• Berita
  • Darurat Demam Berdarah Dengue, Kota Bandung Kerap Memiliki Angka Kasus DBD Tertinggi di Jawa Barat

Darurat Demam Berdarah Dengue, Kota Bandung Kerap Memiliki Angka Kasus DBD Tertinggi di Jawa Barat

Belum ada obat yang mampu mencegah Demam Berdarah Dengeu. Satu-satunya pencegahan yang efektif adalah pemerintah dan warga kompak memberantas sarang nyamuk.

Kegiatan ibu-ibu pada kegiatan Bulan Imunisasi Anak Nasional (BIAN) di halaman Masjid At Taqwa di Sukagalih, Bandung, Jawa Barat, 2 Agustus 2022. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Muhammad Akmal Firmansyah9 Mei 2024


BandungBergerak.id - Demam Berdarah Dengeu (DBD) di Indonesia meningkat pada empat bulan pertama di tahun 2024. Kota Bandung menjadi penyumbang kasus DBD terbanyak secara nasional dengan angka 3.468 kasus. Penyakit yang ditularkan nyamuk Aedes aegypti ini terutama banyak menyerang anak-anak. Pemerintah dan masyarakat mesti bekerja sama memberantas sarang nyamuk secara serentak.

Warga asal Gedebage, Hafiz Azhar menceritakan bagaimana keponakannya terserang DBD dan harus rawat inap di rumah sakit. “Awal bulan Ramadan, pertama keponakan yang laki-laki umurnya satu tahun, panas batuk dibawa ke IGD, dirawat tiga hari,” tutur Hafidz, 1 Mei 2024, kepada BandungBergerak.id.

Selang beberapa hari kemudian, dua keponakan lainnya diserang panas dan kemudian dinyatakan positif demam berdarah. Dalam kurun tersebut hampir semua anak-anak di keluarga Hafidz sakit. Kesembuhan mereka terjadi dua minggu kemudian.

Setelah kejadian luar biasa itu rumah keluarga Hafidz didatangi oleh Dinas Kesehatan Kota Bandung dan dilakukan pengasapan (fogging). “Sudah selesai gitu, ada dari Dinkes datang dan melakukan fogging,” terang Hafiz

Hafidz tidak tahu dari mana nyamuk Aedes aegypti yang menjadi sumber penyakit DBD di lingkungannya berasal. Selama ini ia dan keluarga selalu menjaga kebersihan di rumahnya. “Air dan semuanya pada bersih dan kita jaga,” jelas Hafiz.

Tidak hanya Hafiz, warga Kota Bandung lainnya, Diana, juga mengalami kejadian serupa. Kedua anak Diana harus dirawat di rumah sakit karena DBD.

“Kedua anak saya sekaligus secara bersamaan 1 bulan lalu dirawat di Rumah sakit dengan diagnosa positif kena DBD,” kata Diana, kepada BandungBergerak.

Anak Diana yang sulung duduk di bangku sekolah dasar. Gejala yang dirasakan adalah demam dan pusing. Gejala ini berlanjut hingga hari ketiga.

“Memang saya membiasakan kalau panasnya belum tiga hari kita gak akan bawa ke dokter. Minum obat saja di rumah. Tapi tiga hari ini memang rada beda, demamnya sampai 40 tingginya, saya masih positif karena lagi puasa mungkin radang tenggrokan setelah dibawa ke puskesmas,” jelas ibu rumah tangga asal Riung Bandung ini.

Setelah dibawa ke puskesmas sementara demamnya berlansung turun. Namun di tengah malam saat di rumah sang anak muntah-muntah. Esok paginya Diana memutuskan membawa anaknya IGD. Setelah menjalani pemeriksaan darah anaknya dinyatakan positif DBD.

Anak Diana kemudian harus menjalani perawatan di rumah sakit. Ia kesulitan mendapatkan ruang perawatan karena rumah sakit penuh. Anaknya harus dirujuk ke rumah sakit lain. Baru sore harinya anaknya mendapatkan ruangan.

Tiga hari si sulung dirawat di rumah sakit. Kabar dari rumah buah hatinya yang masih bayi juga demam. Dokter menyarankan agar si kecil menjalani tes darah. Dan hasilnya anaknya yang masih bayi juga dinyatakan positif DBD.

“Saya minta pada suster untuk dirawat satu ruangan ternyata bisa. Alhamdullilah kakaknya dirawat cuman lima hari, dan adiknya 3 hari,” cerita Diana.

Diana menuturkan saat anak sakit sebaiknya orang tua tetap tenang dan jangan panik, selalu siap dan memberi perhatian penuh pada anak. Jangan lupa juga untuk memberikan vitamin agar imun anak bagus. 

Diana juga menyarankan untuk segera melapor pada RT atau RW setempat supaya dilakukan fogging di lingkungan rumah. “Minimal usaha untuk mencegah warga lain terdampak DBD juga,” jelasnya.

Baca Juga: Masyarakat Jawa Barat Diingatkan Selalu Mewaspadai Demam Berdarah Dengue
Data Jumlah Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kota Bandung 2007-2021: Mewaspadai Tingkat Kematian yang Meninggi
Bandung Raya Darurat Demam Berdarah Dengue (DBD): Kasus Tertinggi se- Indonesia Ada di Kota Bandung, Kematian Terbanyak Ada di Kabupaten Bandung

Stiker lusuh Gerakan Serentak Pemberantasan Sarang Nyamuk masih tertempel di permukiman padat pinggir Sungai Cikapundung Kolot, Kelurahan Binong, Kecamatan Batununggal, Kota Bandung, Rabu (14/9/2022). (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)
Stiker lusuh Gerakan Serentak Pemberantasan Sarang Nyamuk masih tertempel di permukiman padat pinggir Sungai Cikapundung Kolot, Kelurahan Binong, Kecamatan Batununggal, Kota Bandung, Rabu (14/9/2022). (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Pemerintah dan Warga Harus Kompak Berantas Sarang Nyamuk

Kunci mengurangi risiko penyakit DBD adalah dengan melakukan pemberantasan sarang nyamuk. Dalam hal ini, pemerintah daerah dan warga memiliki peran masing-masing untuk sama-sama menjaga lingkungan agar tidak menjadi sarang nyamuk.

Titik Respati, Ardini Raksanagara, Henni Djuhaeni dari Fakultas Kedokteran Universitas Islam Bandung (Unisba) dan Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (Unpad) menjelaskan, sampai saat ini belum ada obat atau vaksin yang efektif untuk melakukan pencegahan DBD.

Program yang bisa dilakukan adalah memperbaiki manajemen kasus untuk mencegah kematian dan vektor kontrol (mengendalikan nyamuk) untuk membatasi transmisi virus. Program ini memerlukan partisipasi masyarakat dalam pemeliharaan lingkungan rumah dan sekitar permukiman.

Di Indonesia, upaya untuk pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah dengue merupakan aktivitas utama upaya pencegahan DBD yang melibatkan peran serta masyarakat. Program ini sudah dijalankan sejak tahun 1992 dengan gerakan 3M, yaitu Menguras-Menutup-Mengubur. Gerakan 3M ini pada tahun 2000 dikembangkan menjadi 3M Plus dengan tambahan penggunaan larvasida, memelihara ikan, dan mencegah gigitan nyamuk.

“Program pencegahan dan pengendalian demam berdarah, peran serta masyarakat, serta sanitasi dasar mempengaruhi tempat perindukan (nyamuk). Upaya paling efektif untuk mengurangi tempat perindukan ini adalah dengan menyediakan sarana sanitasi dasar yang dapat diakses oleh seluruh masyarakat serta upaya PSN (pemberantasan sarang nyamuk) yang sebaiknya dilakukan secara serentak,” terang Titik Respati dkk. dalam jurnal Majalah Kedokteran Bandung (2018). 

Titik Respati dkk. juga menuturkan, dalam 50 tahun terakhir kejadian demam berdarah dengue atau DBD meningkat 30 kali lipat. Penduduk dunia yang rentan berjumlah 50 persen dari total penduduk, yaitu 3 miliar orang dengan insidensi sebanyak 500-100 juta per tahun. Indonesia telah menjadi daerah endemis DBD sejak tahun 1968 dengan insidensi yang semakin meningkat dan menyebar di provinsi-provinsi yang ada.

Titik dkk menegaskan, DBD masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang utama karena penyebaran, tingkat keparahan, serta kerugian material yang dihasilkannya akan semakin meningkat apabila tidak dilakukan pencegahan dan pemberantasan penyakit ini secara dini.

Titik dkk juga mencatat Jawa Barat khususnya Kota Bandung memiliki sejarah dengan angka kasus DBD yang paling tinggi di Indonesia. Pada tahun 2011 dan 2012 terdapat secara berturut-turut 19.663 dan 19.739 kasus DBD di Jawa Barat di mana Kota Bandung menjadi kota dengan angka kasus DBD paling tinggi.

*Kawan-kawan dapat membaca karya-karya lain dari Muhammad Akmal Firmansyah, atau artikel-artiikel lain tentang Nyamuk Demam Berdarah Dengue

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//