• Berita
  • Walhi Jabar Menyerukan Pensiunkan PLTU Cirebon 1 Sekarang Juga

Walhi Jabar Menyerukan Pensiunkan PLTU Cirebon 1 Sekarang Juga

Beroperasinya PLTU Cirebon 1 berdampak buruk pada perubahan iklim yang sekarang terjadi. Warga sekitar PLTU paling dirugikan.

Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Cirebon, Jawa Barat. Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung membatalkan izin lingkungan PLTU Tanjung Jati A Cirebon dalam sidang putusan Kamis (13/10/2022). (Sumber: Walhi Jabar)

Penulis Awla Rajul12 April 2024


BandungBergerak.idMekanisme Transisi Energi (Energy Transition Mechanism/ETM) untuk pemensiunan dini Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Cirebon Unit 1 (Cirebon 1) dipertanyakan koalisi masyarakat sipil bidang lingkungan. Warga yang memiliki kekhawatiran terhadap berjalannya proyek, mereka terbatas dalam mendapatkan informasi yang lebih rinci tentang bagaimana proyek ini akan dinonaktifkan. Warga juga tidak memiliki kesempatan berpartisipasi secara penuh dan bermakna dalam proses pengambilan keputusan.

Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Barat yang tergabung dalam koalisi ini menyatakan, Mekanisme Transisi Energi PLTU Cirebon Unit 1 tidak memiliki kepentingan dengan persoalan iklim, lingkungan maupun masyarakat lokal. Mekanisme ETM yang didanai oleh Asian Development Bank (ADB) ini dinilai hanyalah kepentingan greenwashing besar-besaran dari korporasi raksasa.

Sebagai organisasi lingkungan, Walhi Jabar juga menilai kerangka kerja dasar mekanisme ETM di PLTU Cirebon 1 sangat jauh dari kerangka kerja untuk menjalankan pensiun dini PLTU Cirebon 1.

“ETM yang saat ini tengah dijalankan di PLTU Cirebon 1 tidak benar-benar ditujukan untuk mengatasi krisis iklim yang akan segera terjadi dan kurang mempertimbangkan masyarakat setempat, yang telah terkena dampak yang parah akibat pembangunan dan pengoperasian PLTU Cirebon 1,” demikian pernyataan resmi koalisi dalam Kertas Posisi Penerapan Mekanisme Transisi Energi untuk PLTU Batubara Cirebon Unit 1, Jumat, 5 Maret 2024. https://walhijabar.id/kertas-posisi-penerapan-mekanisme-transisi-energi-untuk-pltu-batubara-cirebon-unit-1/

Mekanisme Transisi Energi yang dibiayai oleh ADB adalah program peningkatan pembangunan infrastruktur energi dan percepatan transisi energi. Mekanisme ini bertujuan untuk mencapai target emisi nol bersih pada 2060 dengan menerapkan prinsip adil (just) dan terjangkau (affordable).

Skema ini dilakukan dengan dua cara, yaitu skema fasilitas pengurangan emisi dengan melakukan pensiun dini PLTU di Indonesia dan skema fasilitas energi bersih dengan mengembangkan atau menginvestasikan pembangunan fasilitas energi hijau.

Walhi menyebut skema ETM penuh dengan tipu muslihat. Sebab, mekanisme ini membebaskan perusaan besar yang berinvestasi di konsorsium CEP dari tanggung jawab krisis iklim. Mekanisme ini juga dinilai lebih condong memberi karpet merah bagi perusahaan untuk mempertahankan keuntungan. Melalui skema ETM, ADB, pemodal publik, swasta dan lainnya akan memberikan dukungan berupa investasi atas nama transisi energi.

“Hal itu tidak akan menghasilkan solusi nyata bagi krisis iklim, dan tidak lebih dari sekedar upaya greenwashing besar-besaran,” tulis Walhi.

Segera Pensiunkan PLTU Cirebon!

Walhi Jawa Barat menolak mekanisme maupun proses apa pun yang mengatasnamakan transisi energi di PLTU Cirebon 1. Mekanisme ini masih menyisakan banyak persoalan untuk lingkungan maupun masyarakat lokal. Krisis iklim merupakan keniscayaan yang tengah dihadapi di seluruh dunia. Makanya, PLTU Cirebon harus segera dinonaktifkan atau dipensiunkan.

Pembangunan dan pengoperasian PLTU Cirebon 1 telah nyata menimbulkan dampak, khususnya mata pencahariaan masyarakat di sekitar PLTU seperti tambak garam dan tempat penangkapan ikan. PLTU Cirebon 1 perlu dipensiunkan segera untuk mengurangi dampak kesehatan masyarakat, dampak sosial, maupun untuk melakukan langkah-langkah perbaikan dari dampak lingkungan dan sosial.

Melalui mekanisme ETM, PLTU Cirebon 1 juga terindikasi panjang umur dengan melakukan alih pemanfaatan (repurposing). Padahal, tak perlu memperpanjang umur PLTU Cirebon sekalin pun, jaringan listrik Jawa-Bali memiliki kelebihan pasokan listrik.

“Alih-alih mendorong pemensiunan PLTU Cirebon 1 sedini mungkin, kerangka kerja ini justru memberikan pembenaran untuk mengoperasikan PLTU Cirebon 1 selama 11 tahun lagi, yang mana hal ini masih jauh dari kerangka kerja yang bisa kami terima,” kata Walhi Jawa Barat.

Melalui mekanisme ETM, PLTU Cirebon 1 akan menggunakan teknologi-teknologi untuk memperpanjang usianya. Penerapan teknologi seperti co-firing, full-firing baik menggunakan pelet kayu, rdf, hingga hydrogen/ammonia hanya akan memperpanjang dampak buruk bagi masyarakat lokal. Di samping itu, korporasi besar yang berinvestasi akan mendapatkan keuntungan dari “alih pemanfaatan” PLTU Batubara ini.

“Kerangka kerja untuk transisi energi yang adil harus memprioritaskan masyarakat lokal, lingkungan, dan iklim, bukannya kerangka kerja yang hanya mengutamakan keuntungan korporasi besar,” kata Walhi Jawa Barat.

Selain itu, pengoperasian PLTU Cirebon Unit 2 (1.000 MW, Cirebon 2) yang memiliki total emisi gas rumah kaca lebih tinggi dibandingkan PLTU Cirebon 1 (660 MW) harus ditentang. Sayangnya, PLTU Cirebon 2 mulai beroperasi pada tahun 2023. Hal ini pun menjadi bukti bahwa skema transisi energi di bawah ETM merupakan trik “shell game”, yaitu trik permainan tidak jujur yang dilakukan untuk mengelabui orang.

Padahal, terungkapnya kasus suap yang melibatkan PLTU Cirebon 2 sudah menjadi alasan yang cukup untuk menghentikan operasi. Jika operasinya berhenti, hal ini akan menjadi daya dukung baik dari sisi penanganan perubahan iklim, maupun dampak lingkungan dan dampak yang dirasakan masyarakat setempat.

Walhi secara tegas menolak kerangka kerja yang tidak adil, tidak layak bagi iklim, lingkungan, dan masyarakat setempat. Dengan ETM, CEP, konsorsium pemrakarsa PLTU Cirebon 1 kemungkinan besar akan mendapatkan kompensasi dari pinjaman ETM atas kerugian yang diakibatkan oleh pemendekan jangka waktu Perjanjian Jual Beli Tenaga Listik.

Power Purchase Agreement (PPA) asalnya Agustus 2042 yang dipercepat menjadi Desember 2035. Hal ini ini mengesampingkan fakta bahwa masyarakat setempat yang mata pencahariannya hilang dan kesehatannya terdampak oleh pembangunan dan pengoperasian PLTU Cirebon justru tidak mendapatkan keuntungan apa-apa dari mekanisme ETM.

Baca Juga: Kritik Walhi pada Proyek Strategis Nasional di Jawa Barat
Pegiat Lingkungan Jawa Barat Menagih Hutan yang Hilang di Cisokan
Mempertanyakan Hak-hak Publik dalam Operasional Kereta Cepat Whoosh dan Proyek Infrastruktur Lainnya

Diresmikan 2012 Lalu

PLTU Cirebon 1 yang berkapasitas 1 x 660 MW yang terletak 10 km sebelah timur Kota Cirebon, Jawa Barat diresmikan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jero Wacik, Kamis, 18 Oktober 2012. Dalam sambutannya, Jero Wacik menyebutkan, PLTU Cirebon 1 akan menambah pasokan listrik jaringan Jawa-Bali hingga 5.500 GWh per tahunnya.

"Kebutuhan energi saat ini semakin besar, untuk mengimbanginya setiap bulan kami harus ada tindakan tandatangan kontrak dan groundbreaking pembangkit," ujar Jero Wacik, dikutip dari laman resmi ESDM. 

Nilai investasi PLTU Cirebon 1 mencapau USD 877 juta. Saat proyek pembangunannya, PLTU ini melibatkan 1.500 pekerja, adapun saat beroperasi menyusut menjadi 300 orang. PLTU ini dibangun dengan skema Independent Power Producer IPP) oleh konsorsium Indika Energy Tbk, Marubeni Corporation, Korea Midland Power Company, dan Santan Co. Ltd.

*Kawan-kawan yang baik bisa membaca tulisan-tulisan lain dari Awla Rajul atau artikel lain tentang Proyek Strategis Nasional

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//