pelatihan Penanganan Darurat Mahasiswa ITB, Bandung, Jumat, 22 Desember 2023. (Foto: ITB)*

Penulis Iman Herdiana18 Januari 2024


BandungBergerak.idSetiap orang, tak terkecuali mahasiswa, berpotensi mengalami masalah kesehatan mental. Problem kesehatan mental ini memungkinkan menimbulkan kedaruratan. Di saat kedaruratan inilah diperlukan penanganan yang tepat untuk memberikan bantuan awal sebelum mendapatkan perawatan profesional dari ahli.

Dengan latar belakang tersebut, Bimbingan Konseling Institut Teknologi Bandung (BK ITB) menggelar “Pelatihan Penanganan Darurat Mahasiswa” bagi tenaga administrasi, di ruang 9311, Laboratorium Teknik VI Lantai 1, Jumat, 22 Desember 2023 lalu. Pelatihan ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan keterampilan penanganan pertama kesehatan mental bagi para tenaga administrasi.

Hal pertama yang harus dilakukan dalam menangani kedaruratan kesehatan mental adalah berusaha memberikan ketenangan, mengurangi kecemasan, dan mencegah potensi bahaya lebih serius.

Kepala Seksi Bimbingan dan Konseling Ratih Ratnawati mengatakan, ketepatan tindakan pertolongan pertama sangat penting dalam proses penyembuhan.

"Cepatnya tindakan pertolongan pertama dapat memengaruhi penyembuhan dan bahkan dapat menyelamatkan jiwa korban," ujar Ratih, diakses dari laman ITB, Kamis, 17 Januari 2024. 

Oleh karena itu, pelatihan ini penting untuk meningkatkan kapasitas tenaga administrasi dalam menangani situasi darurat di lingkungan mahasiswa.

Psikolog yang menjadi narasumber pelatihan tersebut, Yefentriawati Kasdi menyampaikan, sekitar 2/3 mahasiswa mengalami krisis kesehatan mental dan hampir 1/3 mengalami depresi. "Faktor-faktor seperti tekanan akademik, stres finansial, dan ketidakpastian terhadap jurusan dapat memicu krisis ini," tuturnya.

Psikolog lainnya, Isriana menyampaikan tentang Psychological First Aid (PFA), suatu pendekatan praktis untuk memberikan perawatan dasar kesehatan mental.

"Penting bagi tenaga administrasi untuk bisa memberikan bantuan yang tepat, dengan fokus pada mendengarkan, mengenali, dan melindungi dari dampak negatif lebih lanjut," ujarnya.

Terdapat tiga prinsip utama PFA, yakni Look (mengamati), Listen (dengarkan tanpa menekan), dan Link (bantu menjalin koneksi dengan profesional).

Isriana juga memberikan tiga tindakan praktis PFA, yaitu Butterfly Hug, 478, dan 5 Fingers, yang dapat membantu meredakan kecemasan. Peserta pelatihan tidak hanya mendengarkan teori tetapi juga terlibat dalam praktik.

Di sisi lain, ia mengingatkan pentingnya menjaga kesehatan mental penolong itu sendiri. "Sebelum menolong orang lain, kita harus menjaga kesehatan mental diri sendiri," tuturnya.

Kegiatan ini dihadiri 41 tenaga administrasi ITB. Harapannya, para peserta dapat memberikan pelayanan dan pertolongan pertama yang efektif bagi mahasiswa di lingkungan kampus ITB.

Baca Juga: Fomo, Dampaknya pada Kesehatan Mental Remaja
Mencari Konsensus dari Perspektif Prioritas Kesehatan Mental Antargenerasi
Great Talk Membuka Ruang Aman untuk Kesehatan Mental

Mengenali Bipolar Disorder

Masih terkait kesehatan mental, Unit Pelaksana Teknis (UPT) Layanan Kesehatan Institut Teknologi Bandung (Yankes ITB) mengadakan webinar bertajuk "Bipolar Disorder: Mengenali dan Menghadapi Orang dengan Bipolar”, Rabu, 10 Januari 2024, secara daring melalui platform Zoom Meeting.

Adapun narasumber yang hadir adalah Dokter Spesialis Jiwa dari Klinik Bumi Medika Ganesha (BMG) ITB Dini Indriany. Acara ini dipandu oleh Muhammad Gilang Septiawan.

Dini mengawali materinya dengan menyampaikan definisi gangguan bipolar, di mana perubahan mood sangat ekstrim sehingga sering disebut sebagai manik depresif. Mood swing dari yang paling rendah (depresi) hingga yang paling tinggi (mania) menjadi ciri khas gangguan ini.

“Risiko terberat muncul saat depresi, dengan perilaku bunuh diri sebagai ancaman serius, dan saat mania, individu dapat menunjukkan perilaku berisiko dalam peran dan relasi sosial,” jelas Dini

Faktor penyebab gangguan bipolar juga diuraikan, termasuk faktor genetik, fungsi otak, faktor sosial, serta lingkungan pemicu episode depresi dan mania. Dini memberikan penekanan pada pentingnya mendukung individu yang mengalami bipolar, dengan berbagai langkah seperti bersikap terbuka, mempelajari tanda dan gejala, serta membuat rencana saat episode manik.

Dalam menghadapi orang dengan mania, Dini menyarankan untuk tetap tenang, mendengarkan dengan penuh perhatian, dan menawarkan bantuan. Dalam situasi yang melibatkan episode psikotik, penting untuk menghormati dan menghibur individu tersebut.

Dini menekankan pentingnya menjaga diri sendiri (self-care) bagi individu yang memberikan dukungan kepada orang dengan bipolar. Upaya perawatan bipolar mencakup perawatan kombinasi, seperti pengobatan, psikoterapi, dan manajemen gaya hidup.

Acara ini diakhiri dengan diskusi mengenai cara menghadapi perilaku yang dianggap menantang, serta peserta diingatkan untuk tidak selalu berasumsi tentang gejala gangguan bipolar. Selain itu, self-care juga dipromosikan sebagai kunci dalam menjaga kesejahteraan individu yang memberikan dukungan kepada orang dengan bipolar.

*Kawan-kawan bisa membaca lebih lanjut artikel terkait Kesehatan Menta ataupun Bipolar 

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//