• Kampus
  • Menghapus Stigma Negatif Stunting: Tantangan dan Solusi Masyarakat

Menghapus Stigma Negatif Stunting: Tantangan dan Solusi Masyarakat

Kolaborasi antara akademisi, tenaga medis, dan masyarakat menjadi kunci utama menciptakan perubahan signifikan dalam upaya penanggulangan stunting di Indonesia.

Suasana pelatihan komunikasi bagi kader posyandu pada Program Pengabdian pada Masyarakat bertajuk Gigiku, Harapanku: Membangun Kelurahan Sukagalih sebagai Model Posyandu untuk Kesehatan Gigi dan Pencegahan Stunting. Program ini melibatkan para mahasiswa residen FKG Unpad sebagai bagian dari pelaksanaan Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM). (Foto: Dokumentasi Prof. Dr. Arlette Suzy Puspa Pertiwi, drg., Sp.KGA, M.Si.)

Penulis Tim Bergerak Project26 September 2024


BandungBergerak.id – Stunting masih menjadi salah satu masalah kesehatan yang sering diabaikan di Indonesia, meskipun dampaknya terhadap masa depan generasi muda sangat signifikan. Prevalensi stunting masih mengkhawatirkan, terutama di daerah pedesaan dan terpencil. Sayangnya, anak-anak yang terkena stunting sering kali harus menghadapi stigma negatif, termasuk diskriminasi dan pengucilan sosial. Banyak yang salah mengira bahwa stunting disebabkan oleh kelalaian orang tua dalam merawat anak, sehingga anak-anak ini dipandang lemah dan tidak berprestasi.

Salah satu faktor utama yang memperkuat stigma ini adalah kurangnya pemahaman masyarakat mengenai penyebab stunting. Banyak yang tidak menyadari bahwa stunting tidak semata-mata disebabkan oleh kekurangan gizi, tetapi juga oleh berbagai faktor lain seperti sanitasi yang buruk, infeksi berulang, serta akses yang terbatas terhadap layanan kesehatan. Kesalahpahaman ini memperburuk situasi dan menguatkan stigma negatif terhadap anak yang mengalami stunting.

Untuk mengatasi stigma ini, langkah pertama yang perlu diambil adalah edukasi masyarakat. Pemerintah, tenaga medis, dan kader kesehatan harus aktif memberikan informasi yang akurat mengenai penyebab dan dampak stunting. Edukasi ini tidak hanya ditujukan kepada orang tua, tetapi juga kepada masyarakat luas agar mereka dapat lebih memahami bahwa stunting adalah masalah yang kompleks dan memerlukan dukungan bersama.

Selain edukasi, penting juga untuk menciptakan lingkungan yang inklusif bagi anak-anak stunting. Program pemberdayaan yang melibatkan mereka dalam kegiatan sosial, pendidikan, dan kesehatan sangat diperlukan untuk mendukung perkembangan mereka. Dengan dukungan yang tepat, anak-anak ini tetap dapat tumbuh dan berkembang optimal.

Peserta Program Pengabdian pada Masyarakat bertajuk  Gigiku, Harapanku: Membangun Kelurahan Sukagalih sebagai Model Posyandu untuk Kesehatan Gigi dan Pencegahan Stunting. Program ini melibatkan para mahasiswa residen FKG Unpad sebagai bagian dari pelaksanaan Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM). (Foto: Dokumentasi Prof. Dr. Arlette Suzy Puspa Pertiwi, drg., Sp.KGA, M.Si.)
Peserta Program Pengabdian pada Masyarakat bertajuk Gigiku, Harapanku: Membangun Kelurahan Sukagalih sebagai Model Posyandu untuk Kesehatan Gigi dan Pencegahan Stunting. Program ini melibatkan para mahasiswa residen FKG Unpad sebagai bagian dari pelaksanaan Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM). (Foto: Dokumentasi Prof. Dr. Arlette Suzy Puspa Pertiwi, drg., Sp.KGA, M.Si.)

Baca Juga: Menengok Kasus Stunting di Permukiman Padat Bandung Setelah Pandemi Covid-19
Mencegah Stunting di Kota Bandung tidak Cukup dengan Bantuan Pangan
Pertumbuhan Angka Stunting di Bandung tak Lepas dari Masalah Ekonomi yang Dihadapi Warga Kurang Mampu

Tantangan di Lapangan

Di lapangan, banyak kader Posyandu mengeluhkan kesulitan menyampaikan informasi tentang stunting kepada orang tua. Mereka khawatir orang tua akan merasa tersinggung atau dipermalukan jika diberitahu bahwa anak mereka mengalami stunting. Hal ini sering mengakibatkan kurangnya intervensi tepat waktu. Untuk mengatasi tantangan ini, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran menyelenggarakan pelatihan komunikasi bagi kader Posyandu agar mereka dapat menyampaikan informasi secara lebih efektif dan empatik.

Pelatihan ini bertujuan untuk membantu kader Posyandu membangun hubungan yang lebih baik dengan orang tua, serta menyampaikan risiko stunting dan pentingnya intervensi dini tanpa menimbulkan rasa malu. Selain itu, pelatihan ini juga memberikan wawasan tentang bagaimana cara menghadapi resistensi dari orang tua yang mungkin merasa masalah gizi anak mereka bukanlah hal yang serius. Pendekatan yang humanis diharapkan dapat membuat orang tua lebih terbuka menerima informasi dan memahami bahwa penanganan dini sangat penting bagi masa depan anak mereka.

Sebagai bagian dari upaya mengurangi stigma dan meningkatkan kesadaran, Program Pengabdian pada Masyarakat bertajuk "Gigiku, Harapanku: Membangun Kelurahan Sukagalih sebagai Model Posyandu untuk Kesehatan Gigi dan Pencegahan Stunting" digelar pada 18 September 2024. Program ini dipimpin oleh Prof. Dr. Arlette Suzy Setiawan, drg., Sp.KGA, Subsp. AIBK(K), M.Psi, FSCDA, FiADH dan melibatkan para mahasiswa residen FKG Unpad sebagai bagian dari pelaksanaan Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM).

Melalui pendekatan yang komprehensif dan berbasis komunitas, diharapkan Kelurahan Sukagalih dapat menjadi model bagi Posyandu lain dalam meningkatkan kesehatan gigi dan pencegahan stunting. Kolaborasi antara akademisi, tenaga medis, dan masyarakat menjadi kunci utama dalam menciptakan perubahan signifikan dalam upaya penanggulangan stunting di Indonesia.

*Artikel ini terbit sebagai bagian dari kerja sama BandungBergerak dengan Departemen Kedokteran Gigi Anak Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran (Unpad).

**Kawan-kawan dapat membaca artikel-artikel lain tentang stunting

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//