• Berita
  • Malam di Tenda Darurat Kertasari

Malam di Tenda Darurat Kertasari

Ibu-ibu dan anak-anak merasakan dampak bencana gempa di pengungsian Kertasari, Kabupaten Bandung. Di lapangan sepak bola dipasang tenda-tenda darurat.

Suasana pengungsian di lapangan bola di Desa Cibeureum, Kecamatan Kertasari, Kabupaten Bandung, Rabu malam, 18 September 2024. (Foto: Muhammad Akmal Firmansyah/BandungBergerak)

Penulis Muhammad Akmal Firmansyah23 September 2024


BandungBergerak.id - Suasana dingin malam di dataran tinggi Bandung Selatan menusuk wajah dan punggung belakang. Lapangan bola di Desa Cibeureum, Kecamatan Kertasari penuh dengan warga yang terpaksa mengungsi pascagempa bumi dengan kekuatan 4,9 magnitudo, Rabu, 18 September 2024. Banyak rumah warga yang mengalami kerusakan berat.

Tidak ada lampu-lampu. Lapangan didominasi warna gelap. Di tenda darurat mereka terpaksa berhimpitan. Hanya selimut seadanya menutupi seluruh badan. Tanpa kasur, bantal, dan guling.

Sesekali mereka berbincang mengusir kantuk dan rasa was-was terhadap kemungkinan gempa susulan. Beberapa petugas medis dan aparat keamanan mengawasi mereka.

Dengan selimut yang diikatkan ke kepala, Yani Cucun (40 tahun), warga RW 18 Desa Cibeureum Kecamatan Kertasari menunggu kantuk bersama teman-temannya di depan tenda. Pagi harinya, saat kejadian ia lagi bekerja di kebun.

Yani berharap bantuan logistik dan kebutuhan lainnya segera dibagikan secara rata. Di pengungsian, sebagian orang membawa selimut sebagian lagi tidak. ”Selimut kekurangan," kata Yani.

Masjid Al-Furqon di RT 01 RW 18 Desa Cibeureum Kecamatan Kertasari biasanya ramai oleh anak-anak mendaras Quran. Namun di malam tersebut masjid menjadi alternatif lain untuk mengungsi dan menyimpan bantuan.

"Ada ngaji malam, tapi sekarang kan jadi libur dulu. Soalnya masjidnya dipakai, bantuan-bantuan kan disimpannya di masjid," beber Yani.

Gempa juga mengganggu proses belajar mengajar anak-anak sekolah. Deni (14 tahun), siswa kelas 3 SMP Muhammadiyah di Desa Cibeureum menuturkan, begitu kejadian ia bersama kawan-kawannya dipulangkan lebih cepat. Sekolahnya diliburkan entah sampai kapan.

Aktivitas di masjid juga diliburkan. Pada hari-hari biasa, Deni biasa mengaji sambil menghafal Al Quran di Masjid Al Furqan.

"Seneng banget kalau ngaji. Biasanya dari Maghrib sampai jam delapan," jelas Deni.

Tidak hanya mengaji dan sekolah yang libur, tabligh akbar muludan pun terpaksa diundur. Di acara muludan anak-anak biasa tampil di depan penonton muludan.

"Sekarang itu mau memperingati maulid Nabi, tapi sempat diundur," papar Deni.

Di tenda darurat, Deni hanya berbincang dengan teman-temannya. Ia merindukan suasana normal kembali, bisa sekolah dan mengaji. Di tenda kadang-kadang ia mengaji dengan kawan-kawannya.

"Kalau yang lain mengaji di tenda saya juga. Kalau yang lain engga, engga," ungkapnya

BPBD Kabupaten Bandung mencatat, sebanyak 710 jiwa mengungsi karena gempa. Sedikitnya ada 8 kecamatan di Kabupaten Bandung terdampak gempa. Gempa juga berdampak pada 34 sarana pendidikan, 59  sarana ibadah, dan 8 fasilitas kesehatan.

"Bupati Bandung telah mengeluarkan Surat Pernyataan Keadaan Darurat Gempa Bumi pada Status Tanggap Darurat dan mengaktivasi pos komando dan Pos Penanganan Bencana Gempa Bumi selama 14 hari," tulis BPBD Kabupaten Bandung dalam keterangan resmi.

Baca Juga: Gempa Sesar Garsela Merusak Sejumlah Fasilitas Publik di Kabupaten Bandung
Cerita Warga Korban Gempa Kabupaten Bandung, Rumah Terguling dan Barang-barang Pecah
Gempa Garut Merusak Ratusan Rumah di Kabupaten Bandung, Sebagian Warga Mengungsi ke Tenda Darurat

Suasana pengungsian di lapangan bola di Desa Cibeureum, Kecamatan Kertasari, Kabupaten Bandung, Rabu malam, 18 September 2024. (Foto: Muhammad Akmal Firmansyah/BandungBergerak)
Suasana pengungsian di lapangan bola di Desa Cibeureum, Kecamatan Kertasari, Kabupaten Bandung, Rabu malam, 18 September 2024. (Foto: Muhammad Akmal Firmansyah/BandungBergerak)

Waspada Pergerakan Sesar Aktif dan Pentingnya Mitigasi Bencana

Dekan Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Institut Teknologi Bandung (FITB ITB) sekaligus pakar gempa Irwan Meilano mengatakan, kejadian gempa bumi Kabupaten Bandung mengingatkan masyarakat akan risiko gempa di wilayah Jawa Barat yang tidak hanya berasal dari zona megathrust di pantai selatan.

“Kita seringkali berfokus pada potensi gempa dari zona subduksi di selatan (megathrust). Namun, gempa kali ini mengingatkan kembali bahwa sumber gempa lain juga bisa berasal dari sesar aktif di daratan,” ujar Irwan Meilano, dalam keterangan resmi.

Baik gempa yang bersumber dari sesar maupun megathrust sama-sama merupakan hasil dari proses pergeseran tektonik yang ada di cincin api Indonesia. Meskipun magnitudo gempa dari sesar aktif ini biasanya lebih kecil dibandingkan gempa megathrust, ia menjelaskan bahwa gempa sesar yang jaraknya yang lebih dekat dengan permukaan bisa menyebabkan kerusakan yang sama signifikannya dengan yang diakibatkan megathrust.

Selain itu,Irwan pun menjelaskan kemungkinan mengenai adanya berbagai gempa susulan yang terjadi. Menurutnya sebuah gempa dapat diikuti dengan gempa susulan sebagai pelepasan sisa energi. Oleh karena itu, masyarakat perlu diimbau agar tetap waspada.

“Sebuah gempa akan diikuti dengan gempa susulan, hal ini mengindikasikan gempa melepaskan energi satu kali saja. Sisa energinya dilepaskan dalam energi susulan,” jelasnya.

Dalam konteks mitigasi bencana gempa bumi, Irwan menggarisbawahi urgensi kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat. Pendekatan yang terintegrasi, baik dari atas ke bawah maupun dari bawah ke atas, dinilai krusial dalam meningkatkan kesiapsiagaan menghadapi risiko gempa yang ada.

“Karena kalau masyarakat bergerak sendiri, hasilnya tidak akan optimal,” tuturnya.

Menurutnya, salah satu langkah yang paling utama adalah meningkatkan pemahaman tentang risiko gempa melalui peta kajian risiko yang lebih mendalam. Perlu dibuat peta risiko bencana yang lebih detail dan menjadikannya acuan dalam perencanaan pembangunan, terutama untuk kebijakan tata ruang, baik dari segi infrastruktur, pemilihan lokasi dan jalur evakuasi yang mempertimbangkan risiko gempa di suatu wilayah.

Selain itu, Irwan juga menekankan perlunya peningkatan literasi bencana bagi masyarakat, baik melalui jalan formal seperti pengadaan kurikulum, maupun jalur informal melalui komunitas.

“Saya percaya bangsa Indonesia punya modal untuk itu (mitigasi bersama), salah satunya dengan budaya kita gotong royong. Kita harus menanamkan bahwa dengan kemampuan yang kita miliki, dengan bersama-sama kita bisa melakukan upaya pengurangan resiko bencana,” pungkasnya.

*Kawan-kawan yang baik silakan membaca tulisan lain Muhammad Akmal Firmansyah atau artikel-artikel tentang Gempa

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//