• Narasi
  • PPPM, Sebuah Cerita KKN Bagi Mahasiswa Filsafat Unpar

PPPM, Sebuah Cerita KKN Bagi Mahasiswa Filsafat Unpar

Berbeda dengan KKN yang punya banyak program. PPPM yang digelar kampus Unpar hanya fokus pada satu problem yang dihadapi masyarakat untuk diatasi secara mendalam.

Fathan

Mahasiswa Fakultas Filsafat Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) Bandung

Suasana makan bersama warga saat PPPM di Dusun Karangpetir, Desa Cintakarya, Kecamatan Parigi, Kabupaten Pangandaran. (Foto: Dokumentasi Fatan)

7 Agustus 2024


BandungBergerak.id – Pembahasan tentang Kuliah Kerja Nyata (KKN) akhir-akhir ini sedang ramai dibicarakan di berbagai media sosial. Ada banyak pendapat mengenai program KKN yang dianggap tidak bermanfaat bagi warga sekitar, atau bahkan cerita mengenai mahasiswanya sendiri yang bermalas-malasan untuk menjalankan kegiatan tersebut. Setidaknya seperti itu cerita yang ditulis pada dua artikel dari Mojok.co yang berjudul “Warga Desa Sebenarnya Muak dengan Mahasiswa KKN: Nggak Bantu Atasi Masalah Desa, Cuma Bisa bikin Les dan Acara 17 Agustusan” dan juga “Malu KKN bareng Mahasiswa Bandung: 30 Hari Nggak Ngapa-ngapain dan Ogah Bantu Warga, Isinya Malas-malasan di Posko”.

Berangkat dari hal tersebut, Penulis yang saat ini sedang menjalankan “KKN” merasa cukup resah juga terhadap program ini. Apakah memang warga di tempat Penulis sekarang memang kurang berkenan dengan kehadiran kami, atau apakah kami juga dianggap lebih bermalas-malasan di desa jika dibandingkan dengan kelompok KKN dari kampus lainnya juga? Tetapi sebenarnya yang penulis lakukan bukanlah secara persis KKN yang dibayangkan kebanyakan orang, melainkan suatu kegiatan bernama Pendidikan Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (PPPM).

Baca Juga: Mahasiswa Informatika Unpar Membuat Program Sortir Buah Berdasarkan Algoritma
Membawa Pulang Kenangan Jiwa Lewat Pameran Motifs di Fakultas Filsafat Unpar
Mutiara Berharga Guha Bau Desa Kertayasa Pangandaran

Latar belakang PPPM

Pada tanggal 5 Juli 2024, dua puluh mahasiswa dari Fakultas Filsafat Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) Bandung yang kemudian dibagi kembali menjadi 4 kelompok yang berisikan 5 orang tiap kelompoknya, dikirim menuju Kabupaten Pangandaran untuk melakukan kegiatan PPPM. Kegiatan ini menghadirkan sebuah praktik akademik yang menghubungkan konsep abstrak yang dibahas di ruang kelas dengan realitas di luar kelas sekaligus menjadi implementasi praktik Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek). Oleh karena itu, para mahasiswa dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan tentang penelitian partisipatif dan soft skill pada empat hari sebelumnya untuk tinggal di tengah masyarakat yang diharapkan dapat memunculkan rekomendasi yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan menjadi kebutuhan nyata masyarakat yang mereka teliti.

Berbeda dengan KKN yang memiliki banyak program di dalamnya, PPPM dilaksanakan dengan Participatory Rural Appraisal (PRA) yang merupakan metode penelitian dengan menggunakan pendekatan pada proses belajar bersama antara peneliti, masyarakat lokal, dan pihak terkait/tokoh masyarakat secara terbuka untuk mengidentifikasi, menganalisis, dan mencari solusi bagi permasalahan yang mereka hadapi. Secara singkatnya, program dalam PPPM ini hanya terfokus pada satu problem yang ingin diatasi dari masyarakat secara mendalam. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan agar dampak dari pengabdian kepada masyarakat dapat terlihat secara nyata terutama dalam aspek pemberdayaan masyarakat.

Dari seluruh peserta PPPM, salah satu kelompoknya dikirim menuju Dusun Karangpetir, Desa Cintakarya, Kecamatan Parigi, Kabupaten Pangandaran. Artikel ini selanjutnya akan menceritakan pengalaman mahasiswa PPPM yang berdinamika secara aktif dengan warga sekitar selama kegiatan tersebut.

Penyerahan cendera mata pada perwakilan warga Dusun Karangpetir, Desa Cintakarya, Kecamatan Parigi, Kabupaten Pangandaran. (Foto: Dokumentasi Fatan)
Penyerahan cendera mata pada perwakilan warga Dusun Karangpetir, Desa Cintakarya, Kecamatan Parigi, Kabupaten Pangandaran. (Foto: Dokumentasi Fatan)

Cerita Peserta PPPM di Dusun Karangpetir

Tanggapan Pak Kuwuh atau Kepala Desa soal PPPM kami cukup membuat hati penulis lega. Beliau menyatakan tergerak untuk segera melanjutkan proses pengembangan dari hasil PPPM kami. Hal ini terlihat nyata dalam waktu yang sangat singkat, yaitu pada malam hari setelah kami mempresentasikan penelitian kami yang berjudul “Religi Mistifikasi Objek Wisata: Melihat Potensi dan Tantangan untuk Pengembangan Wisata Religi di Dusun Karangpetir”, dengan mengumpulkan sejumlah warga untuk mendiskusikan struktur organisasi dari objek wisata religi di Dusun Karangpetir, Desa Cintakarya. Pak Kuwuh, meneteskan air matanya ketika berada di puncak diskusi tersebut dengan menyatakan bahwa hal ini (wisata religi) adalah salah satu mimpi beliau dan warga Dusun Karangpetir untuk melestarikan ajaran agama Islam yang diturunkan oleh seorang tokoh yang dipercaya sebagai leluhur dari kebanyakan warga Dusun Karangpetir.

Bagi penulis, suasana haru dan semangat warga untuk bisa melanjutkan “mimpi” atau persoalan yang spesifik diminta oleh warga Dusun Karangpetir menjadi refleksi atas kegunaan kegiatan PPPM yang secara format pelaksanaannya bukan hanya berdampak pada warga setempat tapi juga membangun empati mahasiswa untuk melebur ke dalam persoalan yang diselesaikan bersama-sama dengan warga. Dalam laporan penelitian kelompok kami pun merekomendasikan format wisata religi yang hampir serupa dengan format PPPM, yaitu wisatawan direkomendasikan untuk Live-in atau tinggal bersama suatu keluarga di Dusun Karangpetir. Rekomendasi ini kami utarakan dengan maksud dan tujuan bagi wisatawan dapat memperkaya pengetahuan dan pengalaman tentang pola hidup yang berbeda (aspek sosio-religi) dari kehidupan di kota. Kami pun berharap wisatawan dapat merefleksikan pengalaman ini lebih jauh lagi untuk membangun ikatan yang erat dengan warga dan melihat bagaimana kita semua adalah satu keluarga besar.

Indira, salah satu mahasiswa di kelompok kami menyatakan bahwa ada ketakutan untuk meninggalkan warga Dusun Karangpetir. Indira merasa bahwa dirinya merasa tidak cukup memberikan kontribusi pada warga. ”Gak cukup, rasanya belum selesai. Belum pembangunannya, belum pengelolaannya, masih banyak juga yang gak bisa kita jawab karena saat ini belum punya skill yang mumpuni,” ujarnya.

Menurut Indra, hal ini didasari dari perasaan adanya ikatan dan pengalaman yang membekas saat berkegiatan dengan warga. Kegiatan yang bukan sekedar “program dari kampus” melainkan kebutuhan warga Dusun Karangpetir yang menjadi bahan penelitian kelompok kami.

Tidak hanya dinamika dengan warga setempat, Indira merasa seperti ada “kenangan manis” dengan suasana alam yang menyebar di setiap penjuru Dusun Karangpetir, “Salah satu hal terbaik selama PPPM itu suasanya alamnya, gue gak banyak keringetan di sini, sejuk. Jalanan di tengah sawah, itu enak banget liatnya,” ujarnya.

Mungkin saja hal ini keuntungan di kelompok kami, dan mungkin banyak mahasiswa lain yang merasakan hal yang sama. Kenangan manis tersebut juga menjadi salah satu dasar rekomendasi kelompok kami, yaitu untuk mengembangkan aksesibilitas seperti sistem pembuangan sampah dan lainnya demi kepentingan menjaga lingkungan yang masih rendah polusi.

Sedikit Pertimbangan untuk KKN

Kebanyakan kegiatan KKN terlalu fokus pada program kerja yang sudah direncanakan sebelumnya di kampus masing-masing tanpa melihat kebutuhan ataupun masalah yang sebenarnya terjadi dalam dinamika warga. Penulis merasa perlu mempertimbangkan beberapa hal dalam melaksanakan kegiatan KKN, seperti:

  1. Fokus terhadap masalah yang sedang dihadapi warga
  2. Memperhatikan keberlanjutan program kerja jika sudah ditinggalkan kepada warga
  3. Sikap terbuka untuk menjalin hubungan berkegiatan bersama dengan warga
  4. Belajar untuk membangun empati dan kepedulian mengenai pemberdayaan masyarakat terhadap suatu persoalan
  5. Merefleksikan lebih dalam setiap pengetahuan dan pengalaman untuk dituangkan sebagai aspirasi dan motivasi kepada warga

Tulisan ini ditulis dengan harapan menjadi tawaran sudut pandang baru bagi mahasiswa yang akan menjalani kegiatan KKN, maupun institusi-institusi yang bergerak dalam bidang pemberdayaan masyarakat dan pemerintah untuk kembali memikirkan format kegiatan yang diperlukan masyarakat. Tulisan ini juga diharapkan menjadi pemantik kita untuk kembali merefleksikan hubungan antar manusia, bagaimana kita bisa hidup dengan rasa kekeluargaan di mana pun dan dengan siapa pun kita berada dengan cara yang sesuai.

*Kawan-kawan dapat membaca artikel-artikel lain tentang kegiatan mahasiswa

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//