PILGUB JABAR 2024: Para Kandidat Belum Serius Menggarap Sektor Energi Bersih Berkeadilan
Para kandidat Pilgub Jabar 2024 menjanjikan komitmennya pada lingkungan. Aktivis lingkungan menilai mereka tidak memiliki pemahaman mendalam terhadap isu lingkungan.
Penulis Awla Rajul29 Oktober 2024
BandungBergerak.id - Para kandidat Pilgub Jabar 2024 dinilai belum memiliki pemahaman komprehensif dan komitmen jelas terkait transisi energi adil dan berkelanjutan. Para kandidat juga tidak menunjukkan memiliki pengetahuan mendalam di sektor ini.
Penilaian tersebut disampaikan Direktur Walhi Jawa Barat Wahyudin saat menanggapi penyampaian tim pemenangan keempat paslon Pilgub Jabar 2024 di acara peluncuran laporan survei “Persepsi Masyarakat Jawa Barat tentang Isu Transisi Energi dan Dampak Perubahan Iklim dalam Momentum Pilkada 2024”. Acara ini digelar Yayasan Cerah Indonesia, Koalisi untuk Energi Bersih (Kutub) Jawa Barat, dan Center for Economics and Development Studies (CEDS) Unpad, Kamis, 17 Oktober 2024.
Dalam acara yang dihadiri masing-masing tim pemenangan Pilgub Jabar 2024, Wahyudin menyayangkan tidak ada satu pun dari keempat paslon yang berbicara spesifik soal energi.
“Jadi misalnya kami menaruh harapan besar kepada empat paslon, termasuk misalnya salah satu yang terpilih ke depan, kami tidak yakin mereka memahami secara utuh rencana pensiun dini atau transisi energi ini ke hal-hal yang memang ramah, adil, dan berkelanjutan,” ungkap Wahyudin, saat dihubungi BandungBergerak, Selasa, 22 Oktober 2024.
Namun begitu, Kutub Jabar telah menyerahkan berbagai survei dan kajian kepada keempat tim paslon Pilgub Jabar 2024. Dokumen-dokumen itu diharapkan bisa menjadi bahan pelajaran dan masukan, maupun menjadi landasan untuk perumusan kebijakan rencana pembangunan dan rencana umum energi daerah (RUED). Kutub Jabar merupakan koalisi berbagai organisasi masyarakat di Jawa Barat yang menaruh perhatian dalam mengawal transisi energi.
Wahyudin memang tidak menampik adanya keterbatasan kewenangan pemerintah provinsi di sektor energi. Sektor energi lebih banyak “dikendalikan” oleh pemerintah pusat. Meski begitu, ada sebagian kewenangan yang bisa didesak oleh pemerintah provinsi Jawa Barat, jika memang pemimpin masa depan yang terpilih menaruh komitmen dan serius terhadap persoalan krisis iklim yang disebabkan oleh industri ekstraktif.
Ia menegaskan, Jawa Barat sudah memiliki banyak pembangkit listrik, baik tenaga fosil maupun yang terbarukan. Jawa Barat juga memiliki pasokan dan permintaan listrik yang sudah memadai, bahkan cenderung melebihi kapasitas. Sehingga, ia mewanti-wanti agar tidak ada lagi pembangunan pembangkit listrik di Jawa Barat yang menggunakan tenaga fosil maupun ekstraktif seperti PLTU.
Wahyudin menegaskan, pemimpin terpilih harus memiliki perspektif kuat terkait lingkungan, termasuk memastikan PLTU yang ekstraktif dan memberikan kontribusi terhadap pelepasan emisi segera ditutup, salah satunya adalah PLTU Cirebon dan Pelabuhan Ratu.
“Seharusnya ada desakan nyata dari pemerintah daerah ke pemerintah pusat untuk segera ditutup dan tidak ada lagi pembangunan elektrifikasi pembangkit listrik dari energi fosil di Jawa Barat,” tegas Wahyudin.
Karena pemahamannya yang kurang komprehensif terkait isu transisi energi, Wahyudin meragukan keberpihakan dan komitmen keempat paslon untuk isu ini. Apalagi, pihaknya telah sejak lama mengkampanyekan transisi energi adil dan berkelanjutan.
Adil dimaknai bahwa pembangunan pembangkit listrik tidak akan meringkus ruang hidup rakyat, tidak akan menghilangkan mata pencaharian masyarakat baik di laut maupun di darat; pembangunan mesti dilakukan secara transparan dan melibatkan partisipasi bermakna masyarakat dalam setiap prosesnya. Adapun keberlanjutan merupakan pemilihan sumber daya untuk membangkitkan listrik dari sumber-sumber yang terbarukan dan berkelanjutan, bukan dari proses ekstraktif maupun yang merusak alam secara terus menerus.
“Itu tidak semua kami dapatkan cerminan itu dari para kandidat. Malah ada beberapa kandidat yang menyetujui dan mengamini proyeksi pemerintah pusat untuk membuat elektfirikasi dari PLTSa, itu kami tidak setuju. Terus ada beberapa gunung yang sudah diproyeksikan sebagai PSN untuk geothermal, kami pun tidak mengamini itu. Ya tentu kami sangat meragukan,” katanya.
Wahyudin berharap momentum Pilkada ini dapat melahirkan pemimpin yang betul-betul mengedepankan aspirasi rakyat dan mengedepankan kepentingan lingkungan untuk kualitas hidup seluruh masyarakat yang lebih baik. Sebab, bicara lingkungan bukanlah kepentingan segelintir orang, melainkan seluruh pihak.
“Tinggal komitmen dan keseriusan dari pemerintah untuk sama-sama mendesak agar energi ekstraktif itu sudah dikurangi, malah target yang diproyeksikan oleh pemerintah untuk menutup PLTU harus segera dilakukan,” katanya.
Baca Juga: PILGUB JABAR 2024: Isu Transisi Energi Tidak Seksi Bagi Para Kandidat
PILGUB JABAR 2024: Akankah Pasangan Dedi Mulyadi dan Erwan Setiawan Mampu Merebut Simpati Massa Islam?
PILGUB JABAR 2024: Calon dari PDI Perjuangan di antara Jejak-jejak Murung Kontestasi di Masa Lalu
Para Kandidat Membicarakan Transisi Energi
Tim Pemenangan Paslon 01 Acep-Gita dari PKB Dindin Abdullah Ghozali mengatakan, pihaknya sangat memperhatikan isu lingkungan. Hal itu dapat dibuktikan dalam poin misi ketiga yang mencantumkan terkait pembangunan kawasan Jawa Barat yang harus memperhatikan isu lingkungan. Menurutnya, fraksi PKB secara khusus menaruh perhatian dalam pembahasan terkait revisi Rencana Umum Energi Daerah (RUED).
“Kami mendukung rencana energi daerah ini agar terjadi percepatan. Secara khusus, kami juga menyoroti soal penghentian operasi dua PLTU yang ada di Jawa Barat. Tentu saja, hal ini harus diikuti dengan mitigasi terhadap para pekerja yang selama ini bekerja di PLTU tersebut, yang akan dialihkan ke pekerjaan-pekerjaan baru di pembangkit energi yang ramah lingkungan. Nantinya, mereka akan dialihkan ke sana,” ungkapnya, dalam kegiatan peluncuran survei.
Dindin juga menyatakan komitmen Paslon 01 Acep-Gita terhadap lingkungan hidup. Ke depan, Jawa Barat yang memiliki potensi energi terbarukan akan digalakkan, misalnya dengan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH).
“Di Jawa Barat, ada lebih dari 5.300 desa yang memiliki potensi untuk membangun PLTMH. Jika setengah dari desa-desa di Jawa Barat ini membangun PLTMH, misalnya dengan kapasitas 100 kW per unit, maka bisa terkumpul sekitar 250 MW. Ini luar biasa untuk mengurangi beban dari PLTU yang akan ditutup, yang kapasitasnya sekitar 660 MW,” katanya. “Lebih baik kita mengarahkan bantuan keuangan ke desa-desa ini untuk membangun PLTMH, daripada bantuan keuangan yang tidak jelas tujuannya.”
Sementara Tim Pemenangan Paslon 02 Jeje-Ronal dari PDIP Bedi Budiman menyatakan, pihaknya bukan hanya sekadar mendukung, tapi akan sangat fanatik dengan isu lingkungan hidup. Hal itu dikatakannya lantaran pengalaman Jeje memimpin di Pangandaran yang ingin melestarikan lingkungan tetapi berkomitmen memastikan rakyat tetap bisa hidup sejahtera.
“Pak Jeje juga ingin merawat lingkungan hidup sambil memastikan rakyat bisa tetap hidup dengan layak. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah melalui kerja sama riset dan teknologi, serta dengan melibatkan berbagai pihak dalam konsep pentahelix,” katanya.
Ke depannya, Paslon 02 ingin mempercepat migrasi dari kendaraan berbahan bakar fosil ke kendaraan listrik tanpa memberatkan rakyat. Pemerintah provinsi ke depan di bawah kepemimpinan Jeje-Ronald harus menyiapkan infrastruktur yang memadai.
Menurut Beni, kerusakan ekologi bukan hanya soal lingkungan, tetapi juga soal kerakusan. Kerusakan ekologi adalah akibat dari pertumbuhan kapital yang tidak terkendali. Makanya ia menegaskan, pihaknya akan berkomitmen dalam menangani kerusakan ekologi.
“Kami, Pak Jeje dan Pak Ronald, berkomitmen untuk tegas dalam menangani kerusakan ekologi. Bukan hanya menahan pembangunan, tapi juga mencari solusi yang realistis melalui kerja sama dengan berbagai pihak, termasuk aparat penegak hukum. Kami percaya bahwa dengan kerja sama yang baik, kita bisa menyelesaikan masalah ini secara bertahap,” katanya.
Adapun Tim Pemenangan Paslon No 03, Ahmad Syaikhu-Ilham Habibie, Bang Coy menerangkan, isu lingkungan menjadi platform dalam misi mereka di poin kedelapan, yaitu penyelarasan hidup masyarakat Jawa Barat dengan lingkungan hidup yang lestari dan berkelanjutan.
Bang Coy mengaku, pihaknya bukan hanya akan membangun aspek ekonomi berkelanjutan, tetapi juga bagaimana mewujudkan masyarakat yang memiliki kepedulian langsung bahwa pembangunan hari ini bukan hanya untuk generasi saat ini, melainkan juga untuk generasi yang akan datang. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan pembangunan yang ramah lingkungan.
Ia mengklaim, dalam program unggulannya, pihaknya mendorong penggunaan energi terbarukan dan efisiensi energi. Pihaknya juga memiliki program lingkungan hidup yang selaras dengan target net zero emission. Pihaknya pun akan menjadikan orientasi mitigasi bencana dan pembangunan industri tematik yang berkelanjutan.
“Kami ingin menjadikan kawasan industri sebagai tempat untuk menjalankan kebijakan lingkungan, misalnya dengan mensinkronkan pembangunan industri dengan pembangkit listrik tenaga surya,” katanya.
Menurutnya, kebijakan lingkungan bukan hanya tentang ekonomi hijau berkelanjutan, tetapi juga tentang tantangan besar bagaimana membangun kebiasaan dan perilaku di masyarakat. Dengan begitu, orientasi pembangunan dapat mewujudkan keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan daya dukung lahan, sehingga lingkungan menjadi semakin nyaman.
Adapun Tim Pemenangan Paslon 04 Dedi-Erwan, Cakra menerangkan, terdapat perbedaan antara energi bersih dan energi hijau. Energi bersih adalah clean energy, sedangkan energi hijau belum tentu bersih. Menurutnya, energi hijau masih mungkin menghasilkan emisi, tetapi tidak membahayakan lingkungan.
Cakra menerangkan, perubahan iklim akan sangat berpengaruh terhadap berbagai aspek, di antaranya adalah ketahanan pangan, ekonomi, kesehatan, sosial budaya, serta kerentanan terhadap bencana.
“KDM-Erwan bersepakat bahwa pembangunan ke depan di Jawa Barat harus mengutamakan tata ruang yang menggunakan peradaban leluhur kita. Jadi, penggunaan ikat kepala bukan berarti kita ingin kembali ke masa lalu, melainkan memiliki nilai ilmiah. Hal ini sama dengan yang dipikirkan oleh KDM, bahwa kita harus belajar dari leluhur,” kata pria yang memakai iket ini.
Ia yakin, pembangunan yang berdasarkan lingkungan bisa merujuk pada pelajaran yang ditinggalkan oleh leluhur. Leluhur sejak lama sudah memikirkan terkait konservasi lingkungan, meski daerah sekitarnya masih terjaga alami.
“Sayangnya, pemahaman ini tidak populer karena kita selalu berpikir bahwa yang berasal dari luar lebih unggul. Padahal, kearifan lokal kita sebenarnya lebih tinggi dan lebih visioner, dengan memikirkan keberlangsungan lingkungan untuk generasi mendatang,” ungkapnya.
*Kawan-kawan yang baik bisa membaca tulisan-tulisan lain dari Awla Rajul atau artikel-artikel lain tentang Pilgub Jabar 2024