• Narasi
  • Mengenal Kesenian Benjang Batok di Dusun Karangpaci Pangandaran

Mengenal Kesenian Benjang Batok di Dusun Karangpaci Pangandaran

Dulu kesenian Benjang Batok di Dusun Karangpaci digunakan untuk memperingatkan para pria agar menghindar dari tentara Jepang. Kini ditampilkan untuk menyambut tamu.

Gabriel Aditiya Eka Wibowo

Mahasiswa Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) Bandung. Peserta P3M Unpar 2024

Bersama para ibu warga penampil kesenian Benjang Batok di Dusun Karangpaci di Desa Kertayasa, Pangandaran. (Foto: Gabriel Aditiya Eka Wibowo)

31 Juli 2024


BandungBergerak.id – Desa Kertayasa di Kabupaten Pangandaran dikenal sebagai desa wisata karena memiliki beragam destinasi wisata seperti Green Canyon, Wisata Palatar, Guha Bau, dan arena permainan Body Rafting menyusuri Sungai Cijulang. Tetapi menurut pengamatan kami sebagai peserta P3M Unpar selama 25 hari, terdapat keunikan yang menjadi ciri khas Desa Kertayasa khususnya Dusun Karangpaci yakni kesenian Benjang Batok.

Benjang Batok merupakan sebuah kesenian musik yang pada awalnya hanya menggunakan batok kelapa dan nyanyian. Seiring berjalannya waktu, terjadi akulturasi budaya dengan penggabungan alat musik calung dengan batok kelapa. Alat musik seperti calung dan gong dimainkan oleh bapak-bapak, sementara untuk alat musik batok dimainkan oleh ibu-ibu.

Awal mulanya, kesenian Benjang Batok adalah murni permainan batok kelapa dan tembang yang dibawakan oleh ibu-ibu. Alat musik calung berasal dari Dusun Margaluyu. Kesenian Benjang Batok sempat mengalami masa vakum yang cukup lama. Namun, sekitar tahun 2000-an awal, kesenian ini mulai muncul kembali. Setelah itu, warga Dusun Karangpaci berinisiatif untuk mengolaborasikan kesenian Benjang Batok dan alat musik calung. Perpaduan kesenian (calung dan batok) inilah yang membuat Benjang Batok memiliki ciri khas dan daya tarik sendiri serta menjadi kebanggaan Dusun Karangpaci dan Desa Kertayasa.

Benjang Batok memiliki sejarah panjang. Benjang Batok pada zaman dahulu digunakan oleh masyarakat sekitar untuk mengalihkan perhatian tentara Jepang yang datang untuk mengambil para laki-laki yang memiliki keperluan untuk kerja paksa (romusa). Bersamaan dengan penampilan kesenian ini, para lelaki dapat kabur dari bayang-bayang atau ancaman tentara jepang. Dengan kata lain, kesenian ini menjadi tanda penyambutan bagi tentara Jepang dan sekaligus peringatan  bagi para lelaki.

Ada makna lain yang bisa diartikan dalam kesenian benjang batok, yaitu sebagai bentuk perjuangan para suami ketika dahulu melawan tentara Jepang dan sekarang dapat diartikan untuk mengenang perjuangan para suami ketika dahulu melawan tentara Jepang. Benjang sendiri memiliki arti menghibur tamu dan ngabebenjangkeun yang berarti untuk menghibur dan mengalihkan konsentrasi (dahulu tentara Jepang), atau arti lain berupa “penjajah jangan terus mengintai masyarakat”.

Baca Juga: Seni Karawitan Sunda, dari Zaman Belanda ke Kampus ISBI Bandung
Dari Pantangan Menyebut Maung di Gunung Beser Sumedang hingga Tata Titi Duduga Peryoga, Menyingkap Sakralisasi Maung dalam Budaya Sunda
Unpar Mengadakan Kelas Terbuka Seni dan Budaya, Unpas Menggelar Pasundan Education Week

Mengenal Benjang Batok

Kesenian Benjang Batok dari dahulu hingga saat ini masih dapat dilihat dan sering kali berlatih untuk acara penyambutan tamu. Benjang Batok di zaman sekarang memiliki arti yang hampir mirip atau bisa dikatakan memiliki kesamaan dengan zaman dahulu. Dahulu benjang batok diperuntukkan untuk mengalihkan perhatian tentara Jepang (tamu yang akan datang) supaya para suami bisa mempersiapkan untuk kabur dari ancaman. Zaman sekarang benjang batok diperuntukkan untuk acara penyambutan tamu yang akan datang sehingga para tamu merasa diterima oleh masyarakat. Di satu sisi memiliki kesamaan makna yaitu sama-sama menyambut tamu, tetapi di lain sisi ada perubahan makna dari mengusir dengan mengalihkan perhatian sekarang menjadi bentuk kesenian untuk menyambut tamu yang akan datang. 

Kesenian ini dinamakan Benjang Batok karena penggunaan batok dari pohon kelapa sebagai alat musik utama. Hal lain kenapa menggunakan batok karena melihat situasi Desa Kertayasa yang memiliki banyak pohon kelapa sehingga batok digunakan untuk kesenian benjang. Pemakaian batok berasal dari sumber daya alam pohon kelapa yang melimpah di desa Kertayasa. Untuk alat musik calung digunakan bahan dasar bambu wulung yang berkualitas supaya menghasilkan bunyi yang bagus, karena kualitas bambu sangat mempengaruhi suara yang dihasilkan. Untuk gong terbuat dari bahan dasar kuningan.

Kesenian Benjang Batok baru naik daun lagi pada tahun 2018, waktu itu ada program BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional) yang ditawarkan pada Desa Kertayasa, lalu terpilihlah Dusun Karangpaci karena dukungan pariwisatanya. Program BKKBN menjadi pemantik kembalinya Benjang Batok untuk tampil dalam acara-acara pemerintahan, acara penyambutan tamu dari berbagai daerah.

Para pemain Benjang Batok di Dusun Karangpaci mempunyai jadwal Latihan satu minggu dua kali yaitu hari Senin malam dan Sabtu malam. Latihan diselenggarakan di Bale Sawala, semacam tempat seperti pendopo di Dusun Karangpaci. Bale Sawala bukan hanya sekadar tempat untuk latihan Benjang Batok tetapi menjadi tempat berkumpul, bercanda gurau, hiburan, dan melepas penat warga sehabis bekerja.

Kesenian Benjang Batok untuk menyambut tamu selalu dimulai dengan lirik pembuka “wilujeng sumping bapak-ibu”. Benjang Batok cukup sering ditampilkan di kabupaten dan acara penyambutan tamu di Pangandaran. Penampilan ini selain untuk menghibur juga berperan untuk melestarikan dan memperkenalkan kesenian Benjang Batok. Mereka pernah tampil pula dalam acara tahunan yang diselenggarakan Djarum Coklat, acara hajatan yang dicampur dengan bedoran (mengiring acara bodoran sunda, calung tampil untuk mengiringi acara talk show yang bernuansa humor).

Penampilan Benjang Batok adalah bentuk penyambutan yang unik karena liriknya memiliki isi berupa sisindiran yang diperuntukkan untuk ajakan, pepatah, dan hiburan. Sisindiran berisi dua bait dan ada cangkang serta ada isi kalau dalam sunda (murwakanti), nanti calung masuk cangkang dan isi. Isi dari sisindiran  bisa berisi mengenai Desa Kertayasa dan masyarakatnya, atau menyesuaikan dengan acara serta tamu yang akan hadir.

*Kawan-kawan dapat membaca artikel-artikel lainnya tentang seni budaya

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//