Bergerak Bersama Tular Nalar, Literasi Digital untuk Para Lansia
Tular Nalar – Mafindo dan BandungBergerak berkolaborasi dengan Persistri menggelar Akademi Digital Lansia (ADL). Mendekatkan lansia pada teknologi digital.
Penulis Yopi Muharam28 September 2024
BandungBergerak.id - Memahami literasi digital sangat penting bagi semua kalangan, tak terkecuali para lansia (lanjut usia). Banyak lansia masih gagap akan arus digital terkini. Mereka sering menjadi sasaran berita bohong atau hoaks bahkan penipuan digital. Lebih dari itu, untuk menyikapi tahun politik seperti sekarang, mereka sangat membutuhkan pemahaman tentang literasi digital yang lebih baik.
Melihat hal itu, Tular Nalar - Mafindo dan BandungBergerak berkolaborasi dengan Pimpinan Wilayah Persistri Jawa Barat dan Pimpinan Daerah Persistri Kota Cimahi menggelar Akademi Digital Lansia (ADL), Sabtu, 28 September 2024. Acara digelar di Aula Pesantren Persatuan Islam 88, Jalan Melong Blok Cikendal, Kota Cimahi. Sebanyak 100 anggota Persistri ikut aktif dalam pelatihan literasi digital tersebut.
Acara ini mengusung tema “Bersama Bugar Digital”. Dalam pelaksanaannya, 100 peserta itu dibagi menjadi 10 kelompok. Masing-masing kelompok difasilitasi oleh seorang fasilitator dari BandungBergerak.
Wakil Sekretaris 2 Pimpinan Wilayah Persistri Jawa Barat, Ummu Hany Rosmayani, 48 tahun, menerangkan bahwa Persistri memiliki program untuk ketahanan keluarga. Dalam program tersebut, Heny mengungkapkan bahwa keluarga merupakan fondasi untuk perubahan bangsa.
Salah satu programnya yakni meningkatkan pemahaman digital. Dia menjelaskan, meski banyak anggota Persistri sudah memasuki masa lansia, namun bukan berarti harus ketinggalan zaman. Program ini juga bertujuan untuk menyeimbangkan keselarasan dengan zaman.
“Terkait literasi digital, kita juga menyadari bahwa meskipun sudah ada di fase usia lansia, tetapi tetap harus menjadi seorang ibu yang smart,” terangnya.
View this post on Instagram
Tiga fokus
Pelatihan ini dibagi menjadi tiga segmen yang fokus pada digitalisasi: bugar hadapi penipuan, bugar saat pemilu, hingga menjadi bugar mengindra hoaks. Pada segmen pertama, para fasilitator berfokus penipuan yang kerap terjadi dan menimpa para lansia.
Euis, 63 tahun, salah seorang peserta bercerita. Dia pernah mendapat pesan daring yang menyebut akan mendapatkan voucher jutaan rupiah. Akan tetapi, sebelum mendapat voucher, ia harus terlebih dahulu mentransfer uang sebanyak 300 ribu rupiah pada pelaku penipuan.
Cerita itu menjadi pemantik pertama di segmen pertama. Banyak teman sebaya Euis merasa prihatin. Mereka terlihat antusias mendengarkan cerita kelam tersebut. Euis bilang, kejadian penipuan yang ditimpanya menjadi pembelajaran paling besar selama dia bermain media sosial.
Belum selesai sampai di situ. Ia kembali bercerita. Anaknya juga sama sempat menerima pesan penipuan. Bedanya, langsung dihadapkan ke HRD yang berlokasi di Jakarta untuk wawancara kerja. Namun nahas, putra Euis diharuskan membayar sebesar satu juta rupiah jika ingin diterima kerja. Permintaan itu untungnya ditolak. “Kata satpam di sana, awas banyak yang ketipu di ruko itu mah,” cerita Euis menirukan ungkapan anaknya.
Cerita lain muncul dari Nunung, 69 tahun. Kata dia, anaknya pernah terkena musibah. Aplikasi pinjaman online alias pinjol meneror anaknya dengan dalih sudah jatuh tempo. Padahal, anaknya sama sekali belum pernah terlibat dalam praktik pinjam-meminjam. Teror itu membuat resah sekeluarga.
“Sampai sekarang, katanya bunganya terus bertambah,” kata Nunung. “Padahal anak ibu mah enggak tahu apa-apa.”
Metode “Wakuncar”
Menanggapi permasalahan dari dua sepuh tadi, fasilitator menekankan pada teknik “Wakuncar” sebuah akronim dari: waspadai, kunjungi, dan cari. Metode ini diperkenalkan kepada para lansia agar berhati-hati dalam bermedia sosial. Mereka harus cermat dalam memilah sejumlah informasi.
Waspadai di sini berarti para lansia harus cermat dan teliti saat menerima pesan. Seperti berhati-hati terhadap akun, tautan, dan nomor telepon asing yang tidak dikenal atau mencurigakan. Mereka harus memverifikasi terlebih dahulu sebelum mempercayakan isi pesan tersebut.
Kedua, ada kunjungi. Setelah waspada, para lansia diharuskan memverifikasi kebenaran sebuah pesan. Caranya, bisa dengan menanyakan ke anak, tetangga, atau ahli yang berkompeten. Sehingga, mereka mendapat perspektif baru dalam memilah informasi.
Ketiga, cari. Hal ini sangat penting untuk mengetahui isi pesan tersebut. Langkah cari bisa dilakukan para lansia agar merasa lebih aman dalam berinteraksi di dunia digital. Salah satunya dengan cara mengkonfirmasi dari sumber resmi.
Lansia dan Pemilu
Para lansia kembali dihadapkan pada pesta demokrasi. Setelah Pemilihan Presiden dan Pemilihan Legislatif pada 14 Februari 2024 lalu, mereka dihadapkan pada pemilihan kepala daerah. Berdasarkan data BPS Kota Cimahi dan Bawaslu Kota Cimahi, total ada 423.425 penduduk Kota Cimahi yang akan memilih. 62.077, di antaranya adalah lansia dari umur 60-75 tahun ke atas.
Seperempat populasi pemilihan tersebut adalah lansia. Artinya harus ada pelatihan digital agar para lansia tidak terjerembab ke arus informasi bohong atau hoaks. Pada segmen Lansia Berbudi Saat Pemilu, mereka diberi materi tentang contoh berita bohong sampai cara menghadapinya.
Kerap kali, lansia menjadi sasaran berita bohong yang belum jelas kebenarannya. Seperti potongan video, editan AI, hingga informasi yang berujung fitnah. Terkait permasalahan informasi seputar pemilu, para lansia diarahkan untuk mengunjungi situs resmi Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Tidak hanya itu, para lansia juga bisa mengkonfirmasi sebuah berita meragukan untuk menanyakan ke kerabat terdekat. Salah satunya seperti Euis Opan, 68 tahun, yang bercerita setiap ada berita mengenai pemilu yang terlihat janggal, ia akan mengkonfirmasi kebenaran itu pada anaknya. Sehingga, Euis terhindar dari berbagai macam informasi yang tidak jelas sumber kebenarannya.
“Karena Ibu punya anak di pemerintahan Kabupaten Bandung, Ibu selalu menanyakan ke anak-anak. Karena Ibu kan sudah lansia,” ujar ketua Pengurus Cabang Persistri saat ditanya mengenai langkah antisipasi saat menerima berita bohong.
Di sisi lain, Siti Rohaeni, 53 tahun, sepakat dengan Euis. Ia berpendapat, jika menemukan informasi yang meragukan, seharusnya segera mencari sumber informasi yang akurat. Terkait pemilu, ia tahu bahwa informasi valid ada di website KPU.
“Jangan dulu cepat percaya dari informasi bohong. Ada langkah untuk mastiin lah,” lanjut Siti yang juga menjadi ketua penanggung jawab Persistri No. 13.
Baca Juga: Gerakan Literasi Digital dari Tular Nalar Mafindo untuk Orang Muda dan Lansia
Menyemangati Lansia dengan Pelatihan Literasi Digital yang Digagas Tular Nalar Mafindo
“Kacau IDE”
Di segmen terakhir, menjadi Bugar Mengindra Hoaks. Setelah para peserta bercerita dan mendiskusikan pengalamannya seputar berita bohong. Segmen ini adalah kunci dari banyaknya permasalahan tadi. Para fasilitator menerangkan sebuah metode unik untuk mengenal ciri berita bohong.
Dalam berbagai macam berita bohong atau hoaks, fasilitator mengenalkan konsep Kacau IDE. IDE sendiri merupakan akronim dari Isi, Diri, dan Emosi. Adapun pengertian dari Kacau Isi ialah upaya untuk menjatuhkan salah satu pasangan calon dengan cara memelintir data atau framing.
Sedangkan Kacau Diri, merupakan disinformasi untuk merusak kredibilitas atau reputasi seseorang atau lembaga dengan menabur keraguan, kebingungan, dan persepsi negatif. Dan, Kacau Emosi adalah hoaks untuk memancing emosional berlebihan yang disengaja agar muncul respons seperti kemarahan, jijik, sampai rasa bersalah.
Dari konsep ini, para peserta menjadi lebih paham cara membedakan informasi yang keliru bahkan berujung fitnah. Siti merasakan betul materi yang dikenalkan oleh para fasilitator. Dirinya, mengaku bahwa sudah tahu cara mengetahui berita bohong.
“Kita bisa membedakan mana hoaks mana yang bukan. Karena tadi sudah dikasih tahu cara mengetahuinya,” tutur Siti. Di sisi lain, Euis pun merasakan hal yang sama dengan Siti. Ia berkomitmen untuk menyebarkan materi ini ke teman lansia lainnya yang tidak dapat hadir di pelatihan ini.
“Ya, mendapatkan ilmu, jadi ibu lebih tahu cara mengetahui berita hoaks atau tidaknya. Nah, mungkin nanti juga ibu bakal merealisasikan ke para anggota yang tidak datang,” jelas Euis.
*Artikel ini terbit sebagai bagian kerja sama antara BandungBergerak dan Program Tular Nalar Mafindo