Menanti Sosialisasi Pensiun Dini PLTU Cirebon 1

Rencana pensiun dini PLTU Cirebon 1 diharapkan tidak menyimpan agenda tersembunyi. Warga sekitar sudah jelas merasakan dampak merugikan dari PLTU.

Nelayan tengah mendorong kapal yang menutupi jalannya menuju ke tempat penambatan kapal, Desa Citemu, Kab. Cirebon, Jumat, 31 Mei 2024. (Foto: Awla Rajul/BandungBergerak)

Penulis Awla Rajul29 Juni 2024


BandungBergerak.idPensiun dini PLTU Cirebon 1 yang dipercepat tujuh tahun menjadi kabar baik dan harapan yang dinanti oleh masyarakat terdampak. Jauh sebelum pembangkit listrik energi batu bara ini beroperasi, masyarakat setempat telah merasakan dampak negatif, yaitu berkurangnya hasil mata pencaharian dari laut. Meski begitu, masyarakat setempat perlu mendapatkan sosialisasi terkait program pensiun dini untuk memitigasi dampak lanjutan.

Ketua Rakyat Penyelamat Lingkunga (Rapel) Aan Anwarudin mengaku mengetahui informasi tentang pensiun dini PLTU Cirebon 1 dari berita-berita maupun informasi dari teman-temannya. Ia menyebutkan, masyarakat setempat yang terdampak PLTU, seperti masyarakat Kanci Kulon, Waruduwur, maupun Citemu belum mendapatkan sosialisasi dari pihak terkait.

“Kalau saya, teman-teman saya sampai dengan saat ini ya belum pernah mendapatkan surat, mendapatkan pemberitahuan, baik pemerintah maupun perusahaan. Belum pernah mendapatkan (sosialisasi),” ungkap Aan Anwarudin saat dihubungi BandungBergerak dari Bandung, Jumat, 21 Juni 2024.

Penutupan PLTU Cirebon 1 yang merupakan Proyek Strategis Nasional menjadi harapan yang telah lama dinanti oleh masyarakat yang terdampak langsung aktivitas pembangkitan listrik yang bersumber dari energi kotor batu bara. Aan menerangkan, masyarakat sekitar lebih banyak merasakan dampak buruk dari PLTU dibandingkan manfaat. Masyarakat yang kebanyakan berprofesi nelayan, petani garam, petambak, maupun pembuat terasi merasakan penurunan pendapatan dibandingkan dengan tahun-tahun sebelum dimulainya aktivitas pembangunan PLTU.

“Kita sangat mengharapkan sekali dari dulu PLTU ini bisa ditutup. Awal pemerintah sepakat bahwa PLTU batu bara adalah sumber pencemaran, sumber pemanasan global, ya kenapa nunggu nanti-nanti? Kenapa tidak sekarang atau tidak secepatnya?” ungkap Aan secara retoris di ujung telepon.

Aan tidak menampik bahwa PLTU memang juga memberi manfaat, seperti mendatangkan penghasilan dan membuka lapangan pekerjaan. Namun angka manfaat ini tidaklah sebanding jika dibandingkan dengan jumlah masyarakat yang merasakan dampak negatif PLTU. Ada sekitar 60 orang masyarakat setempat yang dipekerjakan di PLTU, tetapi sekitar 3.000 lebih warga yang berprofesi sebagai nelayan dari Kanci Kulon harus menelan pil pahit sebab hasil laut yang sedikit.

“Jadi keberadaan PLTU dari awal sampai sekarang saya tidak mengatakan tidak ada manfaatnya. Ya ada manfaatnya buat sekitar 60 orang itu, tetapi buat sekitar 3.000 orang lebih Kanci Kulon itu tidak merasakan manfaatnya terkait keberadaan PLTU. Jadi antara maslahat dan mudarat jauh sekali,” tegasnya.

Di balik program pensiun dini yang akan diaplikasikan PLTU Cirebon 1, Aan berharap agar pemerintah segera melakukan percepatan penghentian operasional PLTU yang sudah beroperasi sejak 2012 tersebut. Di samping itu, ia juga meminta pihak-pihak terkait untuk melakukan rehabilitasi lahan. Sebab, selain minimnya penghasilan laut pascapengurugan lahan untuk membangun PLTU, banyak ditemui tumpahan batu bara di pesisir Cirebon yang berdampak buruk bagi lingkungan dan penghasilan para nelayan.

“Saya meyakini dan banyak sekali saksi-saksi, itu di pinggir pantai Cirebon itu sudah penuh dengan tumpahan batu bara. Jadi saya sangat mengharapkan sekali ada rehabilitasi lahan ketika PLTU ini dihentikan,” tegas Aan.

Nelayan di dermaga Desa Citemu, Kab. Cirebon, Jumat, 31 Mei 2024. (Foto: Awla Rajul/BandungBergerak)
Nelayan di dermaga Desa Citemu, Kab. Cirebon, Jumat, 31 Mei 2024. (Foto: Awla Rajul/BandungBergerak)

Pentingnya Sosialisasi untuk Warga

Sosialisasi mengenai program pensiun dini PLTU Cirebon 1 menggunakan mekanisme Energy Transition Mechanism (ETM) yang dibiayai Asian Bank Development (ADB) perlu disampaikan kepada masyarakat setempat yang merasakan dampak langsung dari PLTU. Masyarakat setempat perlu turut andil untuk partisipasi yang bermakna.

Hal tersebut ditegaskan oleh Direktur Eksekutif Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung Heri Pramono. Setiap pembangunan maupun penghentian infrastruktur besar perlu melibatkan masyarakat. Hal ini, salah satunya, untuk menghindari dampak lanjutan yang akan dirasakan oleh masyarakat apabila terdapat kebijakan baru yang tidak diketahui masyarakat.

“Iya (penting), karena setiap pembangunan dan setiap pemensiunan PLTU itu pasti akan ada dampak. Termasuk dampak ini tidak dikooptasi oleh kebijakan tertentu. Tapi, masyarakat pun bakal terlibat, ya partisipasi bermakna dan mengerti dari dampaknya, kebaikannya. Jadi tidak ditutup-tutupi,” kata Heri ketika dihubungi melalui sambungan telepon, Jumat, 21 April 2024.

Hal itu disebutkan oleh Heri, sebab ada banyak kemungkinan lain yang muncul pascapensiun dini, seperti pembangkitan listrik menggunakan energi yang diklaim lebih ramah lingkungan menggunakan biomassa di PLTU. Di samping sosialisasi yang perlu dilakukan oleh stakeholder terkait, pemulihan lingkungan juga harus dilakukan.

“Misalkan terjadi kerusakan lingkungan, mereka juga harus bertanggung jawab. Sementara masyarakat juga harus dilibatkan dalam hal tersebut,” kata Heri.

Manajer Advokasi dan Kamapanye Walhi Jawa Barat Rian Irawan menyebutkan, pihaknya selalu mendesak pemerintah untuk memberikan sosialisasi terkait pensiun dini PLTU Cirebon 1 kepada masyarakat. Ia merujuk Undang Undang Keterbukaan Informasi Publik, masyarakat berhak mengetahui, terlebih lagi pada aspek finansial yang melatarbelakangi program tersebut.

“Ini penting untuk kemudian juga masyarakat tahu dan bersiap-siap nih untuk merespons apa yang akan dilakukan pasca PLTU ini sudah pensiunkan,” terang Rian dalam siniar bersama BandungBergerak yang berlokasi di desa Waruduwur, tepat di belakang PLTU Cirebon 1.

Baca Juga: Nestapa Nelayan Akibat Kasus Korupsi PLTU 2 Cirebon
Sidang Gugatan Izin Lingkungan PLTU Tanjung Jati A, Lingkungan Tercemar dan Mata Pencaharian Petambak Garam Hilang
PTUN Bandung Membatalkan Izin Lingkungan PLTU Tanjung Jati A Cirebon, Walhi Jabar: Aktivitas Konstruksi Harus Dihentikan

Pilot Project Pensiun Dini PLTU

Pensiun dini yang dilakukan di PLTU Cirebon 1 merupakan pilot project mekanisme transisi energi (ETM). Kesepakatan ini terjadi setelah penandatanganan yang tidak mengikat diteken pada perhelatan COP28 di Dubai, akhir 2023 lalu antara ADB, PT. Cirebon Electric Power, dan Indonesia Investment Authority (INA).

“Asian Development Bank bersama PT Cirebon Electric Power dan INA sepakat untuk melakukan pensiun dini terhadap PLTU Cirebon-1 di Jawa Barat pada Desember 2035. PLTU Cirebon dengan kapasitas 660 megawatt (MW) tersebut akan pensiun 7 tahun lebih awal daripada yang seharusnya, yaitu Juli 2042. Sementara untuk transaksi ditargetkan akan diselesaikan pada paruh pertama 2024. Hal ini berdasarkan hasil diskusi dengan pemilik pembangkit listrik tersebut dan Pemerintah Indonesia di bawah program Mekanisme Transisi Energi dari ADB,” demikian dikutip dari laman INA.

Singkatnya, ETM adalah mekanisme pembiayaan campuran untuk akselerasi transisi energi bersih antara ADB bersama pemerintah, investor swasta, lembaga filantropis, dan investor jangka panjang. PLTU umumnya berusia 40 tahun lebih. Dipensiunkan lebih cepat tujuh tahun dari perjanjian awal, PLTU yang beroperasi sejak 2012 ini diklaim akan mengurangi emisi gas rumah kaca.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan, dukungan investasi besar sangat dibututuhkan untuk transisi energy menuju ekonomi rendah karbon. ETM sebagai kerangka keuangan campuran hadir untuk memobilisasi sumber daya keuangan dan dukungan internasional.

“Salah satu pilot project yang sudah berjalan adalah pemensiunan dini Cirebon 1 power plant. Dengan kapasitas 660 megawatt, akan membutuhkan biaya kurang lebih USD1,3 Milyar untuk memensiunkan dini pembangkit listrik ini dalam 7 tahun kedepan. Namun, proses ini dapat menyelamatkan 28.5 juta ton C02e,” tulis Sri Mulyani di akun Instagramnya, 18 April 2024.

Pada postingan sehari sebelumnya, Sri Mulyani juga menyebutkan, dukungan kuat dari ADB, membuatnya optimis kerja sama ini dapat menjadi contoh di level global mengenai aplikasi transisi energi yang konkret. Kerja sama ini menjadi bukti bahwa transisi energi tidak bisa dilakukan oleh suatu negara sendirian.

Direktur Eksekutif Walhi Jabar Wahyudin menyebut, jika memang pemerintah berkomitmen dengan krisis iklim, pemerintah perlu melakukan pensiun dini tanpa embel-embel program lain yang akan diterapkan setelah 2035. Sebab, terdapat kemungkinan PLTU akan dilanjutkan dengan pembangkitan menggunakan sumber hydrogen ammonia.

“Merespon terhadap krisis iklim yang terjadi saat ini, jangan ada jeda program, kalau mau ditutup ya tutup aja jangan nunggu di tahun 2035. Artinya ada spare waktu yang diberikan kepada swasta untuk seluas-luasnya mengeruk keuntungan, sedangkan masyarakat ini sudah terpuruk. Bicara soal keluhan masyarakat, negara melalui pemerintah tidak pernah merespons kan ironis banget,” ungkap Wahyudin dalam siniar Suara Pinggiran BandungBergerak.

Dehya, perwakilan Koalisi Rakyat Bersihkan Cirebon (Karbon) menyambut baik rencana pensiun dini, meski belum ada sosialisasi langsung dari pihak terkait kepada masyarakat. Namun begitu, ia menegaskan, jangan ada dampak tambahan di balik program pensiun dini yang bisa menyebabkan petaka lanjutan bagi masyarakat.

“Alhamdulillah kalau pensiun dini PLTU diadakan, akan tetapi jangan sampai ada kata-kata tersembunyi di balik pensiun ini gitu kan yang menyebabkan enggak enak ke depannya,” ungkapnya.

*Kawan-kawan yang baik bisa membaca tulisan-tulisan lain dari Awla Rajul atau artikel lain tentang Proyek Strategis Nasional

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//