Syukur Yayat di Permakaman Katolik Bukit Anday
Sudah enam tahun Yayat menjadi penjaga makam TPBU Astana Mawar Asih di Bukit Anday. Melayani enam gereja di Bandung Raya.
Penulis Awla Rajul7 Agustus 2024
BandungBergerak.id - Rindang pepohonan membawa udara sejuk ke lahan parkir Blok G kompleks Tempat Pemakaman Bukan Umum Astana Mawar Asih (TPBU AMA) di Bukit Anday, Desa Lebakwangi, Kecamatan Arjasari, Kabupaten Bandung. Seorang diri Yayat, 61 tahun, termenung di teras bangunan toilet permakaman. Tubuhnya menyandar ke dinding. Sudah sekitar enam tahun ia menjadi penjaga dan perawat makam khusus untuk umat Katolik tersebut.
“Nyabutin rumput, bersih-bersih nisan, nanam rumput yang kekurangan, nyapu. Gitu aja bapak mah. Yang diutamakan nyapu, setiap hari, gak ada hentinya. Daun-daun kan berjatuhan,” kata pria yang sore itu mengenakan celana pendek dan kemeja abu-abu terang, menerangkan pekerjaan sehari-harinya, Jumat, 24 Mei 2024.
Yayat bekerja sejak pagi hingga sekitar pukul lima sore. Dimulai dengan menyapu halaman parkiran di Blok G dan makam-makam dari dedaunan yang berjatuhan. Tempat Makam Abu Blok G tak luput ia bersihkan. Setiap seminggu sekali, Yayat mengepel lantai bangunan yang pada 2019 lalu diresmikan oleh Uskup Bandung Antonius Subianto Bunjamin.
Mencabut rumput-rumput liar adalah pekerjaan selanjutnya. Seluruh makam di TPBU Astana Mawar Asih, yang khusus melayani prosesi pemakaman umat Katolik dari enam gereja di Kota Bandung dan Kabupaten Bandung, ditanami rumput jenis gajah mini agar terlihat rapi. Menanam rumput di sekitar makam-makam juga tugas Yayat. Setelah peti mati ambruk dan tanah mulai padat, sebulan kemudian Yayat akan menanami rumput-rumput di makam tersebut. Barulah setelah itu ia memasangi nisan yang sudah jadi.
“Bapak mah tinggal nyimpan (nisan) aja, plek! Repot kalau bapak yang bikin. Gak bisa lagi kasih namanya,” ucap Yayat sambil bercanda.
Merawat makam menjadi pekerjaan utama Yayat bersama 10 orang pekerja lain yang masing-masing memiliki wilayah khusus untuk dirawat. Ada juga enam orang yang tugasnya khusus menggali kubur. Jika kebetulan banyak makam yang harus digali, Yayat juga ikut turun tangan.
“Seperti kemarin, hari Rabu, ada tiga galian tuh. (Saya) ngebantuin, jadi satu kuburan buat bapak. Iya (lumayan), tambahan penghasilan,” sebut Yayat.
Karena merawat makam adalah tugasnya, menjadi kewajiban Yayat juga untuk membersihkan bunga-bunga yang ditinggalkan keluarga saat berziarah. Pernah suatu waktu, ia membersihkan bunga-bunga sehari setelah peziarah datang. Ternyata, keesokan harinya para peziarah itu datang lagi dan merasa tidak terima bunga-bunga di makam disapu bersih. Laporan ke yayasan pengelola makam berujung teguran kepada Yayat. Belajar dari kejadian itu, Yayat baru akan membersihkan bunga-bunga minimal tiga hari setelah kedatangan peziarah atau ketika bunga-bunga itu sudah layu dan kering.
Di hari-hari biasa, tidak banyak peziarah yang datang ke TPBU AMA. Hanya satu atau dua keluarga saja. Banyak peziarah memilih datang pada akhir pekan, hari libur, atau hari-hari besar. Sore itu, ketika BandungBergerak menemui Yayat, hanya ada dua kelompok remaja yang nongkrong di parkiran sambil berfoto-foto dengan motor modifikasi mereka.
Bersyukur
Yayat merupakan warga Kampung Cilami, Desa Lebakwangi. Jaraknya tidak terlalu jauh dari kompleks permakaman. Itulah sebabnya ia selalu pulang paling akhir, sekitar pukul lima sore. Para pekerja lain pulang pulang lebih dulu karena jarak rumah yang jauh.
Sebelum menjadi salah satu pekerja di TPBU Astana Mawar Asih, Yayat merupakan seorang penggali kubur di Makam Eigendom Banjaran, Tempat Permakaman Umum (TPU) nonmuslim yang dikelola Pemerintah Kabupaten Bandung melalui UPT Pertamanan dan Permakaman. Letaknya di Bukit Anday juga. Bedanya, Makam Eigendom berada di sisi jalan, di bagian bukit yang lebih rendah, sedangkan TPBU Astana Mawar Asih terletak di atasnya.
Yayat bekerja di Makam Eigendom selama delapan tahun. Sebelumnya, ia merupakan seorang penjaga vila dan balong pemancingan milik seorang juragan di Lebakwangi. Ia mulai terjun bekerja di permakaman setelah kawasan lahan balong dijual untuk perumahan.
Ketika TPBU Astana Mawar Asih kekurangan pekerja, Yayat ditawari bergabung. Waktu itu kompleks tersebut baru terdiri dari Blok A hingga Blok D. Blok G yang kini menjadi tanggung jawab Yayat masih berbentuk tegalan.
Yayat bersyukur bisa bekerja di TPBU AMA. Meski terbilang kecil, yakni senilai 1,5 juta rupiah per bulan, ia setidaknya memperoleh upah tetap. Berbeda dengan masa kerja di Makam Eigendom yang tidak memberinya penghasilan tetap bulanan.
Tambahan penghasilan diperoleh Yayat dari pekerjaan menggali dan mengurug kuburan. Juga dari pemberian oleh para peziarah.
“Gak tentu (nilainya), tergantung orangnya. Misalnya gak punya uang, permisi. Ada yang 50 ribu, gak maksa,” ucap ayah tiga anak ini.
Menurut Yayat, penataan TPBU Astana Mawar Asih lebih rapi dibandingkan Makam Eigendom sehingga memudahkan perawatan. Ia pun merasa lebih nyaman bekerja meski di sini tidak boleh ada penembokan makam yang bisa menjadi sumber pendapatan tambahannya seperti sewaktu bekerja di Eigendom.
Sebagai mantan penggali makam, Yayat masih ingat betul spesifikasi kedalaman galian kubur. Di makam Katolik yang ia jaga, makam untuk satu orang memiliki kedalaman 140 centimeter. Adapun makam tumpuk, biasanya untuk suami-istri, kedalamannya dua meter. Sedangkan peti mati biasanya memiliki spesifikasi tinggi 60 centimeter dengan panjang sekitar 1,70-1,80 centimeter.
Namun kini Yayat menikmati tugasnya sebagai penjaga makam. Ia merasa sudah tidak muda lagi.
“Emang enak di sini, karena bapaknya sudah tua,” ucap Yayat. “Gak berat buat gali, hanya menjaga.”
Baca Juga: DATA JUMLAH UMAT KRISTEN DI JAWA BARAT 2013-2023: Bertambah Meski Pelan
Jemaat Tanpa Masjid, Nestapa Warga Ahmadiyah di Nyalindung dalam Belenggu Penyegelan
Menanti Agama Memeluk Kawan-kawan Ragam Gender dan Seksualitas
Perizinan dari Bawah
TPBU Astana Mawar Asih diperuntukkan umat Katolik dari enam gereja di Kota Bandung dan Kabupaten Bandung, yaitu Gereja Santo Fransiskus Xaverius (Dayeuhkolot), Gereja Santo Gabriel (Sumbersari), Gereja Santo Martinus (Lanud Sulaiman), Gereja Santo Mikael (Waringin), Gereja Santo Paulus (M. Toha), dan Gereja Hati Tak Bernoda Santa Perawan Maria (Buah Batu). Pengurusan makam mulanya di bawah perkumpulan, sebelum kemudian beralih ke Yayasan Astana Mawar Asih.
Sekretaris Yayasan Astana Mawar Asih, Robertus Wiyono, menjelaskan, kompleks pemakaman ini pertama kali dimanfaatkan pada tahun 2004 dengan luas sekitar 0,8 hektare, dan kini telah berkembang seluas tiga hektare. Per Juni 2024, di area ini tercatat telah dimakamkan kurang lebih 1.112 individu. Termasuk Uskup Bandung Alexander Soetandio Djayasiswaja dan Pastor Sahid di sebelahnya.
“Di TPBU AMA ini ada makam kubur dan makam abu. Khususnya di blok E, kita juga ada makam khusus untuk Balita,” tutur Robert saat ditemui di Gazebo TPBU AMA, Jumat, 14 Juni 2024.
Robert menerangkan, tanah permakaman yang berlokasi di Bukit Anday itu dulunya dibeli dari masyarakat setempat. Saat ini tanah makam telah tersertifikasi kepemilikan atas nama Keuskupan Bandung. Izin pembangunan dan pengelolaan permakaman sudah diperoleh dari Pemerintah Kabupaten Bandung di masa kepemimpinan Bupati Obar Subarna.
“Jadi terbitnya izin tempat pemakaman itu adalah berdasarkan (persetujuan) dari bawah, artinya dari RT, RW, lurah, camat, sampai naik ke Kabupaten Bandung. TPBU AMA sudah melalui semua proses itu,” ungkap Robert.
Dengan nada bangga, Robert menyebut bahwa TPBU AMA merupakan satu-satunya makam Katolik yang menjadi percontohan di Kabupaten Bandung lantaran keasrian kompleks permakaman, keberadaan pepohonan yang tumbuh rindang, serta pengelolaan berdasarkan kesadaran lingkungan. Permakaman di kontur kawasan bukit ini juga tidak menimbulkan erosi.
Komunikasi yang baik dengan lingkungan sekitar menjadi kunci eksistensi TPBU AMA. Selain mempekerjakan warga lokal, pengelola juga tekun menjalin koordinasi dengan pemerintah setempat.
“Selain kita mengelola makam, kita juga beberapa kali mengadakan kegiatan sosial, seperti pengobatan gratis untuk umat sekitar kecamatan Arjasari,” ucap Robert.
Salah satu ciri khas TPBU AMA adalah Misa Arwa yang digelar setiap 2 November yang menurut kalender Katolik dirayakan sebagai hari peringatan arwah umat beriman. Tahun lalu, menurut Robert, hadir tidak kurang dari 1.000 orang umat dari enam gereja. Aparat desa dilibatkan untuk mengurus keamanan.
Robert berpendapat, seharusnya pemerintah menyediakan tempat pemakaman untuk umat non-muslim secara khusus karena selama ini jumlah dan daya tampungnya relatif sedikit. Ia juga mengaku heran dengan proses pengurusan izin makam yang terbilang ribet karena terlalu banyak birokrasi.
Menilik riwayatnya, kehadiran TPBU Astana Mawar Asih juga bermula dari kebutuhan akan makam yang sudah mendesak, sementara pemerintah tidak kunjung menyediakan. Pengelola lantas berinisiatif membeli tanah dari masyarakat untuk dijadikan makam khusus bagi umat Katolik. Pengurusan izinnya membutuhkan waktu tidak kurang dari lima tahun.
“Nah untuk itu imbauan kepada pemerintah, tolong kami umat nonmuslim difasilitasi juga tempat makam,” kata Robert.
*Artikel ini merupakan kerja sama antara BandungBergerak dan INFID melalui program PREVENT x Konsorsium INKLUSI sebagai bagian dari kampanye menyebarkan nilai dan semangat toleransi, kebebasan beragama dan berkeyakinan, serta inklusivitas. Tulisan ini juga dimuat di laman INFID: https://infid.org/syukur-yayat-di-permakaman-katolik-bukit-anday/