• Opini
  • MAHSISWA BERSUARA: Belajar Metode Infrastruktur Hijau dari Swedia

MAHSISWA BERSUARA: Belajar Metode Infrastruktur Hijau dari Swedia

Indonesia menjadi negara peringkat kelima setelah Brazil dan Rusia dalam menyumbang gas karbon dioksida di seluruh dunia. Pemanasan global menjadi ancaman serius.

Keith Chow

Mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) Bandung

Ilustrasi transisi energi. (Desain: Bawana Helga Firmansyah/BandungBergerak.id)

17 Juni 2024


BandungBergerak.id – Pemanasan global yang terus meningkat setiap harinya telah menjadi masalah yang cukup serius di Indonesia. Penyebab pemanasan global ini dikarenakan penggunaan kendaraan bermotor yang terus meningkat dan pabrik-pabrik yang bermunculan setiap tahunnya. Badan Pusat Statistik (BPS) mempublikasikan data peningkatan jumlah kendaraan bermotor di Indonesia pada tahun 2021 mencapai jumlah 141.992.573 unit. Serta Kementerian Perindustrian Republik Indonesia mencatat laju pertumbuhan sektor pabrik industri yang berkisar pada 5,3% di tahun 2023. Bertambahnya kendaraan dan industri  menjadikan Indonesia sebagai negara yang cukup serius dalam menghadapi tantangan dalam mengatasi pemanasan global.

Secara nasional, jumlah karbon dioksida yang diproduksi setiap harinya juga dipastikan melonjak seiring bertambahnya pabrik industri dan kendaraan bermotor yang tidak sebanding dengan penanganannya. Dari data yang diperoleh menurut analisa Carbon Brief, Indonesia telah menjadi negara yang menduduki peringkat kelima setelah Brazil dan Rusia dalam menyumbang gas karbon dioksida di seluruh dunia yaitu dengan jumlah sebesar 101,8 miliar ton atau 4% dari total karbon dioksida secara global. “Secara total, manusia telah menghasilkan sekitar 2.500 miliar ton CO2 ke atmosfer, sejak 1850,” tulis Carbon Brief. Melihat dari cukup banyaknya jumlah karbon dioksida yang diproduksi, membuat penyebaran karbon dioksida menjadi salah satu tantangan pemanasan global terbesar di Indonesia.

Bisa kita bayangkan dampak karbon dioksida bagi negara kita, gas karbon dioksida mengalami peningkatan yang cukup tajam sehingga dapat memicu terjadinya pemanasan global di dunia. Apalagi gas karbon dioksida ini merupakan salah satu jenis gas yang cukup berbahaya bagi kesehatan masyarakat dan kesehatan lingkungan. Situs Alodokter menyebutkan menghirup gas karbon dioksida secara terus menerus dapat menyebabkan seseorang mengalami mual, muntah, pusing, sakit kepala, dan detak jantung yang meningkat. Bisa dibayangkan dampak karbon dioksida bagi tubuh kita, gas tersebut dapat berpotensi untuk menimbulkan masalah kesehatan yang cukup serius.

Indonesia menghadapi permasalahan klasik yaitu belum adanya kesadaran masyarakat tentang pentingnya mengurangi produksi gas karbon dioksida dan penanganan hasil limbah gas karbon dioksida dari pabrik industri yang masih belum bertanggung jawab. Adapun program yang telah dibuat oleh pemerintah seperti pengembangan mobil listrik, kebijakan aturan pelat nomor ganjil-genap, dan pemanfaatan energi baru terbarukan juga masih belum berhasil berjalan di Indonesia. Indonesia tidak mungkin terus diam dan bergantung pada program-program yang ada dan terbukti tidak begitu efektif untuk mengatasi produksi kadar karbon dioksida yang terus meningkat. Masalah pemanasan global yang tentunya terjadi di banyak tempat sekarang ini, tentunya membutuhkan penanganan yang cukup serius.

Baca Juga: MAHASISWA BERSUARA: Meraih Sukses di Usia Muda, Strategi Membangun Bisnis Impian
MAHASISWA BERSUARA: Mempermudah Pengaduan Masyarakat akan Meningkatkan Kualitas Layanan Publik
MAHASISWA BERSUARA: Belajar dari Ternak Uang ala Timothy Ronald

Belajar dari Swedia

Swedia merupakan salah satu negara maju di Eropa dengan segudang inovasi di bidang infrastruktur hijau. Dapat dilihat ketika negara-negara maju lainnya berlomba-lomba membangun gedung pencakar langit tertinggi, Swedia sudah selangkah lebih maju daripada negara-negara maju lainnya dengan membangun green building tertinggi pertama di dunia. Sweden Green Business Certification Inc., menyebutkan Swedia telah menempati peringkat kelima di dunia dalam daftar tahunan 10 negara dan wilayah teratas pada tahun 20222 untuk Leadership in Energy and Environmental Design (LEED) atau sistem sertifikasi bangunan hijau dunia. Menurut Kepala GBCI Eropa, Kay Killmann, Swedia memiliki sejarah komitmen yang kuat terhadap bangunan hijau dan pola pikir budaya yang berpusat pada keberlanjutan.

Dengan ciptaan teknologi yang canggih, Swedia telah berhasil mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan dan mengembangkan infrastruktur hijau yang berkelanjutan, seperti emisi gas rumah kaca, ketergantungan pada bahan bakar fosil, konsumsi energi, pencemaran lingkungan, dan penggunaan sumber daya alami. Berdasarkan C40 Cities Climate Leadership Group, kota-kota di Swedia, seperti Gothenburg dan Malmö, telah menerima penghargaan C40 Cities Award. Penghargaan ini diberikan kepada kota-kota yang menunjukkan komitmen terhadap tindakan iklim dan pengurangan emisi gas rumah kaca.

Mari kita bedah lebih dalam bagaimana Swedia mengatasi tantangan lingkungan di era ini dengan memanfaatkan kemajuan teknologi yang telah diciptakan, kebijakan pemerintah yang mendukung program tersebut, serta sumber daya manusia yang sadar betapa pentingnya infrastruktur hijau bagi lingkungan. Banyaknya perusahaan dan juga pabrik di Swedia dengan ancaman asap limbah pabrik tidak menjadikan negara itu gentar dalam terus berinovasi dalam infrastruktur hijau. Dalam usahanya, Swedia telah berkembang pesat dalam memajukan infrastruktur hijau. Terdapat beberapa metode yang telah diterapkan oleh Swedia dalam hal ini, di antaranya adalah sistem jaringan transportasi ramah lingkungan, sistem bangunan hijau, dan juga taman dan ruang terbuka hijau.

Jaringan Transportasi Ramah Lingkungan

Swedia telah menerapkan berbagai inisiatif dan sistem jaringan transportasi yang ramah lingkungan yang tentunya sangat efektif dalam mengurangi gas emisi dari kendaraan bermotor. Salah satunya adalah Swedia memajukan teknologi dan juga penelitian mengenai kendaraan listrik dan juga jenis kendaraan lain yang emisi gas buangnya tidak mengganggu lingkungan. Berdasarkan New Scientist, Swedia telah berkomitmen untuk menjadi negara yang netral karbon pada tahun 2045. Tak hanya itu, Swedia juga terus memperbaharui fasilitas transportasi umum yang dimilikinya agar dapat beroperasi dengan efektif dan mempermudah perpindahan antar transportasi.

Hal ini dapat dilihat dari inovasi Swedia di Pulau Gotland yang menjadi daerah pertama di dunia yang menerapkan penggunaan jalan listrik untuk mengisi daya kendaraan melalui induksi yang menggunakan elektromagnetik pada kendaraan. Selain transportasi umum, Swedia juga terus melengkapi infrastruktur sepeda yang ada, tentunya ini sangat memanjakan para pesepeda dan menjadikan Swedia sebagai negara ramah bersepeda. Hal ini memicu lebih banyak orang untuk menjadi pengguna sepeda sebagai sarana transportasi yang ramah lingkungan dan juga sehat. Dilansir dari Bicycle Dutch, Malmö, kota terbesar ketiga di Swedia, telah dinobatkan untuk ketiga kalinya sebagai kota ramah bersepeda pada tahun 2019.

Bangunan Hijau

Suatu inovasi bangunan di Swedia dirancang, dibangun, dan dioperasikan dengan mempertimbangkan dampaknya terhadap lingkungan. Menurut ruang-sipil.com bangunan hijau menawarkan berbagai manfaat yang signifikan baik untuk lingkungan maupun bagi penghuninya, manfaat yang dapat diperoleh di antaranya untuk kesehatan, lingkungan, dan keuangan. Bahan bangunan menjadi kunci dalam desain bangunan hijau, umumnya proses pembangunan gedung dan jembatan pasti membutuhkan semen sebagai bahan inti pengikat antara agregat dan air sehingga dapat diolah menjadi beton. Dikarenakan hal tersebut, beton bisa dianggap menjadi permasalahan inti dalam produksi semen dikarenakan permintaan beton yang meningkat dan sejalan dengan emisi CO2 yang dihasilkan.

“Produksi satu ton semen menghasilkan emisi gas CO2 sebesar 0.55 ton dari reaksi kimia yang terjadi. Sebanyak 0.4 ton dari total pembakaran bahan bakar fosil yang dibutuhkan untuk memanaskan klin hingga suhu 1500°C. Dengan demikian, produksi 1 ton semen setara dengan 0.95 ton CO2 yang dihasilkan.” (Davidovits,1944).

 Swedia telah memutuskan untuk menerapkan berbagai teknologi dan inovasi dalam pembuatan bangunan hijau serta berhasil mengatasi masalah emisi CO2 dari pembuatan beton dari teknologi buatannya. Salah satunya teknologi bangunan cerdas (smart building).

Di Swedia penerapan smart building menjadi salah satu fokus utama dalam pengembangan bangunan hijau. Berdasarkan Smart City Sweden, Swedia telah berhasil merancang dan membangun bangunan dengan penggunaan energi yang lebih efisien hingga 51 kWh per meter persegi per tahun, yang merupakan setengah dari konsumsi energi yang diperbolehkan oleh pemerintah Swedia. Proses perencanaan dan desain bangunan hijau di Swedia melibatkan beberapa tahap penting untuk memastikan bangunan tersebut memenuhi kriteria keberlanjutan dan efisiensi energi. Aspek yang perlu dipertimbangkan dari perencanaan ini antara lain tahap desain bangunan, tahap pelaksanaan, material bangunan, efisiensi penggunaan energi, dan efisiensi penggunaan air. Dengan memperhatikan aspek-aspek ini selama tahap perencanaan dan desain, bangunan hijau dapat mencapai kinerja yang maksimal dan dapat berkontribusi pada lingkungan dengan baik.

Seluruh bangunan hijau yang tersebar di Swedia telah lolos dari standar dan kriteria yang digunakan dalam sertifikasi bangunan hijau. Dilansir dari Global Sustainable Buildings Index, Swedia menduduki peringkat ke-10 dalam peringkat penggunaan LEED di seluruh dunia. Sistem klasifikasi bangunan ini dapat digunakan ke dalam bangunan yang sudah terbuat maupun bangunan yang baru dibangun. Sistem ini dibagi menjadi tiga tingkatan yang dimulai dari perunggu, perak, dan sampai ke emas. Dalam sertifikasi ini klasifikasi berfokus mengklasifikasikan standar suatu bangunan dalam kaitannya dengan transportasi, situs berkelanjutan, efisiensi air, energi, atmosfer, material dan sumber daya, kualitas lingkungan dalam ruangan, inovasi, prioritas regional, dan proses integratif.

Taman dan Ruang Terbuka Hijau

Dilihat dari jaringan transportasi ramah lingkungan dan bangunan-bangunan hijau yang dimiliki Swedia, jelas sekali negara ini sangat mengupayakan penghijauan dalam pembangunan infrastruktur negaranya. Hal ini pun dibenarkan oleh dana yang diberikan pemerintah Swedia untuk pengelolaan taman nasional dan kawasan lindung lainnya. Berdasarkan Biodiversity Information System for Europe, Swedia memberikan sekitar 42 juta Euro dan 35% di antaranya dialokasikan untuk pemeliharaan dan pemulihan alam pada tahun 2016. Swedia terus memperhatikan infrastruktur yang dimilikinya secara serius, seperti membangun jalur pejalan kaki tersendiri. Dilansir dari Okezone.com, seorang arsitek bernama Anders Berensson ditugaskan secara khusus untuk merancang jalur jalan layang untuk pejalan kaki yang akan menghubungkan atap-atap gedung di Kota Stockholm.

Taman dan ruang terbuka hijau di Swedia dirancang untuk memberikan lingkungan yang indah dan sehat bagi penduduk dan pengunjung yang tentunya berperan penting dalam menjaga keanekaragaman hayati, menyediakan ruang untuk rekreasi dan meningkatkan kualitas hidup dalam kota. Untuk itu, taman-taman dan ruang terbuka hijau yang dimiliki Swedia sering kali dilengkapi dengan area bermain anak yang dirancang secara khusus, fasilitas olahraga, area piknik dengan fasilitas yang memungkinkan para pengunjung untuk bersantai, hingga toilet umum yang tentunya memastikan kenyamanan dan kemudahan aksesnya. Berdasarkan visitsweden.com, Kebun Raya Gothenburg bahkan mempunyai ‘jalur tupai’ yang bisa dijelajahi oleh anak-anak. Selain itu, salah satu taman tertua di Kota Malmö menyimpan lebih dari 130 spesies pohon anggung dari 3 benua. Bahkan di taman Folkets terdapat kebun binatang rumah reptil yang tentunya jarang ditemui di taman-taman lainnya.

Untuk mencapai standar infrastruktur hijau yang mirip dengan Swedia, Indonesia perlu memperhatikan dan mengambil langkah-langkah yang tepat. Mulai dari pemerintah yang mulai memperketat kebijakan mengenai pengurangan emisi gas karbon dioksida dan mulai mengambil tindakan yang tegas serta menerapkan sistem pajak dan denda yang efektif bagi pelaku pabrik industri yang tidak mematuhi sistem pengelolaan gas karbon dioksida. Pentingnya kesadaran masyarakat tentang bahayanya gas karbon dioksida bagi bumi kita ini dikarenakan masyarakat juga turut mengambil peran penting dalam mewujudkan lingkungan yang indah. Masyarakat perlu dibimbing untuk menjaga lingkungan, mengurangi pemakaian kendaraan bermotor, serta menanam pohon atau reboisasi. Pemerintah juga harus mencontoh beberapa metode yang diterapkan dalam pembuatan infrastruktur hijau  agar Indonesia dapat mengembangkan lingkungan yang ramah lingkungan dan mengambil peran dalam mengurangi pemanasan global yang terjadi di dunia.

*Kawan-kawan bisa membaca artikel-artikel lain Mahasiswa Bersuara

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//