Kasus Korupsi PLTU 2 Cirebon, Iklim Panas dan Uang Panas
Pembangunan PLTU 2 Cirebon berdampak negatif pada lingkungan dan nelayan. Bahkan pembangunan ini diwarnai praktik korupsi.
Penulis Awla Rajul20 Juni 2024
BandungBergerak.id - Penurunan pendapatan nelayan dan penyakit saluran pernapasan menjadi beberapa keluhan yang sering dikeluhkan masyarakat pascaberdirinya Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Kabupaten Cirebon. Di samping itu, proyek ini terbukti dibangun dengan cara-cara melanggar hukum. Mantan Bupati Cirebon Sunjaya Purwadisastra terbukti melakukan korupsi dan pencucian uang pada proyek PLTU 2.
Perwakilan Koalisi Bersihkan Cirebon (Karbon) Dehya membenarkan PLTU 1 Cirebon yang berlokasi di kawasan Waruduwur Kanci berdampak terhadap penghasilan nelayan. Sebelum ada PLTU, kawasan tersebut merupakan lokasi nelayan untuk mendapatkan tangkapan hasil laut. Warga sekitar juga meneluhkan penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA).
“Semenjak ada PLTU sekarang teman-teman nelayan harus memutar PLTU baru bisa dapat ikan dan itu pun enggak sebanyak dulu. Bahkan bisa jangkauanya lebih luas gitu kan, menambah lagi solarnya itu kan, cost-nya,” ungkap Dehya dalam podcast BandungBergerak.id.
Koalisi Bersihkan Cirebon menyoroti pembangunan PLTU yang sejak awal salah. Mantan Bupati Cirebon periode 2014-2019 Sunjaya Purwadisastra terjerat kasus korupsi pada pembangunan PLTU Cirebon 2. Kedua pembangkit energi fosil batu bara ini letaknya bersebelahan.
Sebelum kasus korupsi itu mencuat ke publik, Dehya mengaku, bersama jaringan advokasi Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Barat dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung, melakukan rangkaian kampanye di media dan di masyarakat terdampak.
“Kemudian kami juga sempat beberapa tahun yang lalu bersurat sebelum adanya putusan Hakim terkait kasus Bupati, kami dengan teman-teman Wahli Jabar dan LBH bersurat ke KPK untuk mengusut tuntas terkait kasus korupsi yang di PLTU 2. Alhamdulillah kita gols, cuma memang hanya satu pelaku yang istilahnya belum belum gol gitu kan, belum kena, itu target kami (selanjutnya),” ungkap Dehya.
PLTU Menyumbang Pemanasan Global
PLTU merupakan salah satu jenis infrastruktur ketenagalistrikan dalam Proyek Strategis Nasional (PSN). Kegiatan PLTU yang menggunakan energi fosil batu bara sebagai bahan bakar dalam melakukan pembangkitan listrik diketahui merupakan kegiatan yang tidak ramah lingkungan.
“Karena hasil dari kegiatan PLTU akan mengeluarkan limbah yang berbahaya bagi lingkungan sekitarnya, di mana salah satu dampak akibat kegiatan PLTU adalah pemanasan global. Pemanasan global (global warming) merupakan sebuah permasalahan yang sudah terjadi sejak mulai banyaknya kegiatan industri yang dilakukan oleh manusia dan mulai terasa dampaknya oleh seluruh masyarakat dunia,” tulis Nenden Fatimah Dzahabiyyaha, Maret Priyantab, dan Yulinda Adharanicabc, diakses dari LITRA: Jurnal Hukum Lingkungan Tata Ruang dan Agraria Departemen Hukum Lingkungan Tata Ruang dan Agraria, Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran (Unpad), Kamis, 20 Juni 2024.
Nenden dkk menjelaskan, dampak dari pemanasan global mengakibatkan perubahan iklim yang dirasakan oleh masyarakat dunia secara luas. Perubahan iklim merupakan berubahnya pola cuaca (temperatur, kelembaban, dan lain-lain) bumi secara signifikan.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) kemudian membentuk United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) yang merupakan Konvensi Rangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim dengan tujuan utama untuk mencegah tindakan-tindakan yang dapat berpengaruh terhadap perubahan iklim bumi.
“Setiap tahunnya diadakan pertemuan rutin para anggota yang dinamakan Conference of Parties (COP). Pada tahun 2015, COP ke-21 UNFCCC diselenggarakan di Paris, Perancis dengan dihadiri oleh 196 negara dan menghasilkan suatu perjanjian internasional yang dinamakan Paris Agreement sebagai bentuk realisasi komitmen secara global atas permasalahan perubahan iklim,” papar Nenden dkk.
Tujuan utama dari Paris Agreement adalah menekan kenaikan suhu bumi di bawah 2 derajat Celsius atau bahkan sampai di bawah 1,5 derajat Celsius dengan mengurangi emisi gas rumah kaca.
Indonesia sebagai salah satu negara peserta UNFCCC turut berkomitmen melalui Nationally Determined Contribution (NDC) yang mencantumkan target penurunan emisi oleh Indonesia adalah sebesar 29 persen dari kegiatan normal Indonesia sendiri (Business as Usual/BAU) dan sebesar 41 persen dengan bantuan internasional pada tahun 2030.
PLTU Cirebon yang pembangunannya diwarnai korupsi, tentu menyalai perjanjian internasional ini. Akhir-akhir ini suhu bumi semakin panas. Bahkan Cirebon yang dikenal sebagai daerah bercuaca terik dirasakan semakin panas.
“Sekarang juga kan Cirebon memang rasanya semakin panas,” kata Dehya.
Baca Juga: Sidang Gugatan Izin Lingkungan PLTU Tanjung Jati A, Lingkungan Tercemar dan Mata Pencaharian Petambak Garam Hilang
Walhi Jabar Menyerukan Pensiunkan PLTU Cirebon 1 Sekarang Juga
PTUN Bandung Membatalkan Izin Lingkungan PLTU Tanjung Jati A Cirebon, Walhi Jabar: Aktivitas Konstruksi Harus Dihentikan
Kasus Korupsi yang Melibatkan Hyundai
Mantan Bupati Cirebon Sunjaya Purwadisastra divonis tujuh tahun penjara dan denda 1 milliar subsider tiga bulan penjara. Itu berdasarkan putusan sidang nomor 49/Pid.Sus-TPK/2023/PN Bdg Pengadilan Negeri Bandung dengan Ketua Majelis Hakim Diah Sulastri dan anggota majelis hakim Bambang Purnomo dan Arif Supriyadi.
Sunjaya didakwa atas kasus suap, gratifikasi, dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) sebesar 66.756.511.344 rupiah.? Sejumlah uang tindak pidana korupsi lantas ditaruh di berbagai rekening atas namanya sendiri maupun identitas orang lain, maupun ditaruh ke berbagai aset.
Hyundai selaku kontraktor pembangunan PLTU Cirebon 2 pun ikut terlibat pada kasus korupsi ini. Hyundai terbukti memberikan suap dalam bentuk uang dan fasilitas perjalanan untuk mengamanan pembangunan. Pertemuan pertama pada Maret 2017, Sunjaya melakukan pertemuan dengan perwakilan PT. Hyundai, yaitu Herry Jung dan Kim Tae Hwa. Pada kesempatan itu, terdapat pembahasan mengenai permohonan pengamanan kelancaran proyek pembangunan PLTU 2 Cirebon yang waktu itu terhambat oleh banyaknya demo penolakan masyarakat dan LSM.
Sunjaya meminta sejumlah uang kepada PT. Hyundai untuk biaya pengamanan demo. Setelah “negosiasi” beberapa kali pertemuan, PT. Hyundai sepakat memberikan uang pengamanan sebesar 10 milliar rupiah kepada Sunjaya agar proyek pembangunan PLTU 2 Cirebon berjalan lancar. Uang panas itu tidak diberikan dalam bentuk tunai. Melainkan, dengan cara disalurkan kepada sebuah perusahaan dengan perjanjian kontrak kerja tertentu.
Salah seorang saksi di persidangan juga menyebutkan, Sunjaya sempat mengunjungi PT. Hyundai di Korea Selatan pada April 2017. Semua biaya perjalanan, termasuk tiket pesawat pulang-pergi dan penginapan ditanggung oleh PT. Hyundai. Sunjaya terbukti bersalah sebagaimana pasal 12 huruf (a) dan Pasal 12B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan Pasal 3 Undang-Undang TPPU.
*Kawan-kawan yang baik bisa membaca tulisan-tulisan lain dari Awla Rajul atau artikel lain tentang Proyek Strategis Nasional