• Berita
  • Muller Bersaudara Memohon Dibebaskan dari Jeratan Hukum Pidana Pemalsuan Dokumen Tanah Dago Elos

Muller Bersaudara Memohon Dibebaskan dari Jeratan Hukum Pidana Pemalsuan Dokumen Tanah Dago Elos

Jaksa yakin memiliki bukti-bukti kuat bahwa kedua terdakwa Muller bersaudara bersalah dan melakukan pemalsuan dokumen tanah Dago Elos.

Heri Hermawan dan Dodi Rustendi menyampaikan pledoi terkait perkara pemalsuan dokumen tanah Dago Elos, di PN Bandung, Selasa, 8 Oktober 2024. (Foto: Awla Rajul/BandungBergerak)

Penulis Awla Rajul8 Oktober 2024


BandungBergerak.id - Heri Hermawan dan Dodi Rustendi yang terseret perkara tindak pidana pemalsuan dokumen untuk menggugat tanah di Dago Elos, membacakan nota pembelaan atau pledoi di Pengadilan Negeri Bandung, Selasa, 8 Oktober 2024. Dalam pledoinya, kedua terdakwa memohon hakim membebaskan mereka dari perkara pidana. 

“Semoga bisa menjadi pertimbangan hakim yang mulia untuk membebaskan kami dari tuntutan jaksa,” Heri membacakan pledoi, mewakili adiknya Dodi Rustendi, di persidangan. “Berharap yang mulia majelis hakim bisa melepaskan kami dari segala tuntutan yang telah dibacakan bapak jaksa dan surat dakwaan yang tidak manusiawi menurut kami, 5 tahun 6 bulan.” 

Heri Hermawan menegaskan, dirinya, Dodi Rustendi dan Pipin Sandepi adalah benar keturunan sah orang Belanda, Edi Eduard Muller yang semasa hidupnya tinggal di Rancaekek, sementara saudara kandung Edi yang lain tinggal di Belanda. Ayahnya juga merupakan keturunan sah dari George Hendrik Muller. Ia pun mengaku sosok yang tidak mengerti hukum, berbeda dengan pelapor dan warga Dago Elos yang menempati tanah peninggalan kakeknya. 

“Mengapa orang yang tidak berhak mengetahui urusan keluarga kami menyangkut nama kakek dan ayah kami menjadi masalah hukum dan membuat kami menjadi terdakwa di ruangan sidang. Sedangkan permasalahan menyangkut akte kelahiran kami, pelapor dan warga mencoba mencari-cari kesalahan menyangkut eigendom dan akte van geborte yang sudah terbukti di pengadilan perdata bahwa dokumen itu milik kakek kami,” terangnya. 

Dalam pledoinya, keduanya akan terus memperjuangkan keadilan, termasuk untuk adik bungsunya secara hukum agar bisa memiliki harta peninggalan dari kakeknya. Tanah Dago Elos dinilai dicaplok oleh warga yang tidak sah. Keduanya pun percaya negara akan menyerahkan tanah itu kepada Heri dan Dodi melalui eksepsi di persidangan.

Heri meminta majelis hakim untuk membebaskan keduanya dari segala tuduhan yang tidak benar dan memohon agar memutuskan persoalan dengan nurani. Selepas Heri membacakan pledoi, penasihat hukumnya memberikan bundelan-bundelan dokumen pembuktian kepada hakim. Sidang pembacaan putusan dugaan tindak pidana pemalsuan dokumen yang dilakukan oleh Muller bersaudara direncanakan akan digelar pada Senin, 14 Oktober 2024. 

Warga Dago Elos berjalan kaki menyuarakan perlawanan dalam karnaval kemerdekaan di sepanjang Jalan Ir. H. Djuanda, Kota Bandung, Jumat, 17 Agustus 2024 siang. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)
Warga Dago Elos berjalan kaki menyuarakan perlawanan dalam karnaval kemerdekaan di sepanjang Jalan Ir. H. Djuanda, Kota Bandung, Jumat, 17 Agustus 2024 siang. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Pledoi Penasihat Hukum Duo Muller

Penasihat hukum terdakwa Muller bersaudara dari kantor “The Rule” Dr. Jogi Nainggolan SH., MH & Partners membacakan pledoi setebal 122 halaman. Dalam analisa tim hukum, keterangan para saksi fakta yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU), tidak menggambarkan dan tidak bisa menerangkan kedua terdakwa telah melakukan tindak pidana sesuai tuntutan dan dakwaan. 

“Saksi a charge yang dihadirkan jaksa tidak punya nilai pembuktian dan harus dikesampingkan,” ungkap salah satu penasihat hukum, membacakan pledoi.

Heri Hermawan dan Dodi Rustandi juga ditegaskan merupakan keturunan sah Edi Eduard Muller, sehingga berhak menyandang nama Muller. Kedua terdakwa pun berhak memiliki tanah Dago Elos karena merupakan keturunan George Hendrik Muller dan sesuai dengan putusan pengadilan Perdata yang inkrah di tingkat Peninjauan Kembali (PK).

Adapun keterangan saksi ahli agraria, saksi ahli pidana, dan saksi ahli forensik yang dihadirkan JPU juga dinilai tidak memiliki nilai pembuktian dan seharusnya dikesampingkan oleh majelis hakim. Terhadap keterangan saksi ahli forensik, penasihat hukum menilai, saksi ini tidak pernah menyatakan dokumen yang diperiksa palsu.

Sedangkan terkait akta kelahiran, penasihat hukum menjelaskan, akta Heri yang pertama tertulis tanpa menggunakan Muller. Terdakwa I ini kemudian meminta diterbitkan akta baru dengan nama Muller. Akta baru yang terbit dengan nama Muller ini dinyatakan asli, telah dilaminating dan diberi tanda robekan di bagian atas akta. 

Sayangnya, akta ini disebut hilang di tahun 2018. Makanya, di tahun 2024, Heri mengajukan lagi pembuatan akta kelahiran. Sementara Dodi Rustendi, meminta perubahan akta di tahun 2014 karena kesalahan penulisan nama. Tetapi, akta pertamanya disebut sudah sejak awal terdapat nama Muller. Ia lantas mengajukan perubahan nama lagi untuk menambah nama Muller dengan ejaan nama yang benar.

Penasihat hukum juga menilai tidak ada bagian dari akta Van Geborte atas nama Edi Eduard Muller yang palsu atau dipalsukan. Eigendom Verponding 3740, 3741, 3742 terbukti telah beralih haknya dari pabrik tegel NV Simongan kepada George Hendrik Muller. Selain itu, unsur kesengajaan melakukan tindak pidana belum terbukti. 

“Karena tidak terbukti secara hukum keputusan dari dokumen-dokumen di atas (akta kelahiran terdakwa, akta Van Gerborte, dan Eigendom Verponding), maka secara alamiah terhadap unsur memalsukan tidak terbukti,” demikian analisa hukum penasihat hukum terdakwa Muller bersaudara.

Para penasihat hukum menarik kesimpulan, para terdakwa tidak pernah melakukan perbuatan memakai surat atau akta otentik palsu/dipalsukan, tidak pernah membuat surat palsu atau memalsukan surat atau menyuruh memasukkan keterangan palsu ke dalam akta otentik. Sehingga hal ini tidak sesuai secara hukum terhadap tuntutan dan dakwaan jaksa. 

Dakwaan dan tuntutan JPU dinilai tidak bisa menjelaskan dan menguraikan unsur-unsur tindak pidana yang dikaitkan dengan dalil dan fakta persidangan. Surat dakwaan JPU dinilai bersifat formal belaka, tanpa ada argumen hukum yang komprehensif. Unsur pidana yang dituntut juga kabur dan tidak jelas secara hukum. 

“Hal ini menunjukkan betapa sumir dan rapuhnya pembuktian yang dilakukan JPU dalam permohonan ini,” katanya. 

Para penasehat hukum pun memohon majelis hakim untuk memeriksa dan mengadili perkawa terdakwa Muller bersaudara dengan amar putusan sebagai berikut:

  1. Menyatakan para terdakwa tidak terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan kedua dan tuntutan JPU yang diatur dan diancam dalam ketentuan hukum Pasal 263 ayat (2) KUHP jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP;
  2. Menyatakan para terdakwa tidak terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagai dakwaan kesatu JPU yang diatur dan diancam dalam ketentuan hukum Pasal 263 ayat (1) KUHP jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1, dakwaan ketiga JPU pasal 266 ayat (1) KUHP jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1, dan dakwaan keempat JU Pasal 266 ayat (2) KUHP;
  3. Membebaskan terdakwa dari segala tuntutan dan dakwaan JPU atau menyatakan setidak-tidaknya para terdakwa lepas dari segala tuntutan hukum;
  4. Memerintahkan Jaksa Penuntut Umum untuk membebaskan atau mengeluarkan para terdakwa dari Rumah Tahanan Negara Kelas 1 Bandung;
  5. Memulihkan nama baik, harkat, martabat Terdakwa I dan Terdakwa II
  6. Membebankan biaya perkara pada negara.

Baca Juga: Sidang Perkara Pemalsuan Dokumen Tanah Dago Elos Membeberkan Asal-usul Penambahan Nama Muller oleh Terdakwa
Jo Budi Hartanto Mangkir di Persidangan Sengketa Tanah Dago Elos
Sidang Pemalsuan Dokumen Tanah Dago Elos, Jaksa Berharap Majelis Hakim Menolak Nota Keberatan Terdakwa Duo Muller

JPU Kukuh Pendirian

Sukanda, Jaksa Penuntut Umum menilai pembelaan dari terdakwa justru jauh dari fakta persidangan. Pembelaan penasihat hukum pun hanya keterangan semata yang tidak memberikan bukti baru. Sehingga, JPU bersikukuh pada tuntutan dan dakwaan yang diberikan. 

“Pendapat kita, itu pendapatnya tidak berdasar karena hanya berpatokan pada saksi-saksi yang dihadirkan di persidangan. Tetapi tidak memberikan bukti lain. Kalau kita kan misalnya ini palsu, kita hadirkan labnya, ini, kita mah jelas. Jadi kami tidak sependapat dengan penasehat hukum bahwa perkara ini asal-asalan, bukan, ini sudah jelas. Sudah jelas pembuktiannya sesuai KUHAP. Liat aja nanti di putusannyalah, saya yakin,” terang Sukanda, saat diwawancara usai persidangan.

*Kawan-kawan yang baik bisa membaca tulisan-tulisan lain dari Awla Rajul atau artikel-artikel lain tentang Dago Elos

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//