• Opini
  • MAHASISWA BERSUARA: Biaya Kuliah Melesat Tinggi, Apakah Mendapatkan Pendidikan Tinggi Hanya Mimpi?

MAHASISWA BERSUARA: Biaya Kuliah Melesat Tinggi, Apakah Mendapatkan Pendidikan Tinggi Hanya Mimpi?

Pendidikan adalah hak dasar yang harus bisa diakses oleh setiap warga negara tanpa terkecuali. Termasuk akses yang berkeadilan untuk mendapatkan pendidikan tinggi.

Alif Safikri

Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Ilustrasi komersialisasi pendidikan Uang Kuliah Tunggal (UKT). (Ilustrator: Bawana Helga Firmansyah/BandungBergerak.id)

28 Mei 2024


BandungBergerak.id – Kenaikan biaya kuliah atau Uang Kuliah Tunggal (UKT) di berbagai perguruan tinggi di Indonesia menjadi isu hangat yang memicu keresahan di kalangan mahasiswa dan orang tua. Fenomena ini mengundang banyak pertanyaan tentang keberlanjutan pendidikan tinggi di tengah kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih dari dampak pandemi. Bagaimana sebenarnya dampak dari kenaikan UKT ini, dan apakah pendidikan tinggi masih bisa dijangkau oleh semua kalangan masyarakat?

Banyak mahasiswa yang merasa terbebani dengan kenaikan UKT yang terus menerus. Bahkan, beberapa di antaranya terpaksa menunda kuliah atau mencari pekerjaan tambahan untuk menutupi biaya pendidikan mereka. Situasi ini menimbulkan pertanyaan fundamental: apakah pendidikan tinggi masih bisa dijangkau oleh semua kalangan? Ketika biaya kuliah meningkat, apakah kualitas pendidikan juga ikut meningkat?

Salah satu alasan utama kenaikan UKT adalah peningkatan biaya operasional kampus. Namun, apakah kenaikan ini sudah sesuai dengan peningkatan kualitas pendidikan? Banyak mahasiswa mengeluh bahwa fasilitas kampus dan kualitas pengajaran tidak sebanding dengan biaya yang harus mereka keluarkan. Hal ini menimbulkan rasa ketidakpuasan dan kekecewaan di kalangan mahasiswa. Mereka merasa bahwa kenaikan UKT hanya membebani tanpa memberikan manfaat yang signifikan dalam proses belajar mengajar.

Beberapa universitas mencoba memberikan solusi dengan menawarkan skema pembayaran yang lebih fleksibel atau beasiswa tambahan. Namun, apakah langkah ini cukup untuk meringankan beban mahasiswa? Beberapa pihak berpendapat bahwa solusi semacam ini hanyalah langkah sementara dan tidak mengatasi masalah utama: tingginya biaya pendidikan. Beasiswa dan skema pembayaran yang fleksibel memang membantu, tetapi mereka tidak mengatasi akar permasalahan dari tingginya biaya kuliah yang terus meningkat setiap tahunnya.

Baca Juga: Biaya Kuliah Melambung Menjadikan Pelajar Miskin Bingung
Haruskah Mahasiswa Indonesia Terjerat Pinjol Uang Kuliah seperti di Amerika Serikat?
Menaikkan Uang Kuliah Tunggal, Melupakan Amanat Undang-undang

Ketidakadilan Akses Pendidikan Tinggi

Kenaikan UKT juga mencerminkan ketidakadilan akses pendidikan tinggi. Mahasiswa dari keluarga kurang mampu cenderung mengalami kesulitan yang lebih besar dalam melanjutkan pendidikan tinggi. Padahal, pendidikan adalah kunci untuk memutus rantai kemiskinan dan meningkatkan taraf hidup. Ketika biaya kuliah menjadi penghalang, maka kesempatan untuk memperbaiki taraf hidup melalui pendidikan pun menjadi semakin sulit dicapai.

Dalam perspektif yang lebih luas, pendidikan tinggi seharusnya menjadi hak setiap warga negara, bukan privilese bagi segelintir orang. Kenaikan biaya kuliah yang tidak terkendali dapat menghambat upaya pemerintah untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing tinggi di tingkat global. Ketika hanya mereka yang mampu secara finansial yang bisa mengakses pendidikan tinggi, maka kesenjangan sosial akan semakin melebar dan tujuan pemerataan pendidikan menjadi semakin jauh dari jangkauan.

Sudah saatnya semua pihak, baik pemerintah, pihak universitas, maupun masyarakat, duduk bersama untuk mencari solusi jangka panjang yang dapat mengatasi kenaikan biaya kuliah ini. Transparansi dalam pengelolaan dana pendidikan, peningkatan efisiensi anggaran, dan peningkatan kualitas pendidikan harus menjadi prioritas utama. Pemerintah harus memainkan peran aktif dalam mengawasi dan mengatur kenaikan biaya kuliah agar tetap dalam batas yang wajar dan dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat.

Mereformasi Pendidikan Tinggi

Pendidikan tinggi di Indonesia perlu direformasi agar lebih inklusif dan berkelanjutan. Salah satu langkah yang bisa diambil adalah dengan mengadopsi model pembiayaan yang lebih beragam, seperti kolaborasi dengan sektor swasta dalam bentuk beasiswa atau program magang yang bisa membantu meringankan beban finansial mahasiswa. Selain itu, universitas juga perlu mengevaluasi dan meningkatkan efisiensi operasional mereka sehingga biaya pendidikan bisa ditekan tanpa mengorbankan kualitas.

Tidak hanya itu, mahasiswa dan orang tua juga perlu lebih aktif dalam menyuarakan aspirasi mereka. Melalui forum-forum diskusi, petisi, atau dialog langsung dengan pihak universitas dan pemerintah, suara mereka bisa lebih didengar dan diperhitungkan dalam pengambilan keputusan terkait biaya kuliah. Partisipasi aktif dari semua pihak akan membantu menciptakan sistem pendidikan yang lebih adil dan merata.

Penting bagi kita semua untuk merefleksikan diri: apakah kita sudah cukup peduli dengan masalah ini? Bagaimana kita bisa berkontribusi untuk menciptakan sistem pendidikan tinggi yang lebih adil dan terjangkau? Mungkin sudah saatnya kita bergerak, bersuara, dan berpartisipasi aktif dalam diskusi ini, karena masa depan pendidikan Indonesia bergantung pada tindakan kita hari ini.

Kenaikan biaya kuliah bukanlah masalah yang bisa diabaikan. Ini adalah panggilan bagi kita semua untuk memastikan bahwa pendidikan tinggi tetap menjadi jembatan bagi semua orang menuju masa depan yang lebih baik, bukan hambatan yang hanya bisa dilalui oleh mereka yang beruntung. Pendidikan adalah hak dasar yang harus bisa diakses oleh setiap warga negara tanpa terkecuali. Mari kita bersama-sama mencari solusi yang adil dan berkelanjutan agar pendidikan tinggi di Indonesia bisa dinikmati oleh semua lapisan masyarakat, dan bukan hanya oleh mereka yang mampu secara finansial. Dengan begitu, kita bisa membangun masa depan yang lebih cerah dan berkeadilan bagi generasi mendatang.

*Kawan-kawan bisa membaca artikel lain Mahasiswa Bersuara

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//