• Berita
  • Pengadilan Rakyat Dago Elos Memvonis Bersalah Trio Muller dan PT. Dago Inti Graha

Pengadilan Rakyat Dago Elos Memvonis Bersalah Trio Muller dan PT. Dago Inti Graha

Pengadilan Rakyat juga menyatakan, rakyat Dago Elos adalah pemilik sah tanah Dago Elos dan negara harus mengusut kasus mafia tanah.

Suasana persidangan Pengadilan Rakyat Dago Elos, Bandung, Selasa, 21 Maret 2024. Pengadilan Rakyat menyatakan warga pemilik sah tanah Dago Elos. (Foto: Ryamizar Hutasuhut/BandungBergerak)

Penulis Awla Rajul22 Mei 2024


BandungBergerak.id - Kehidupan warga Dago Elos berubah 180 derajat setelah Mahkamah Agung (MA) mengetuk palu kemenangan untuk Muller bersaudara yang mengajukan Peninjauan Kembali (PK) tahun 2022. Warga yang sudah turun temurun tinggal di tanah leluhur terancam tergusur atas dasar hukum kolonial berdasarkan klaim-klaim keluarga Muller. Melalui Pengadilan Rakyat yang diselenggarakan Selasa kemarin, 21 Maret 2024, warga Dago Elos “menciptakan” dan menunjukkan bagaimana keadilan seharusnya ditegakkan oleh pengadilan.

Pengadilan Rakyat yang berlangsung di Balai RW 02 Dago Elos itu diselenggarakan terbuka untuk umum. Dimulai sekitar pukul setengah dua siang, Siti Rakhma Mary bertindak sebagai Ketua Majelis Dewan Hakim Rakyat. Adapun Asfinawati, Alghiffari Aqsa, Yance Arizona, dan Bivitri Susanti bertindak sebagai Anggota Majelis Dewan Hakim Rakyat. Mereka memimpin persidangan di “meja hijau”, mengenakan pakaian sidang berwarna hitam dan kain selempang.

Sebelas warga Dago Elos yang bertindak sebagai pemohon, duduk di sebelah podium. Agenda persidangan dimulai dengan pembacaan tuntutan dan penyampaian bukti-bukti kejanggalan pada putusan PK MA yang dikumpulkan oleh warga.

Pembuktian yang disampaikan secara bergantian oleh pemohon, di antaranya adalah persoalan Trio Muller yang mengemukakan alat bukti palsu di muka persidangan, salah satunya yaitu dokumen Penetapan Ahli Waris, Pengajuan PK yang Tidak Rasional, Sesat Pikir Hakim MK, Sesat Pikir dalam Menafsirkan Surat Lurah 24 Oktober 2016, Melegalkan Praktik Jual Beli Tanah Negara, Penggunaan Politik Domein Verklaring, Pendapat Ahli, hingga Petitum.

Kelima Majelis Dewan Hakim Rakyat, dalam amar putusan yang dibacakan oleh Siti Rakhma Mary menyatakan mengabulkan seluruh dalil dari para pemohon. Amar putusan itu diputuskan setelah menimbang terdapat cukup alasan untuk mengabulkan permohonan dan memperhatikan kepentingan publik atas implikasi buruk yang akan terjadi dari putusan Hakim PK kasus Dago Elos.

“Menyatakan alat bukti yang dihadirkan oleh Muller Bersaudara adalah bukti palsu dan tidak pernah diperiksa secara saksama oleh Majelis Hakim, baik di Pengadilan Agama, Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi hingga pada Mahkamah Agung,” ungkap Rakhma dalam Sidang Rakyat.

Rakhma menyatakan bahwa alasan Trio Muller dan Jo Budi Hartanto, Direktur Umum PT. Dago Inti Graha mengajukan peninjauan kembali tidaklah rasional. Hakim PK juga dinyatakan berpikiran sesat dalam menafsirkan fakta hukum di persidangan, fakta tentang status dari tanah yang menjadi objek gugatan, membiarkan tanah negara diperjualbelikan, dan membiarkan ahli waris George Hendrik Muller yang telah kehilangan hak untuk tetap menggugat warga Dago Elos.

“Menyatakan bahwa Hakim PK berpartisipasi secara aktif membangkitkan kembali politik Domein Verklaring di Indonesia,” lanjut Rakhma.

Pengadilan Rakyat Dago Elos diselenggarakan oleh warga sebagai respons keresahan atas janggalnya putusan PK Mahkamah Agung yang mencoba merebut tanah Dago Elos yang telah dikuasai lebih 50 tahun. Pengadilan ini dibuat untuk memeriksa ulang dan menyebarkan kejanggalan-kejanggalan dalam putusan PK yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung.

Anggota Majelis Dewan Hakim Rakyat Bivitri Susanti menunjukkan dokumen-dokumen sengketa Dago Elos di Pengadilan Rakyat, Dago Elos, Selasa, 22 Mei 2024. (Foto: Awla Rajul/BandungBergerak).
Anggota Majelis Dewan Hakim Rakyat Bivitri Susanti menunjukkan dokumen-dokumen sengketa Dago Elos di Pengadilan Rakyat, Dago Elos, Selasa, 22 Mei 2024. (Foto: Awla Rajul/BandungBergerak).

15 Butir Amar Putusan Pengadilan Rakyat Dago Elos

Ketua Majelis Dewan Hakim Rakyat membacakan 15 butir amar putusan, yang telah diputus dalam Rapat Permusyawaratan Hakim oleh lima Hakim Pengadilan Rakyat yang diucapkan dalam Sidang Pleno Pengadilan Rakyat. Butir kedua dari amar putusannya, sebagaimana diucapkan oleh Rakhma, menyatakan bahwa MA seharusnya membatalkan putusan PK demi melepaskan diri dari rezim agraria kolonial, demi mewujudkan kesejahteran rakyat sebesar-besarnya, demi penegakan hukum sekaligus membasmi mafia tanah termasuk membatalkan seluruh tanah-tanah bekas hak barat guna didistribusikan kepada rakyat.

Pengadilan Rakyat juga menyatakan tidak sah menurut hukum riwayat kepemilikan tanah yang menjadi objek sengketa a quo yaitu Akta Atas Nama Raja, Akta Kepemilikan Nomor Verponding 3740, 3741, 3742 kepada George Hendrik Muller (GWH), pemilik, berasal dari peralihan pemilik tanah sebelumnya, yaitu Perseroan Terbatas Pabrik Tegel Semen Handeel Simoengan.

Tiga Eigendom Verponding yang menjadi pucuk persoalan di Dago Elos, yaitu Verponding 3740, 3741, 3742 juga dinyatakan tidak sah pemindahan haknya kepada George Hendrik Muller. Tidak absahnya pemindahan hak ini kepada GHW, kakek trio Muller yang disebut sebagai kerabat Ratu Belanda Wilhelmina, membuat pemasrahan atau penyerahan hak atas tanah kepada PT. Dago Inti Graha melalui Akta Nomor 01 tanggal 01 Agustus 2016 di hadapan Notaris Tri Nurseptari, S.H., atas tiga bidang tanah pun tidak sah menurut hukum.

“Menyatakan Muller Bersaudara dan PT Dago Inti Graha tidak berhak mengajukan permohonan hak kepada warga Dago Elos untuk proses sertifikat atas 3 (tiga) bidang tanah, menyatakan Muller Bersaudara dan PT Dago Inti Graha telah melakukan perbuatan melawan hukum, menghukum Muller bersaudara dan PT Dago Inti Graha atau siapa saja yang mencoba menjadi mafia tanah untuk pergi sejauh mungkin dari negara ini, bilamana perlu melalui upaya paksa dengan menggunakan bantuan alat keamanan negara,” ucap Rakhma, membaca amar putusan.

Sidang Rakyat yang dihadiri secara antusias oleh warga Dago Elos, mahasiswa, dan berbagai organisasi masyarakat itu pun menyatakan sah sertifkat-sertifikat ataupun segala surat-surat beserta semua turunannya yang dikeluarkan oleh Kantor Kelurahan Dago, Kecamatan Coblong, Pemerintah Kota Bandung, Kantor Pertanahan Kota Bandung yang menyangkut atau menyebutkan tanah-tanah yang berasal dari bekas hak barat Eigendom Vervondings Nomor 3740, 3741 dan 3742.

Majelis Dewan Hakim Rakyat juga menyatakan agar Hakim Pengadilan Agama Kelas I A Cimahi, Pengadilan Negeri Bandung, Pengadilan Tinggi Jawa Barat, dan Peninjauan Kembali diperiksa, dihentikan dari penugasannya, diberikan pembinaan serius dan jika perlu diwajibkan untuk mengikuti test kecerdasan dan pendidikan kebangsaan oleh pengawas MA.

Polda Jabar, Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, Pengadilan Negeri Bandung juga diperintahkan untuk menyeret Heri Hermawan Muller, Pipin Sandepi Muller, Dodi Rustandi Muller, dan Jo Budi Hartanto ke pengadilan guna mencari kebenaran seterang-terangnya tentang praktik mafia tanah.

Negara juga harus bertanggung jawab. Amar putusan Pengadilan Rakyat menyebutkan, negara ikut dihukum untuk memberikan pemulihan harkat martabat dan hak-hak pemohon, termasuk hak atas tanah, perlindungan, kepatuhan, dan kompensasi atas kerugian materil dan imateril sejak warga Dago Elos dikriminalkan oleh pengadilan sebagai penghuni ilegal.

“Menyatakan Muller bersaudara dan PT Dago Inti Graha untuk tunduk dan patuh terhadap putusan perkara ini dan dapat segera melaksanakan penyerahan diri ke pihak kepolisian untuk diproses secara pidana atas dugaan kasus pemalsuan dokumen,” Rakhma mengetuk palu sidang tiga kali, lantas disambut meriah tepuk tangan warga Dago Elos.

Suasana persidangan Pengadilan Rakyat Dago Elos, Bandung, Selasa, 21 Maret 2024. Pengadilan Rakyat menyatakan warga pemilik sah tanah Dago Elos. (Foto: Ryamizar Hutasuhut/BandungBergerak)
Suasana persidangan Pengadilan Rakyat Dago Elos, Bandung, Selasa, 21 Maret 2024. Pengadilan Rakyat menyatakan warga pemilik sah tanah Dago Elos. (Foto: Ryamizar Hutasuhut/BandungBergerak)

Legitimasi Pengadilan Rakyat

Anggota Majelis Dewan Hakim Rakyat Yance Arizona menyebutkan, kasus sengketa tanah Dago Elos menjadi sebuah ironi di Bandung. Ibu Kota Asia Afrika ini memiliki sejarah penyelenggaraan konferensi internasional antikolonialisme yang mengupayakan dekolonialisasi di dunia. Sengketa tanah di Dago Elos, sayangnya menunjukkan bagaimana hukum kolonialisme masih berlaku.

“Pengadilan rakyat ini punya semangat antikolonialisme untuk menunjukkan bahwa sebenarnya praktik berhukum kita sampai hari ini masih sangat kolonial. Eigendom itu sangat kolonial, masak itu masih mau dihidupkan. Padahal UUPA sudah menghapus itu,” terang Yance Arizona, usai Pengadilan Rakyat.

Kandidat peraih gelar Ph.D van Vollenhoven Institute, Universitas Leiden ini menyebutkan, kasus sengketa tanah yang mempersoalkan Eigendom Verponding maupun hak barat lainnya tidak hanya terjadi di Dago Elos. Kasus serupa juga terjadi di kota-kota lain dan dialami masyarakat adat yang harus mengalami represi akibat praktik hukum kolonial yang masih dijalankan. Makanya, ia menegaskan, Pengadilan Rakyat perlu dihadirkan agar menjadi alternatif keadilan yang menuntut akuntabilitas proses pengadilan formal yang kacau.

“Dia (Pengadilan Rakyat) punya dimensi edukasional juga untuk mengedukasi publik, masyarakat, yang mencari keadilan, untuk jangan berhenti kalau misalkan kita terbentur dalam proses peradilan formal. Kita bisa mencoba untuk mencari legitimasi lain, salah satunya melalui pengadilan rakyat,” tambah Dewan Pakar Epistema Institute dan Dosen Hukum Tata Negara di President University ini.

Menguatkan apa yang disampaikan oleh Yance, peneliti hukum sekaligus pengajar tetap di Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera Bivitri Susanti memamerkan dokumen-dokumen yang terlibat dalam Pengadilan Rakyat. Dokumen-dokumen itu di antaranya merupakan bukti-bukti kejanggalan yang dikumpulkan oleh warga Dago Elos, analisa majelis hukum, amar putusan, dan lainnya.

“Ini seriusnya luar biasa,” ungkap Bivitri Susanti, sambil mengangkat dan menunjukkan bundelan dokumen-dokumen itu. “Kami punya legitimasi yang luar biasa kuat. Jadi kalau tadi mas Yance bilang ini adalah alternatif untuk mencari keadilan, kami buktikan ini dengan sebuah keseriusan yang mendalam untuk membuktikan bahwa semua hal, sebenarnya warga sudah paparkan seserius ini, bahkan lebih. Ini baru sebagian.”

Salah seorang pakar yang menjadi narasumber di film Dirty Vote ini menjelaskan,  dokumen-dokumen pembuktian serius yang dikumpulkan dan ditelaah secara signifikan oleh warga dan tim kuas hukum, serta diuji di Pengadilan Rakyat, sayangnya tidak memenangkan warga Dago Elos di PK Mahkamah Agung. Hal itu dinilainya sebagai cara pandang hakim yang memang tidak berpihak pada warga, melainkan kepada mafia tanah dan kepada pemilik kekuasaan.

“Maka ini semua diabaikan selama ini. Jadi saya ingin mendorong teman-teman untuk menguatkan bahkan legitimasi ini. Kalau bisa memang pengadilan rakyat ini direplikasi di banyak tempat, supaya kita bisa buktikan bahwa hukum itu juga adalah soal keberpihakan kepada orang-orang yang tidak punya akses,” terang Bivitri.

*Kawan-kawan dapat membaca tulisan-tulisan lain Awla Rajul, atau artikel-artikel lain tentang Dago Elos

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//