• Berita
  • Jawa Barat Kembali Menjadi Provinsi Paling Banyak Terjadi Pelanggaran Kebebasan Beragama Berkeyakinan

Jawa Barat Kembali Menjadi Provinsi Paling Banyak Terjadi Pelanggaran Kebebasan Beragama Berkeyakinan

Pelanggaran Kebebasan Beragama Berkeyakinan di Jawa Barat tercatat 47 peristiwa. Diperlukan pemimpin yang toleran.

Bayangan seorang pria kala berdoa saat itikaf atau tinggal di masjid di 10 hari terakhir bulan suci Ramadan di masjid Pusat Dawah Islam, Bandung, Jawa Barat, 2 Mei 2021. Berbeda dengan itikaf tahun-tahun sebelumnya, kali ini jumlah peserta itikaf hanya sedikit akibat pandemi Covid-19. (Foto: Prima Mulia)

Penulis Linda Lestari13 Juni 2024


BandungBergerak.idSETARA Institute melaporkan data hasil pemantauan terhadap Kebebasan Beragama Berkeyakinan (KBB) di Indonesia sepanjang tahun 2023. Hasilnya, ditemukan sebanyak 217 peristiwa dan 329 tindakan pelanggaran KBB di Indonesia. Dari 329 tindak pelanggaran ditemukan 114 tindakan dilakukan oleh aktor negara dan 215 tindakan dilakukan oleh aktor nonnegara.

SETARA Institute menyebut tingginya angka aktor nonnegara menunjukkan tesis terjadinya penguatan kapasitas koersif warga di tengah masyarakat. Kondisi ini sekaligus menggambarkan simpul sosial sebagai penopang societal leadership dan ekosistem toleransi belum sepenuhnya suportif pada penghormatan kebebasan beragama berkeyakinan.

SETARA Institute menyoroti tiga hal laporan KBB 2023. Pertama adalah kasus gangguan rumah ibadah yang menjadi tren pelanggaran yang masih terus berlangsung. SETARA Institute mencatat tren kasus gangguan tempat ibadah mengalami kenaikan yang signifikan selama 6 tahun terakhir. Pada 2017 ditemukan 17 kasus dan meningkat terus sampai 2023 terdapat 65 kasus gangguan tempat ibadah.

Kedua, tren pelanggaran yang masih menunjukkan delik penodaan agama. Sebagian besar penolakan didasarkan pada belum terpenuhinya syarat pendirian tempat ibadah sebagaimana diatur dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No 9 dan 8 Tahun 2006, yang mensyaratkan 90 pengguna tempat ibadah dan 60 dukungan dari warga setempat. Di sisi lain, mereka yang telah memenuhi syarat pun tetap mendapat penolakan dari masyarakat.

Ketiga, intoleransi masyarakat dan diskriminasi oleh elemen negara menunjukkan bahwa situasi kebebasan beragama berkeyakinan belum mengalami perbaikan.

Pelanggaran oleh aktor negara paling banyak dilakukan oleh pemerintah daerah sebanyak 40 tindakan dan kepolisian sebanyak 24 tindakan dengan diskriminasi dan pelarangan usaha sebagai tindak pelanggaran yang paling banyak dilakukan. Sedangkan pelanggaran oleh aktor nonnegara paling banyak dilakukan oleh warga sebanyak 78 tindakan pelanggaran KBB dengan tindak pelanggaran terbanyak intoleransi dan penolakan tempat ibadah. Umat Kristen dan Katolik menjadi korban paling banyak dalam peristiwa ini.

Baca Juga: Membangun Toleransi Beragama Melalui Perjumpaan Onto-Teologi
Jawa Barat Terus Bergelut dengan Masalah Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan
Jangan Lupakan Persoalan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan Kabupaten Bandung

Pada 2023, Jawa Barat kembali menjadi provinsi paling banyak melakukan pelanggaran KBB dengan 47 peristiwa. Terdapat perubahan posisi dari tahun sebelumnya, Jawa Timur di posisi pertama dengan 34 peristiwa.

SETARA Institute memperkirakan tren pelanggaran KBB akan terus terjadi secara konstan pada tahun 2024. Kepemimpinan toleransi di tubuh negara memiliki peran dalam perkembangan angka ini. Perspektif yang dianut pemerintah Indonesia tentang limitasi dan derogasi dalam pemenuhan hak asasi manusia secara umum meyakini bahwa kebebasan beragama berkeyakinan tetap tidak bisa dijamin secara holistik.

“Sekalipun politisasi agama dalam Pemilu 2024 tidak massif, akan tetapi kepemimpinan toleransi di tubuh negara dan ekosistem toleransi di tengah masyarakat belum tumbuh. Hal itu akan terus menjadi pemicu pelanggaran kebebasan beragama/berkeyakinan,” demikian pernyataan resmi SETARA Institute, diakses Kamis, 13 Juni 2024.

Di samping itu, SETARA Institute menilai sampai akhir kepemimpinan Joko Widodo-Maruf Amin belum mampu melahirkan kepemimpinan dan terobosan kebijakan yang berpihak pada pemajuan kebebasan beragama berkeyakinan, khususnya terkait pendirian tempat ibadah.

SETARA Institute menilai Jokowi tidak dapat memenuhi harapan publik atas stagnasi KBB 2014. Pemerintah tampak tegas terhadap kelompok intoleran, namun pada saat yang sama pelanggaran KBB masih terus terjadi. Regulasi yang menghambat jaminan KBB terus ada, bahkan bertambah, baik di tingkat pusat maupun daerah.

SETARA Institute menyebut aktor nonnegara pada pelanggaran KBB tidak memiliki kemampuan bargaining politik yang kuotasi. Situasi ini dapat menjebak pada pengabaian pemajuan jaminan kebebasan beragama/berkeyakinan.

*Kawan-kawan dapat membaca tulisan-tulisan lain Linda Lestari, atau artikel-artikel lain tentang Kebebasan Beragama Berkeyakinan

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//