• Opini
  • MAHASISWA BERSUARA: Memahami Pendidikan Kaum Tertindas Paulo Freire

MAHASISWA BERSUARA: Memahami Pendidikan Kaum Tertindas Paulo Freire

Paulo Freire mengkritik pendidikan sistem bank yang menempatkan murid sebagai objek dan guru sebagai subjek.

Muhamad Fikry Abrar Yoga Wardhana

Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta

Ilustrasi pendidikan. (Ilustrator: Bawana Helga Firmansyah/BandungBergerak.id)

27 Juli 2024


BandungBergerak.id – Paulo Freire merupakan salah satu tokoh yang berpengaruh didalam dunia Pendidikan pada abad ke-20. Ia lahir pada 19 september 1921 di Recife, sebuah kota pelabuhan di timur laut Brazil. Melalui pemikiran yang ia tuangkan dalam buku Ped­a­gogy of the Opp­ressed, ia mengkritik sistem pendidikan konvensional, yaitu pendidikan sistem bank, lalu membuat sistem pendidikan yang baru, yang ia sebut dengan “problem posing education” atau “pendidikan hadap masalah”.

Baca Juga: MAHASISWA BERSUARA: Mencari Akar Kemacetan, Melihat Kembali Arah Pembangunan Transportasi Umum Kota Bandung
MAHASISWA BERSUARA: Mencari Kepala Daerah yang Berkualitas
MAHASISWA BERSUARA: Menimbang Kiprah Organisasi Mahasiswa Daerah dalam Pembangunan Lokal

Pendidikan Sistem Bank

Paulo Freire mengkritik pendidikan sistem bank, yang di mana murid ditempatkan sebagai objek, dan guru sebagai subjek. Di sini tugas murid hanya mencatat, menghafal, dan mengulang apa yang disampaikan oleh guru. Secara tidak langsung, ini merupakan sebuah bentuk penindasan terhadap murid, yang di mana murid tidak diberikan ruang untuk berkreasi, berpikir kritis, serta menganggap murid sebagai celengan kosong yang tidak mengerti apa-apa.

Dalam konsep pendidikan seperti ini, tidaklah terjadi dialog yang sebenarnya, yang ada hanyalah proses penindasan dan pemaksaan. Dialog dapat terjadi ketika ada kebebasan dalam berpikir, sehingga pemikiran kritis dilibatkan dan tidak ada dikotomi antara dua pihak. Alhasil murid ditempatkan hanya sebagai penonton didalam proses pembelajaran. Hasil dari Pendidikan sistem bank ini tidak menimbulkan kesadaran dari murid terkait realitas sosial. Maka, yang terjadi ialah timbul generasi penindas, serta generasi tertindas.

Freire membandingkan pendidikan antidialogis dan dialogis. Pendidikan antidialogis merupakan salah satu bentuk alat penaklukan yang berusaha untuk menguasai manusia. Pendidikan ini mengharuskan murid untuk tunduk, menerima apa yang disampaikan, dan menghambat murid untuk berpikir kritis dengan cara membuat mitos yang disebarkan disekolah formal. Sedangkan pendidikan dialogis merupakan salah satu bentuk pembebasan terhadap penindasan serta dehumanisasi. Di dalam Pendidikan ini terjalin kerja sama antara murid dengan guru, siswa bebas berkreasi, sehingga timbul kesadaran dari murid untuk memerdekakan dirinya sendiri.

Pendidikan Hadap Masalah

Paulo Freire memberikan sebuah solusi terhadap pendidikan sistem bank, yakni metode pendidikan hadap masalah. Konsep Pendidikan ini memberikan ruang kebebasan kepada murid dan juga guru didalam proses pembelajaran. Sehingga, murid dan guru menjadi satu di dalam sebuah subjek dan objek di dalam sebuah pembelajaran. Guru belajar jadi murid, dan murid belajar dari guru, sehingga kedua belah pihak dapat berpikir bersama dan mengembangkan kemampuannya untuk berpikir kritis.

Inti dari metode pendidikan ini ialah dialog. Dialog harus berlandaskan pada cinta kasih, kerendahan hati, serta saling percaya. Selain itu, dialog juga menunjukkan bahwasanya ada rasa kesetaraan antara murid dan guru, yang di mana masing-masing memiliki hak untuk berbicara dan mendengarkan. Dari dialog ini nantinya akan timbul kesadaran serta pemikiran kritis dari para murid.

Selain dialog, ditekankan pula humanisasi, yaitu memanusiakan manusia. Humanisasi adalah bentuk perlawanan paling nyata dari dehumanisasi. Humanisasi haruslah diperjuangkan untuk menegakkan keadilan, menyangkal penindasan, dan eksploitasi terhadap kaum tertindas. Hasil dari pendekatan humanisasi ini ialah akan terbentuknya dunia atau terciptanya sejarah baru yang lebih baik.

Pendidikan harus melahirkan kesadaran di dalam masyarakat, dan kesadaran itulah yang akan mengubah kehidupan dimasyarakat menjadi jauh lebih baik. Diharapkan dari metode pendidikan hadap masalah ini ialah timbulnya generasi baru, yang di mana tidak ada lagi kaum tertindas dan penindas.

*Kawan-kawan bisa membaca artikel-artikel lain Mahasiswa Bersuara

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//