• Cerita
  • Cerita Pelajar di Bandung dalam Lautan Demonstrasi Rakyat Gugat Negara, Pulang Sekolah Langsung Unjuk Rasa

Cerita Pelajar di Bandung dalam Lautan Demonstrasi Rakyat Gugat Negara, Pulang Sekolah Langsung Unjuk Rasa

Azmi bersama temannya, Alex, yakin telah terjadi pelanggaran terhadap konstitusi negara. Keduanya terpanggil aksi tanpa harus bolos sekolah.

Aksi massa prodemokrasi mengawal konstitusi di Bandung diikuti pelajar tingkat SMA, Kamis, 22 Agustus 2024. (Foto: Yopi Muharam/BandungBergerak)

Penulis Yopi Muharam23 Agustus 2024


BandungBergerak.idSejumlah elemen dari masyarakat hingga pelajar melakukan aksi ‘Rakyat Gugat Negara’, di pelataran gedung DPRD Jabar, Bandung, Kamis, 22 Agustus 2024. Di tengah riuhnya aksi, ada sejumlah pemuda menggunakan seragam putih-abu mengangkat poster bergambar Presiden Jokowi dan keluarga beserta tulisan sarkas.

Mereka adalah pelajar yang sengaja turun aksi atas dorongan sendiri. Azmi (bukan nama sebenarnya) baru menginjak kelas 10 sekolah kejuruan di daerah Bandung tengah. Ia bersama keempat kawannya yang masih mengenakan seragam terus mengangkat tangan dan berteriak sesuai arahan orator aksi.

Tangan kanan Azmi memegang poster bergambar Presiden Jokowi dan kedua anaknya, Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep. ‘Sebuah Cerita Parenting Terbaik di Dunia’ tulis dalam poster berukuran A4 itu. Di dahi Azmi keringat bercucuran. Sesekali dia mengelapnya menggunakan bandana berwarna hitam.

Azmi bercerita alasan turun ke jalan. Dia terdorong melakukan unjuk rasa karena tersebarnya video atau gambar bertuliskan 'Peringatan Darurat' yang dirasa negara sedang tidak baik-baik saja. Menurut Azmi batas usia yang ditentukan Mahkamah Konstitusi sudah final.

Aksi massa prodemokrasi mengawal konstitusi di Bandung diikuti pelajar tingkat SMA, Kamis, 22 Agustus 2024. (Foto: Yopi Muharam/BandungBergerak)
Aksi massa prodemokrasi mengawal konstitusi di Bandung diikuti pelajar tingkat SMA, Kamis, 22 Agustus 2024. (Foto: Yopi Muharam/BandungBergerak)

“Karena pengin membenarkan aja yang tidak benar, yang harusnya (batas calon kepala daerah) 30 tahun masa jadi 29 tahun,” ujarnya sembari menyeringai. “Masa weh peraturannya bisa diubah, kayak GTA aja, bisa diganti-ganti,” timpal Alex (bukan nama sebenarnya), kawan sekelas Azmi.

Kendati demikian, mereka tetap manut menyelesaikan kelas di sekolah. Awalnya Azmi terpikir untuk bolos. Namun niat tersebut diurungkan karena bagaimanapun sekolah merupakan kewajiban.

“Jadi tadinya kan kemarin malam itu udah ngobrol tidak akan sekolah, tapi dipikir-pikir kita tuh anak sekolahkan, harus sekolah dulu, jadinya udah sekolah dulu,” lanjutnya.

Aksi massa prodemokrasi mengawal konstitusi di Bandung diikuti pelajar tingkat SMA, Kamis, 22 Agustus 2024. (Foto: Yopi Muharam/BandungBergerak)
Aksi massa prodemokrasi mengawal konstitusi di Bandung diikuti pelajar tingkat SMA, Kamis, 22 Agustus 2024. (Foto: Yopi Muharam/BandungBergerak)

Mahasiswa Turun Aksi Tanda Negara tidak Baik-baik saja

Sebuah tali rafia berwarna hitam dibentangkan seusai barisan massa aksi. Barisan yang berjejer tidak rapi itu adalah kumpulan mahasiswa Unpad dari berbagai fakultas. Putra dan Rei ada di dalam barisan. Mereka adalah mahasiswa semester 7 Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisip).

Unjuk rasa ini merupakan kali pertama mereka. Bukan tanpa alasan mereka turun ke jalan. Putra dan Rei merasa jengah dengan kelakuan segelintir kelompok yang ingin merusak konstitusi.

“Hal-hal yang kayak gini tu harusnya kita kritisi karena kalau bukan kita siapa lagi,” ujar Putra, mengawali pembicaraan.

Di samping Putra, Rei tampak kegerahan. Cuaca siang itu mencapai 32 derajat celcius. Rei menjawab dengan tegas bahwa saat ini Indonesia tengah dijajah oleh sebuah keluarga. Rei menyebutnya kerajaan Jokowi.

“Karena segitu gamblangnya Indonesia ini sudah dijajah oleh yang namanya Jokowi, kerajaan Jokowi ini sangat parah,” tegas Rei.

Di samping ketidaktahuan masyarakat terhadap kondisi Indonesia saat ini, Putra mengatakan aksi ‘Rakyat Gugat Negara’ menjadi pemantik agar masyarakat paham. Setidaknya, menurut Putra, masyarakat Indonesia sadar bahwa negara sedang tidak baik-baik saja.

Putra mengungkapkan keputusan Mahkamah Konstitusi adalah final. DPR seharusnya tidak berhak melangkahi putusan MK dengan melakukan revisi UU Pilkada. Maka dari itu, Putra menegaskan Revisi UU Pilkada harus segera dibatalkan.

“Ya, jadi kita di sini juga pengin kalau keputusan DPR (revisi RUU Pilkada) itu harus dianulir supaya (Pilkada) berjalan dengan lancar,” ungkapnya.

Mengaca dari permasalahan RUU Ciptaker pada tahun 2020 lalu yang disahkan tengah malam, Putra memprediksi bahwa kejadian ini akan berulang sama. Maka dari itu, ia menegaskan untuk terus mengawal RUU Pilkada yang ugal-ugalan.

Baca Juga: Mahasiswa Indonesia di Luar Negeri Mengkhawatirkan telah Terjadi Pengkhianatan terhadap Konstitusi di Tanah Air
Menantang Tirani, Rekaman Visual Demonstrasi 22 Agustus 2024 di Bandung
Suara Mahasiswi Bandung Menolak Politik Dinasti Jokowi

Bentuk protes di dinding DPRD Jabar, Bandung, Kamis, 22 Agustus 2024. Aksi massa prodemokrasi menolak Revisi UU Pilkada. (Foto: Yopi Muharam/BandungBergerak)
Bentuk protes di dinding DPRD Jabar, Bandung, Kamis, 22 Agustus 2024. Aksi massa prodemokrasi menolak Revisi UU Pilkada. (Foto: Yopi Muharam/BandungBergerak)

Tidak Dapat Dilaksanakan Bukan Berarti Dibatalkan

Kabar terakhir, revisi UU Pilkada ini diundur karena anggota DPR absen untuk mengisi kursi minimal kuorum. Rapat paripurna seharusnya digelar Kamis, 22 Agustus 2024 pagi, pukul 9.30 WIB. Tetapi hanya 86 anggota DPR yang hadir. Seharusnya batas minimal kuorum menurut DPR sebanyak 288 dari total anggota DPR yang berjumlah 575 orang.

Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco memastikan RUU Pilkada batal dibawa ke sidang paripurna. Maka dari itu, Dasco mengatakan penetapan batas usia calon kepala daerah dan ambang batas pencalonan masih merujuk pada ketetapan Mahkamah Konstitusi.

“Bahwa pada saat pendaftaran (calon kepala daerah) nanti, karena RUU Pilkada belum disahkan menjadi Undang-Undang, maka yang berlaku adalah hasil keputusan Mahkamah Konstitusi Judicial Review yang diajukan oleh Partai Buruh dan Partai Gelora,” ungkapnya saat konferensi pers di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis 22 Agustus 2024.

Selanjutnya, dia mengungkapkan ketetidakmungkinan pembahasan revisi UU Pilkada ini akan dibahas kembali. Menurutnya rapat paripurna DPR adalah setiap hari Selasa dan Kamis. Sementara itu, jadwal paripurna yang paling mendekati adalah hari Selasa, 27 Agustus depan.

Hal tersebut tidak memungkinkan karena pendaftaran calon kepala daerah dibuka pada hari yang sama. “Sehingga kami merasa, bahwa lebih baik itu tidak dilaksanakan karena masa pendaftarannya sudah berlaku,” lanjutnya.

*Kawan-kawan dapat membaca tulisan-tulisan lain Yopi Muharam atau artikel-artikel lain tentang tentang Demonstrasi Revisi UU Pilkada

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//