• Berita
  • PILKADA JABAR 2024: Orang Muda Memiliki Kekuatan Suara untuk Melahirkan Pemimpin Berkualitas

PILKADA JABAR 2024: Orang Muda Memiliki Kekuatan Suara untuk Melahirkan Pemimpin Berkualitas

DPT Pilkada Jabar 2024 didominasi gen Z dan milenial dengan proporsi mendekati 60 persen. Orang muda memiliki potensi besar untuk mempengaruhi hasil pemilu.

Ilustrasi. Sistem politik di Indonesia belum memuat keterwakilan ragam gender. (Ilustrator: Alfonsus Ontrano/BandungBergerak).

Penulis Pahmi Novaris 20 November 2024


BandungBergerak.idKeterlibatan orang muda dalam politik khususnya Pilkada serentak 2024 semakin krusial. Pilkada akan melahirkan pemimpin yang membuat kebijakan-kebijakan selama lima tahun ke depan. Kebijakan tersebut akan berdampak pada rakyat yang di dalamnya ada orang-orang muda.

Arti penting orang-orang muda dalam politik jauh-jauh hari sudah disampaikan Sukarno dalam kalimat masyhurnya, “Beri aku 1.000 orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia,” kata Nina Yuningsih, mengutip kalimat dari Bung Karno di seminar yang membahas pentingnya pendidikan politik di Kampus Unpad, Bandung, 18 November 2024.

Pernyataan Bung Karno, kata Nina, menggarisbawahi pentingnya generasi muda dalam proses politik dan pembangunan bangsa melalui partisipasinya dalam Pemilihan Kepala Daerah 2024. Terkait pilkada atau pemilu, Nina menjelaskan bahwa pesta demokrasi ini memiliki berbagai fungsi strategis, seperti sarana kedaulatan rakyat untuk memastikan transisi kekuasaan yang demokratis, instrumen untuk mendorong akuntabilitas, dan kontrol publik terhadap negara.

“Pemilu juga berfungsi membangun legitimasi, memperkuat sirkulasi elite secara berkala, menyediakan perwakilan, dan memberikan pendidikan politik kepada masyarakat. Dalam pelaksanaannya, pemilu melibatkan berbagai elemen: aktor (penyelenggara, pemilih, peserta), sistem pemilihan, manajemen pelaksanaan, hingga penegakan hukum yang mengatur pengawasan, penyelesaian pelanggaran, dan perselisihan,” paparnya.

Jawa Barat, sebagai salah satu provinsi dengan jumlah pemilih terbanyak, menjadi sorotan dalam Pilkada 2024. Daftar pemilih tetap di provinsi ini mencapai 35.714.901 orang, terdiri dari Gen Z (7.407.490), milenial (11.603.822), Generasi X (10.658.794), baby boomer (5.509.677), dan lansia (>76 tahun) sebanyak 535.118 orang. Bonus demografi menjadi peluang besar untuk meningkatkan partisipasi politik, terutama karena gen Z dan milenial, yang mendominasi populasi pemilih dengan proporsi mendekati 60 persen, memiliki potensi besar untuk mempengaruhi hasil pemilu.

Namun, sejumlah tantangan besar masih menghambat partisipasi politik masyarakat. Kesadaran politik yang rendah, disinformasi, hoaks, dan kurangnya pendidikan politik yang komprehensif menjadi kendala utama. Hoaks, misalnya, menjadi ancaman serius dalam konteks pemilu.

Menurut data Diskominfo, hoaks menyebar paling banyak melalui media sosial (92,4 persen), aplikasi chat (62,8 persen), dan situs web (34,9 persen). Informasi yang salah atau tidak akurat ini dapat mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap isu politik, bahkan memanipulasi pilihan mereka di kotak suara.

“Rendahnya kesadaran politik di kalangan masyarakat merupakan salah satu tantangan utama dalam meningkatkan partisipasi dalam Pilkada. Banyak masyarakat yang belum memahami hak dan kewajiban mereka sebagai warga negara, serta proses politik yang ada. disinformasi dan penyebaran hoaks melalui media sosial juga menjadi hambatan yang signifikan dalam membangun kesadaran politik yang sehat,” ujar Nina

Politik uang menjadi tantangan lain yang sulit diberantas karena regulasi yang belum sepenuhnya efektif. Praktik ini sangat terkait dengan kemiskinan struktural yang masih melingkupi sebagian masyarakat Indonesia. Sebagian masyarakat memilih berdasarkan iming-iming politik uang daripada keyakinan terhadap visi dan misi calon. Akibatnya, makna demokrasi yang seharusnya menjadi kedaulatan rakyat tergeser oleh pragmatisme ekonomi. Selain itu, kampanye politik saat ini cenderung bersifat senyap, tidak seintensif masa lalu, sehingga sulit bagi masyarakat untuk mengenal dan mengevaluasi calon pemimpin mereka.

“Banyak kandidat memberikan visi dan misi yang melangit namun tidak membumi, sehingga tidak relevan dengan kebutuhan masyarakat,” ujar Nina.

Baca Juga: PILKADA JABAR 2024: Nomor Urut Para Kontestan Pilgub Jabar 2024, Pilwalkot Bandung 2024, Pilbup Bandung 2024, Pilbup Bandung Barat 2024
PILKADA JABAR 2024: Pemilih Pemula di Bandung Menghadapi Para Kandidat tak Dikenal
PILKADA JABAR 2024: Pilihlah Pemimpin yang Menghormati Kelompok-kelompok Rentan dan Minoritas

Seminar tentang pentingnya pendidikan politik di Kampus Unpad, Bandung, 18 November 2024. (Foto: Pahmi Novaris/BandungBergerak)
Seminar tentang pentingnya pendidikan politik di Kampus Unpad, Bandung, 18 November 2024. (Foto: Pahmi Novaris/BandungBergerak)

Pemilih Substansial

Cessa Alif Nugraha dan Irfan, mahasiswa Ilmu Politik angkatan 2021, menekankan pentingnya partisipasi aktif dalam politik, bukan hanya sebagai pemilih tetapi juga sebagai penyelenggara. Mereka menyatakan, partisipasi bukan sebagai pemilih tapi bisa aktif sebagai penyelenggara. Masyarakat diingatkan untuk tidak asal mencoblos tanpa memahami informasi terkait pemimpin yang akan dipilih. Pentingnya mengetahui desentralisasi di masyarakat juga disoroti, dengan harapan masyarakat dapat menjadi pemilih substansial.

Cessa dan Irfan mengajak semua pihak untuk mengenali proses Pilkada dan para peserta, serta membangun kesadaran untuk berpartisipasi. “Jangan terlalu berfokus pada proses pemilihan di hari H, kita harus mempersiapkan prosesnya," kata mereka.

Mereka juga merekomendasikan untuk mengikuti proses debat sebagai referensi dalam memilih. Namun, soal politik uang mereka menyebut membutuhkan proses panjang agar Indonesia bebas dari suap politik ini. "Pemilu di Indonesia masih dilaksanakan secara prosedural, selama masih ada masyarakat kurang mampu maka money politik masih ada, perlunya proses panjang untuk mengatasi itu semua," katanya.

Pendidikan politik menjadi kunci untuk mengatasi tantangan ini. Pendidikan politik bertujuan meningkatkan pemahaman masyarakat tentang sistem politik, hak dan kewajiban mereka, serta cara berpartisipasi secara efektif dalam proses politik. Strategi pendidikan politik meliputi integrasi materi politik dalam kurikulum pendidikan, pemanfaatan teknologi dan media sosial, pelatihan kepemimpinan, diskusi konstruktif, dan penguatan nilai-nilai kebangsaan serta Pancasila.

Nina Yuningsih pun sepakat bahwa pemilu saat ini masih bersifat prosedural. Nina menekankan bahwa partisipasi dalam pilkada tidak hanya berarti memilih pada hari pemungutan suara, tetapi juga melibatkan diri dalam proses pra-pemilihan, seperti mengenali peserta pilkada, mengikuti debat kandidat, dan mensosialisasikan informasi politik yang relevan.

Menurutnya, mahasiswa, sebagai agen perubahan, memiliki peran besar untuk menyampaikan informasi secara edukatif, realistis, dan berdasarkan fakta kepada masyarakat. “Hal ini penting untuk membangun kesadaran masyarakat menjadi pemilih substansial, bukan sekadar pemilih prosedural,” kata Nina.

Pilkada 2024 adalah momen penting untuk memperkuat demokrasi di Indonesia. Generasi muda, sebagai bagian dari bonus demografi, memiliki tanggung jawab besar untuk menjadi motor penggerak perubahan.

“Masa depan demokrasi Indonesia ada di tangan mereka. Jangan biarkan potensi emas generasi muda menjadi generasi cemas,” ujar Nina.

Ia menambahkan, pendidikan politik yang terintegrasi dan strategis harus menjadi prioritas untuk menciptakan masyarakat yang cerdas, kritis, dan bertanggung jawab dalam memilih pemimpin bangsa.

*Kawan-kawan yang baik bisa membaca tulisan-tulisan lain dari Pahmi Novaris, atau artikel lain tentang Pilgub Jabar 2024

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//