MAHASISWA BERSUARA: Bersiasat Menghadapi Otomatisasi Sektor Manufaktur
Otomatisasi di sektor manufaktur berpeluang menciptakan lapangan kerja baru. Diperlukan pelatihan teknis yang relevan dan penguatan kebijakan investasi teknologi.
Jesslyn Carlina
Mahasiswa Jurusan Teknik Industri Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) Bandung
3 Januari 2025
BandungBergerak.id – Otomatisasi sering dianggap sebagai ancaman karena dapat menggantikan peran manusia di dunia kerja. Beberapa pekerjaan di sektor manufaktur Indonesia mungkin akan hilang tergantikan oleh otomatisasi, namun akan lebih banyak lapangan kerja baru yang tercipta.
Berdasarkan data dari studi lanjutan McKinsey tentang “Otomasi dan masa depan pekerjaan di Indonesia: Pekerjaan yang hilang, muncul dan berubah” (2019) menunjukkan bahwa otomatisasi berpotensi menciptakan 27 juta hingga 46 juta lapangan kerja baru di berbagai sektor industri. Bahkan, 10 juta dari lapangan kerja tersebut merupakan jenis pekerjaan yang sebelumnya belum pernah ada.
Di sektor manufaktur, otomatisasi justru membuka peluang baru seperti kebutuhan akan tenaga ahli pemrograman, perawatan sistem, dan analisis data. Otomatisasi yang dianggap sebagai ancaman ternyata dapat membuka peluang pekerjaan baru di sektor manufaktur Indonesia.
Baca Juga: MAHASISWA BERSUARA: Antara Sustainable Fashion atau Fast Fashion, Perjuangan untuk Kesadaran Konsumerisme di Indonesia
MAHASISWA BERSUARA: Melawan Budaya Diam, Memerangi Kekerasan Seksual di Dunia Pendidikan
MAHASISWA BERSUARA: Manfaat Mengasah Pengenalan Pola Melalui Harmoni, Akor, dan Melodi
Mengubah Dunia Kerja
Otomasi memiliki potensi besar untuk mendorong produktivitas dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Otomatisasi memungkinkan proses produksi lebih efisien, penurunan biaya operasional, dan memperkuat daya saing Indonesia di pasar global. Sehingga, otomatisasi dapat meningkatkan kapasitas untuk menyerap angkatan kerja.
Sebagai contoh, Transcosmos Indonesia (TCID), perusahaan penyedia layanan bisnis digital dan customer experience, juga memanfaatkan otomatisasi melalui robotic process automation (RPA) dalam melayani kliennya. Vice President Director Transcosmos Indonesia, Ardi Sudarto mengungkapkan bahwa penggunaan RPA ini telah membantu perusahaan mitra mengurangi biaya operasional hingga 25%. TCID memulai bisnisnya pada tahun 2023 dengan melayani satu klien dan kurang dari 50 karyawan, kemudian jumlah karyawan meningkat seiring bertambahnya kebutuhan klien hingga mencapai 3.600 orang pada tahun 2024 (industri.kontan.co.id, 2024). Hal ini menunjukkan bahwa otomatisasi dapat membuka peluang kerja yang lebih luas dari sebelumnya.
Kemajuan teknologi akan mengubah dunia kerja terutama pekerjaan rutin yang berulang-ulang, namun tidak dengan pekerjaan yang membutuhkan kreativitas, empati, dan intuisi manusia. Berdasarkan studi lanjutan McKinsey tentang “Otomasi dan masa depan pekerjaan di Indonesia: Pekerjaan yang hilang, muncul dan berubah” (2019), pekerjaan yang tidak dapat digantikan oleh mesin meliputi kegiatan fisik yang tidak dapat diprediksi, interaksi dengan pemangku kepentingan (stakeholder), serta mengelola dan mengembangkan karyawan. Hal ini menunjukkan dampak positif yang diberikan oleh otomatisasi, yaitu kebutuhan atas pekerjaan yang tidak dapat digantikan oleh mesin akan semakin meningkat.
Phillia Wibowo, President Director PT McKinsey Indonesia juga memberikan contoh bahwa saat ini pekerjaan untuk menavigasi jalan sudah tergantikan oleh peta di ponsel, akan tetapi tetap diperlukan tenaga manusia sebagai driver yang bagus (swa.co.id, 2019). Oleh karena itu, peran manusia akan terus dibutuhkan dan relevan di era otomatisasi.
Menyiasati Perubahan
Otomatisasi juga dapat memacu pengembangan sektor pendukung dan layanan baru. Otomatisasi mendorong kebutuhan akan perangkat lunak khusus yang dirancang untuk mengelola mesin otomatis, seperti sistem pemrograman robot, integrasi IoT, dan analisis data produksi. Dengan meningkatnya penggunaan mesin otomatis, kebutuhan akan teknisi pemeliharaan dan perbaikan juga akan meningkat untuk memastikan keberlangsungan operasi. Perusahaan juga akan membutuhkan tenaga ahli untuk merancang, mengimplementasikan, dan mengoptimalkan solusi otomatisasi, termasuk integrasi mesin ke dalam jalur produksi. Viviek Lath, Associate Partner McKinsey & Company Singapore berkata bahwa munculnya komputer dapat menciptakan berbagai jenis pekerjaan baru (swa.co.id, 2019).
Otomatisasi di sektor manufaktur Indonesia memiliki peluang besar untuk menciptakan lapangan kerja baru. Meskipun beberapa pekerjaan rutin tergantikan, kebutuhan akan tenaga kerja dengan keterampilan khusus, seperti pemrograman, perawatan sistem, dan analisis data, semakin meningkat. Selain itu, otomatisasi mendorong pertumbuhan sektor pendukung, seperti konsultasi teknis, pengembangan perangkat lunak, dan pelatihan tenaga kerja. Hal ini menunjukkan bahwa manusia tetap memiliki peran penting dalam pekerjaan yang memerlukan kreativitas, empati, dan intuisi.
Untuk memaksimalkan potensi otomatisasi, pemerintah dan perusahaan perlu menyediakan pelatihan teknis yang relevan dan memperkuat kebijakan investasi teknologi. Program transisi pekerjaan juga harus disiapkan untuk membantu tenaga kerja yang terdampak. Dengan langkah-langkah ini, otomatisasi dapat menjadi katalis bagi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
*Kawan-kawan dapat membaca artikel-artikel menarik lain Mahasiswa Bersuara