• Kolom
  • CATATAN DARI BUKU HARIAN #18: Mengenal Agus Wahyudi, Filatelis dan Kolektor Benda Jadul dengan Sejuta Cerita Sejarah

CATATAN DARI BUKU HARIAN #18: Mengenal Agus Wahyudi, Filatelis dan Kolektor Benda Jadul dengan Sejuta Cerita Sejarah

Agus Wahyudi adalah sosok yang mendedikasikan hidupnya untuk menjaga dan melestarikan sejarah melalui koleksi benda-benda lawas.

Kin Sanubary

Kolektor Koran dan Media Lawas

Agus Wahyudi dengan koleksi piringan hitam sinden legendaris Waldjinah , Ajo Ngguju, produksi Lokananta Records, tahun 1968. (Foto: Dokumentasi Kin Sanubary)

16 November 2024


BandungBergerak.id – Agus Wahyudi, seorang filatelis dan kolektor benda lawas yang berdomisili di Soreang, Kabupaten Bandung, berhasil menghadirkan suasana museum sejarah di rumahnya. Ketika mengunjungi kediamannya, para tamu seolah dibawa berkelana ke masa lalu melalui tumpukan ribuan surat kabar, majalah, kaset pita, CD, piringan hitam, hingga berbagai karya seni seperti lukisan dan fotografi yang menghiasi dinding rumahnya. Bagi Agus, sejarah bukan hanya kenangan, melainkan aset berharga yang ia dedikasikan sebagai “museum hidup”.

Perkenalan dan persahabatan kami dimulai dari kegemaran yang sama, yaitu hobi mendengarkan siaran radio gelombang pendek (Short Wave Listener). Kami sama-sama tergabung di komunitas pendengar radio luar negeri siaran Bahasa Indonesia, seperti BBC London, VOA Washington, Radio Nederland  Hilversum, Deutsche Welle Bonn, ABC Melbourne dan lainnya. Temu Keluarga Pendengar Radio yang diselenggarakan di Kota Batu, Malang pada tahun 2019 menjadi awal keakraban kami sejak tahun 90-an hingga saat ini.

Baca Juga: CATATAN DARI BUKU HARIAN #15: Bersahabat dengan Nata Sofia, Sosok Penyiar Idola yang Multitalenta
CATATAN DARI BUKU HARIAN #16: Mengenal Lebih Dekat Abah Mas Nanu Muda, Maestro Koreografer Tari Tradisional
CATATAN DARI BUKU HARIAN #17: Mengenal Leonard Triyono, Penyiar Bersuara Khas dari Washington DC

Kecintaan Agus terhadap Dunia Filateli

Agus Wahyudi mulai menggemari prangko sejak tahun 1970-an ketika masih duduk di bangku SMP. Pada masa itu, komunikasi jarak jauh mengandalkan surat menyurat, dan prangko menjadi bagian penting dalam proses tersebut. Awalnya, ia membeli prangko hanya untuk keperluan surat menyurat, namun ketertarikannya terhadap gambar dan cerita di balik prangko tumbuh dengan pesat. Ia mengenang harga prangko biasa pada tahun 1975 sekitar Rp 20, sedangkan untuk pengiriman kilat Rp 40.

Ketertarikan Agus pada prangko dan sejarahnya membawanya pada karier di PT Pos Indonesia. Setelah lulus SMA, Agus mencoba peruntungan dengan mengikuti tes di PT Pos Indonesia, dan diterima sebagai pegawai setelah melalui masa magang. Ia menjalani karier selama lebih dari tiga dekade, mengemban berbagai posisi hingga bagian produksi prangko. Agus memahami detail pembuatan prangko, mulai dari desain hingga teknik pencetakan yang dulu masih menggunakan alat lukis, bukan kamera.

Pengetahuan Agus tentang prangko tidak main-main. Ia memiliki koleksi lebih dari 2.000 jenis prangko dari sekitar 600 seri berbeda, termasuk tema-tema langka seperti gerhana matahari total tahun 1984, peluncuran misi antariksa, dan ajang olahraga dunia seperti Piala Dunia serta Olimpiade. Agus menyimpan koleksinya dengan teliti dalam album-album khusus, memperhatikan kualitas dan keasliannya agar tetap terjaga dengan baik.

Selain prangko, Agus juga mengoleksi kartu pos, kop surat, serta surat-surat lama yang ia terima dan kirim. Ia bahkan memiliki prangko edisi khusus yang mengandung emas murni. Agus selalu berhati-hati dalam merawat koleksi prangkonya, menghindari sentuhan langsung setelah makan agar kualitas prangko tetap terjaga.

Agus Wahyudi menunjukkan koleksi flyer film James Bond, On Her Majestys Secret Service,  yang rilis tahun 1969. (Foto: Dokumentasi Kin Sanubary)
Agus Wahyudi menunjukkan koleksi flyer film James Bond, On Her Majestys Secret Service, yang rilis tahun 1969. (Foto: Dokumentasi Kin Sanubary)

Pameran dan Pengalaman di Dunia Filateli

Sebagai seorang filatelis, Agus merasa penting untuk mengikuti pameran prangko. Ia memulai debutnya dalam pameran filateli pada tahun 1985, setelah lima tahun aktif mengoleksi prangko. Tempat pameran pertamanya adalah gedung yang kini menjadi Bandung Indah Plaza (BIP). Agus mengusung tema peta untuk pameran perdananya, menekankan bahwa setiap koleksi harus memiliki narasi yang kuat serta keunikan tersendiri.

Menurut Agus, aspek-aspek yang dinilai dalam pameran filateli meliputi keaslian, kelangkaan, dan keutuhan prangko. Ia juga memamerkan koleksi sampul hari pertama dan cap pos yang memperkaya nilai koleksinya. Dari pengalaman mengikuti komunitas filatelis, pengetahuan Agus tentang prangko semakin bertambah, termasuk dalam hal teknik penilaian dalam lomba prangko.

Agus Wahyudi bersama sang istri Myke Jeanneta, sama-sama menggeluti fotografi. (Foto: Dokumentasi Kin Sanubary)
Agus Wahyudi bersama sang istri Myke Jeanneta, sama-sama menggeluti fotografi. (Foto: Dokumentasi Kin Sanubary)
Bertemu Jodoh Lewat Prangko

Kisah unik dalam kehidupan Agus adalah pertemuannya dengan Myke Jeanneta, yang kini menjadi istrinya, juga melalui dunia prangko. Myke merupakan seorang filatelis dengan koleksi yang tidak kalah hebat, bahkan sering mengikuti pameran hingga ke luar negeri seperti di Yugoslavia dan Australia. Meski sang istri yang berpameran, Agus selalu mendukung di balik layar, membantu dalam penyusunan tema dan narasi pameran.

Pernikahan Agus Wahyudi dengan Myke Jeanneta  dikaruniai dua orang anak yaitu Sigma Adi Setyo dan Omega Puti Saraswati.

Prangko tidak hanya membawa kebahagiaan dalam kehidupan Agus, tetapi juga memberikan manfaat finansial. Pada tahun 1999, Agus menjual sebagian koleksi prangkonya yang berhasil mengumpulkan cukup dana untuk biaya khitanan anaknya.

Koleksi album kaset milik Agus Wahyudi yang jumlahnya ribuan buah. (Foto: Dokumentasi Kin Sanubary)
Koleksi album kaset milik Agus Wahyudi yang jumlahnya ribuan buah. (Foto: Dokumentasi Kin Sanubary)

Kolektor Musik, Majalah, Surat Kabar, Poster Film dan Uang Jadul

Tidak hanya prangko, Agus Wahyudi juga memperluas koleksinya ke berbagai benda fisik lainnya. Ia memiliki ribuan buku, poster film jadul, surat kabar, dan majalah, termasuk edisi lama dari Pikiran Rakyat dan Kompas. Di salah satu ruang belakang rumahnya, ratusan eksemplar surat kabar dan majalah tertata rapi, menjadi arsip sejarah yang tak ternilai.

Agus juga mengoleksi rilisan fisik musik seperti kaset pita, CD, VCD, DVD konser, dan piringan hitam dari berbagai genre musik, dengan total sekitar 9.000 kaset pita. Musik Jazz menjadi favoritnya, sering ia dengarkan sambil membersihkan koleksi prangkonya. Selain itu, Agus juga memiliki koleksi uang jadul, yang sering kali diminta sebagai mas kawin oleh kerabatnya.

Potongan Tiket dan Kenangan yang Menghidupkan Sejarah

Agus menyimpan potongan tiket bus, bioskop, kereta api, hingga bon belanja yang ia kumpulkan selama bertahun-tahun. Bagi Agus, setiap potongan tiket ini merupakan saksi sejarah perjalanan hidupnya. Ia menganggap koleksi-koleksi ini sebagai bagian dari cerita hidup yang bermanfaat, bahkan beberapa kali ia mendapatkan prangko langka melalui barter menggunakan potongan tiket tersebut.

Agus juga menggeluti dunia fotografi dan memelihara hewan peliharaan seperti ayam dan kucing-kucing yang lucu, yang jumlahnya puluhan dan masing-masing punya nama sendiri.

Agus Wahyudi bersama penulis. (Foto: Dokumentasi Kin Sanubary)
Agus Wahyudi bersama penulis. (Foto: Dokumentasi Kin Sanubary)

Dedikasi pada Sejarah dan Warisan Budaya

Agus Wahyudi adalah sosok yang mendedikasikan hidupnya untuk menjaga dan melestarikan sejarah melalui koleksi benda-benda lawas. Ia bukan hanya seorang filatelis, tetapi juga seorang penjaga sejarah yang menghidupkan kembali cerita masa lalu melalui benda-benda yang ia kumpulkan dengan penuh cinta. Melalui koleksi dan pamerannya, Agus mengajak kita untuk menghargai sejarah, mengenang masa lalu, dan belajar dari setiap kisah yang tersimpan di balik benda-benda fisik yang penuh makna.

Kisah hidup Agus Wahyudi menginspirasi banyak orang untuk melihat kembali nilai dan arti dari benda-benda yang mungkin sudah terlupakan. Dengan dedikasi dan cinta yang ia tunjukkan, Agus menjadi contoh nyata bagaimana warisan budaya dapat dijaga dan dilestarikan melalui upaya pribadi yang konsisten dan penuh passion.

*Kawan-kawan dapat membaca karya-karya lain Kin Sanubary dalam tautan berikut

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//