• Kolom
  • CATATAN DARI BUKU HARIAN #20: Berkenalan dengan Inggrid Deborah Teurupun, Suara Merdu dari Cianjur

CATATAN DARI BUKU HARIAN #20: Berkenalan dengan Inggrid Deborah Teurupun, Suara Merdu dari Cianjur

Konsistensi Inggrid Deborah Teurupun di dunia penyiaran selama puluhan tahun telah menjadikannya panutan bagi para penyiar muda.

Kin Sanubary

Kolektor Koran dan Media Lawas

Inggrid Deborah Teurupun, selama 40 tahun berkiprah di depan mikrofon. (Foto: Dokumentasi Kin Sanubary)

1 Desember 2024


BandungBergerak.id – Suara seorang penyiar radio memiliki kekuatan yang luar biasa –menghibur, menyentuh hati, dan menyatukan ribuan pendengar dalam kehangatan yang sama. Di balik mikrofon, ada sosok dengan dedikasi dan cinta yang tak tergoyahkan terhadap dunia siaran. Salah satu nama yang tak pernah pudar dalam ingatan para pendengar di Cipanas, Puncak, dan Cianjur adalah Inggrid Deborah Teurupun, sang penyiar senior yang dikenal sebagai "Bunda Ilah Sukaesih."

Baca Juga: CATATAN DARI BUKU HARIAN #18: Mengenal Agus Wahyudi, Filatelis dan Kolektor Benda Jadul dengan Sejuta Cerita SejarahCATATAN DARI BUKU HARIAN #19: Mengenal Lebih Dekat Jurnalis dan Sastrawan Sunda Rosyid E. Abby

Sosok Penyiar Idola

Inggrid Deborah Teurupun dengan suara merdunya, adalah contoh sempurna dari seorang penyiar yang mampu mencapai hal ini. Ia merasa senang dapat menghibur, berbagi informasi dan pengetahuan, serta merasa bahagia ketika pendengarnya merasa terhibur dan menjadi lebih pintar dalam berbagai hal, karena banyak informasi dan referensi yang didapat dari siaran radio. Kecintaannya pada dunia radio dan kedekatan pada pendengar setianya, membuat dirinya menjadi figur yang sangat dikagumi.

Kami bersahabat sejak tahun 1980-an saat itu Inggrid sebagai penyiar Radio Gaya 792 Bekasi  dan penulis menjadi salah seorang pendengar setianya. Melalui acara "Suka Suka" sebuah acara radio yang diasuhnya, sebuah acara yang menyiarkan dan membacakan kartu pilihan pendengar yang meminta diputarkan lagu kesayangannya dan kirim-kirim salam di udara.

Kini persahabatan antara penulis dengan Inggrid terhubung kembali setelah puluhan tahun terputus, berkat ada sosial media Facebook tali silaturahmi pun terjalin kembali. Dan yang menjadi catatan bersejarah bagi penulis, nama "Kin Sanubary" berawal dari acara yang dipandu Inggrid tersebut, hampir 40 tahun silam.

Inggrid bersama pendengar setia, Baraya Bunda Ilah Sukaesih. (Foto: Dokumentasi Kin Sanubary)
Inggrid bersama pendengar setia, Baraya Bunda Ilah Sukaesih. (Foto: Dokumentasi Kin Sanubary)

Jejak Karier di Dunia Radio Siaran

Inggrid lahir di Jakarta pada 16 April 1969. Berasal dari keluarga dengan latar belakang budaya yang beragam –ibunya dari Bangkalan, Madura, dan ayahnya dari Maluku Tenggara– Inggrid adalah anak bungsu dari delapan bersaudara sejak remaja hingga saat ini tinggal dan menetap di Tatar Pasundan.

Perjalanannya di dunia penyiaran dimulai pada tahun 1986 saat bergabung dengan Radio DMC-38 Jakarta. Setelah itu, ia melanjutkan kiprahnya di beberapa stasiun radio lain, seperti Radio Kencana Bahari Jakarta, Radio Gaya 792 Bekasi, dan Radio Elgangga Bekasi.

Saat berpindah domisili ke Cianjur, Inggrid melanjutkan dedikasinya di beberapa radio lokal, di antaranya Elnas FM (2000–2003), Katalina FM (2003–2006), dan Pasundan Radio (2006 hingga saat ini). Di Pasundan Radio yang berlokasi di Cipendawa, Pacet, Kabupaten Cianjur, Inggrid dikenal dengan nama udara "Bunda Ilah Sukaesih."

Inggrid bersama pendengar setia, Baraya Bunda Ilah Sukaesih. (Foto: Dokumentasi Kin Sanubary)
Inggrid bersama pendengar setia, Baraya Bunda Ilah Sukaesih. (Foto: Dokumentasi Kin Sanubary)

Inggrid kini mengasuh program bernama "Manisan Kalapa", yang menjadi favorit para pendengar setia. Acara yang disiarkan setiap hari pukul 10.00–13.00 WIB ini, kecuali hari Senin, menyuguhkan lagu-lagu nostalgia era 1980-an dan 1990-an. Program ini tak hanya menghibur tetapi juga membawa pendengar kembali ke masa-masa penuh kenangan.

Kemampuan Inggrid untuk menyampaikan kehangatan dan keramahan dalam siaran membuat dirinya terus dikenang dan dirindukan. Dengan gaya bicaranya yang santai namun berbobot, ia berhasil menyatukan para pendengar dari berbagai kalangan, baik di wilayah Cipanas, Puncak, maupun Cianjur dan bahkan hingga kota-kota lain seperti Bandung, Purwakarta dan Subang, karena siarannya bisa diterima dengan jelas di beberapa wilayah Jawa Barat.

Inggrid bersama Neng Marini, putri tercintanya. (Foto: Dokumentasi Kin Sanubary)
Inggrid bersama Neng Marini, putri tercintanya. (Foto: Dokumentasi Kin Sanubary)
Konsistensi Inggrid di dunia penyiaran selama puluhan tahun telah menjadikannya panutan bagi para penyiar muda. Baginya, menjadi penyiar bukan hanya pekerjaan atau hobi, tetapi juga bentuk ibadah karena ia dapat berbagi kegembiraan dan kebahagiaan dengan orang lain.

Melalui dedikasi tanpa batas dan cinta mendalam pada dunia penyiaran, Inggrid Deborah Teurupun telah menunjukkan bahwa suara bukan hanya alat komunikasi, melainkan jembatan yang menyatukan hati dan jiwa. Ia mengingatkan kita bahwa setiap pekerjaan yang dilakukan dengan sepenuh hati dapat membawa kebahagiaan bagi banyak orang.

Semoga kisahnya terus menjadi inspirasi bagi siapa saja untuk mengejar mimpi dengan penuh semangat dan ketulusan, karena dari suara yang hangat, kenangan dan harapan dapat tercipta.

*Kawan-kawan dapat membaca karya-karya lain Kin Sanubary dalam tautan berikut

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//