MAHASISWA BERSUARA: Paylater Mendukung Pelaku Usaha tapi Menghambat Pertumbuhan Ekonomi?
Paylater dalam operasional bisnis ritel skala kecil dapat menghambat pertumbuhan ekonomi bahkan menciptakan deflasi di Indonesia.
Vanessa Agatha
Mahasiswa Jurusan Administrasi Bisnis Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) Bandung
19 Juni 2024
BandungBergerak.id – Di era digital yang terus berkembang, berbagai inovasi di bidang finansial muncul untuk memenuhi kebutuhan konsumen dan pelaku usaha. Salah satu produk yang semakin populer adalah layanan Paylater.
Paylater adalah salah satu fintech lending atau layanan pembiayaan yang memungkinkan pengguna untuk melakukan pembelian tanpa membayar secara langsung dan pembayaran dapat dilakukan dalam periode waktu tertentu setelah pembelian dilakukan. Layanan Pay later menjadi salah satu metode pembayaran favorit terutama di kalangan pelaku usaha bisnis ritel berskala kecil seperti kelontongan karena mereka bisa mendapatkan modal yang besar dengan cepat dan mudah.
Namun, yang tidak disadari adalah konsep “bayar nanti” dalam layanan Paylater ini menjadi utang bagi pelaku usaha dan menambah utang yang beredar. Seiring bertambahnya utang yang beredar, jumlah uang yang beredar di masyarakat pun akan turut berkurang dan secara langsung dapat menciptakan deflasi.
Meskipun layanan Paylater ini membantu pelaku usaha berskala kecil seperti kelontongan, sayangnya banyak yang belum menyadari bahwa penggunaan Paylater dalam operasional bisnis ritel skala kecil dapat menghambat pertumbuhan ekonomi bahkan menciptakan deflasi di Indonesia.
Baca Juga: MAHASISWA BERSUARA: Belajar dari Ternak Uang ala Timothy Ronald
MAHSISWA BERSUARA: Belajar Metode Infrastruktur Hijau dari Swedia
MAHASISWA BERSUARA: Gerakan All Eyes on Papua untuk Keadilan di Surga Kecil yang Jatuh ke Bumi
Paylater Menghasilkan Utang
Seperti yang diketahui, layanan Pay later bekerja dengan cara pengguna bisa mendapatkan dana di awal dan bisa bayar nanti sesuai waktu jatuh tempo yang ditetapkan. Dengan begitu, dapat ditegaskan bahwa layanan paylater menghasilkan utang. Utang ini akan melalui pengurangan kredit atau proses deleveraging, yaitu upaya perusahaan atau individu untuk mengurangi total utangnya dengan melunasi utang dan kewajiban yang ada (Hartoyo, 2019).
Dalam pandangan ekonomi, uang yang digunakan untuk membayar utang biasanya akan dihapus dari sistem perbankan karena mengurangi simpanan mereka di bank dan berakibat mengurangi jumlah uang yang beredar. Irving Fisher mengemukakan dalam quantity theory of money, bahwa pengurangan jumlah uang yang beredar dalam masyarakat akan menciptakan deflasi. Deflasi ini kemudian akan berdampak negatif pada pendapatan pelaku usaha dan dalam jangka panjang dapat menghambat pertumbuhan ekonomi, meningkatkan tingkat pengangguran, bahkan sampai menurunkan devisa negara sebab tarikan pajak yang menurun akibat pendapatan masyarakat yang menurun.
Kemudahan pelaku usaha kelontongan dalam melunasi utang Paylater nya tentu memerlukan dukungan dari perputaran arus kas yang cepat dan meningkat. Banyak faktor yang sangat menentukan apakah perputaran arus kas usaha kelontongan tersebut akan cepat atau justru melambat. Seperti lokasi toko, kondisi ekonomi masyarakat sekitar toko, persaingan pasar, harga jual yang kurang bersaing, tingkat persediaan toko, volume penjualan, fluktuasi penjualan berdasarkan musim, kebijakan pembayaran dan masih banyak faktor lainnya. Kesulitan untuk unggul dalam beberapa faktor ini, ditambah dengan keuntungan yang relatif kecil dari tiap produknya, akan berisiko tinggi pada kelancaran pembayaran utang Paylater.
Pelaku usaha juga perlu membayar bunga yang ditetapkan oleh penyedia masing-masing, namun OJK memberlakukan batas tingkat bunga fintech lending sebesar maksimum 0,4% per hari (Tim Redaksi Kompas.com, 2022) atau setara 12% per bulan. Apabila bunga yang tinggi ini tidak didukung oleh perputaran arus kas yang cepat, maka terdapat peluang yang besar bagi pelaku usaha kelontongan untuk mengalami kredit macet bahkan gagal bayar. Kredit macet dan gagal bayar ini dapat menghambat pertumbuhan ekonomi karena mengurangi stabilitas keuangan ke depannya.
Selain mengemukakan bahwa pengurangan jumlah uang yang beredar di masyarakat akan menciptakan deflasi, Irving Fisher dalam quantity theory of money-nya juga berpendapat bahwa jumlah peredaran uang berbanding lurus dengan perubahan harga, yang artinya jumlah uang yang beredar akan memengaruhi harga barang. Deflasi yang terjadi merupakan akibat dari menurunnya daya beli masyarakat terhadap produk yang ditawarkan. Dengan begitu, harga jual barang pun akan turun dan secara langsung mengurangi pendapatan pelaku usaha kelontongan. Menurunnya pendapatan akan mempersulit pelaku usaha kelontongan itu sendiri untuk melunasi utang Paylater yang awalnya digunakan untuk mendapatkan modal. Lebih dari itu, menurunnya pendapatan pelaku usaha dan konsumsi yang menurun juga dapat menghambat pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
Layanan Paylater memang membantu pelaku usaha ritel berskala kecil seperti kelontongan dalam mendapatkan modal usaha. Namun, penting bagi pelaku usaha untuk mengecek terlebih dahulu jasa penyedia layanan fintech lending yang aman dan sudah terdaftar di OJK serta teliti dalam memeriksa peraturan yang diberlakukan, waktu jatuh tempo, dan besaran bunga pinjaman tiap jasa penyedia.
Pelaku usaha juga perlu cermat dalam mengatur keuangan kas toko kelontongannya agar dapat membayar utang Paylater tepat waktu. Selain Paylater, pelaku usaha juga dapat meminjam modal dari bank karena bank memiliki bunga pinjaman yang lebih rendah, peraturan yang tetap, dan waktu jatuh tempo yang lebih fleksibel. Namun apabila pelaku usaha sudah menggunakan layanan Paylater untuk modal usaha, jangan lupa untuk mengelola keuangan dengan bijak dan membayar tagihan tepat waktu.
*Kawan-kawan bisa membaca artikel-artikel lain Mahasiswa Bersuara