MAHASISWA BERSUARA: Urgensi Penerapan Hukuman Pidana Berat bagi Sopir Ugal-ugalan sebagai Upaya Pencegahan Kecelakaan Fatal
Keselamatan pengguna jalan harus menjadi prioritas utama. Pelaku yang mengabaikan aturan lalu lintas dan membahayakan keselamatan publik harus dihukum dengan keras.
Fanleu Lionelle Mercedes
Mahasiswa Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) Bandung
4 Januari 2025
BandungBergerak.id – Kasus kecelakaan yang terjadi di Cipondoh, Tangerang pada Kamis, 31 Oktober 2024 siang yang merupakan hasil dari kelalaian pengemudi truk berinisial JFN telah menimbulkan perhatian kembali tentang masalah keselamatan dalam lalu lintas. Peristiwa ini tidak hanya memakan korban jiwa, tetapi juga menyebabkan kerugian dan trauma emosional bagi korban dan keluarga yang bersangkutan. Dilansir dari Detik.com, “Akibat insiden tersebut, 6 korban luka, terdiri dari 4 pengendara sepeda motor, 1 pengemudi mobil, dan 1 pejalan kaki. Sementara itu, ada 16 kendaraan yang mengalami kerusakan, terdiri dari 10 unit roda empat dan 6 unit roda dua”. Tak hanya itu, setelah melalui proses penyelidikan dan pemantauan GPS, pengemudi truk berinisial JFN diketahui melakukan perjalanan tidak sesuai dengan rute yang seharusnya mengarah ke Bogor sebagai tujuan akhir dan terungkapnya identitas JFN yang bukan merupakan sopir truk asli melainkan kernet yang berada di bawah pengaruh narkoba saat mengendarai truk tersebut. Perilaku lalai, ceroboh, dan ketidakdisiplinan ini sering menyebabkan kejadian-kejadian fatal dalam berlalu lintas terjadi.
Truk, sebagai kendaraan besar dan berat, membutuhkan pengendalian yang hati-hati dan penuh tanggung jawab. Ketika sopir mengabaikan aturan lalu lintas dan mengemudi secara tidak hati-hati, risikonya menjadi jauh lebih besar, baik bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain di jalan raya. Setelah melalui proses pemeriksaan oleh Kepala Polres Metro Tangerang Kota Komisaris Besar Zain Dwi Nugroho, terbukti bahwa JFN mengendarai truk tanpa membawa SIM dan bukanlah bukan sopir asli melainkan kernet, sehingga tim penyidik Polres Tangerang berupaya untuk memeriksa penanggung jawab, pemilik, perusahaan angkutan ekspedisi tersebut untuk dimintai keterangan. Selain itu, pihak kepolisian juga menemukan sisa narkoba di dalam truk wing box tersebut dan melakukan tes urine terhadap JFN, sehingga JFN terbukti positif menggunakan narkoba berjenis sabu (Kompas.com, 2024).
Kecelakaan tersebut bermula ketika JFN menabrak bemper belakang mobil Suzuki Ertiga yang sedang berhenti di lampu merah di sekitar Kodim Tangerang diikuti dengan tabrakan beruntun lainnya, di mana setelah menabrak kendaraan pertama, JFN panik dan berusaha kabur. Akibat berada di bawah pengaruh narkoba, tersangka mengabaikan masyarakat sekitarnya yang mencoba menghentikan kendaraan dan karena ketakutan, JFN kemudian melarikan diri ke arah Cipondoh lalu dikejar oleh warga hingga tiba di Jl KH Hasyim Ashari. Meskipun telah menabrak beberapa kendaraan, pelaku tetap berusaha kabur hingga warga akhirnya berhasil menangkap pelaku di Bundaran Tugu Adipura, Cipondoh dan diamuk oleh massa karena kealpaan yang disebabkannya (Detik.com, 2024).
Baca Juga: MAHASISWA BERSUARA: Melawan Budaya Diam, Memerangi Kekerasan Seksual di Dunia Pendidikan
MAHASISWA BERSUARA: Manfaat Mengasah Pengenalan Pola Melalui Harmoni, Akor, dan Melodi
MAHASISWA BERSUARA: Bersiasat Menghadapi Otomatisasi Sektor Manufaktur
Kesadaran Hukum
Kasus yang terjadi di Tangerang ini berkaitan erat dengan teori kesadaran hukum. Dalam teori ini, dijelaskan bahwa kesadaran hukum merupakan unsur esensial dari setiap hukum positif pada umumnya yang kemudian dalam kehidupan bernegara, kesadaran hukum itu menampakkan diri dalam proses pembuatan undang-undang, yurisprudensi (putusan pengadilan), maupun vonis-vonis hakim. Unsur intelektual atau unsur psikologi kesadaran hukum berkeyakinan bahwa berperilaku dengan cara tertentu dianggap sebagai keharusan dan sesuai dengan nilai-nilai yang dianggap baik atau adil di dalam masyarakat (Tim Pengajar PIH Fakultas Hukum UNPAR, 2024, 74).
Kesadaran hukum ini mencerminkan pemahaman sopir terhadap aturan yang berlaku, khususnya dalam lalu lintas. Tindakan ugal-ugalan di jalan menunjukkan bahwa sopir tidak menyadari tanggung jawab mereka sebagai pengguna jalan termasuk kewajiban menjaga keselamatan diri sendiri dan orang lain dan karena kesadaran hukum merupakan faktor internal yang berasal dari dalam diri setiap individu sehingga terbentuk kesadaran akan pentingnya mematuhi aturan lalu lintas yang seharusnya menjadi landasan perilaku JFN. Dengan demikian, sanksi hadir sebagai faktor eksternal agar masyarakat berperilaku taat serta terwujudnya efektivitas hukum.
Dalam konteks ini, atas kealpaan dalam perbuatannya, polisi menetapkan sopir truk berinisial JFN sebagai tersangka dan dijerat dengan Pasal 311 ayat (2) dan (4) jo Pasal 312 UU No.22 Tahun 2009 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dengan ancaman pidana 10 tahun penjara.
Pasal 311 ayat 4 menetapkan bahwa, Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (4), pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) (REPUBLIK INDONESIA, 2009).
Dengan dijatuhkan hukuman berat yang setimpal dengan perbuatannya dapat memberikan efek deteren sekaligus peringatan bagi pelaku pelanggaran lalu lintas tentang pentingnya keselamatan jalan raya untuk mencegah tindakan berbahaya di masa depan.
Hukuman sebagai Komitmen Sistem Hukum
Hukuman pidana penjara minimal 10 tahun yang diberikan menunjukkan komitmen sistem hukum untuk menegakkan keadilan bagi korban. Keadilan yang diberikan di sini berarti memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi hak bagi mereka yang mengalami luka-luka parah atas kecerobohan yang dilakukan oleh JFN dan keadilan ini juga terwujud dengan memberikan hukuman yang sebanding kepada pelaku.
Hukuman penjara berat tidak hanya sebuah keputusan untuk meningkatkan rasa keadilan, tetapi juga menunjukkan bahwa hukum akan bertindak tegas menangani pelanggaran yang membahayakan keselamatan publik dan adanya aparat serta lembaga penegak hukum yang menegakkannya sesuai dengan prosedur yang ditetapkan. Jika pelaku hanya diberi hukuman ringan, itu bisa dianggap sebagai ketidakadilan dan memperburuk trauma yang dialami korban. Oleh karena itu, hukuman yang lebih berat akan membuat masyarakat percaya bahwa hukum benar-benar melindungi hak-hak mereka dan memberikan rasa aman di jalan raya. Secara keseluruhan, hal ini menunjukkan bahwa undang-undang harus mampu melindungi kepentingan umum dan menciptakan rasa aman bagi masyarakat.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kasus kecelakaan yang terjadi di Cipondoh, Tangerang pada Kamis, 31 Oktober 2024 siang yang melibatkan kelalaian pengemudi truk laki-laki berinisial JFN merupakan bentuk pelanggaran hukum yang menunjukkan masalah keselamatan berlalu lintas di Indonesia yang serius karena mengakibatkan cedera berat dan kerusakan yang fatal. Selain mengakibatkan kematian dan luka-luka, kejadian ini menunjukkan kelalaian dan ketidakdisiplinan sopir yang mengabaikan aturan lalu lintas, termasuk mengemudi di bawah pengaruh narkoba. Hasil penyelidikan memperburuk kecelakaan karena terbuktinya JFN bukanlah pengemudi asli dan mengemudi tanpa SIM. Selain kerugian material, tindakan JFN yang melarikan diri menimbulkan trauma lebih lanjut bagi masyarakat dan korban. Dalam situasi seperti ini, teori kesadaran hukum mengingatkan bahwa memahami dan mengikuti aturan lalu lintas sangat penting untuk mencegah kecelakaan fatal dan jika kesadaran hukum ini terabaikan, orang cenderung bertindak secara impulsif tanpa mempertimbangkan akibat hukum dan sosial yang ditimbulkannya.
Penulis menyarankan pentingnya penegakan hukum yang tegas dengan memberikan pidana penjara minimal 10 tahun penjara dengan harapan terciptanya lingkungan berkendara yang aman, kondusif, serta untuk memastikan bahwa pengemudi lain tidak akan melakukan hal yang sama karena kasus ini merupakan salah satu bukti konkret yang menegaskan bahwa keselamatan pengguna jalan harus menjadi prioritas utama dan pelaku yang mengabaikan aturan lalu lintas akan dihukum dengan keras.
*Kawan-kawan dapat membaca artikel-artikel menarik lain Mahasiswa Bersuara