• Opini
  • Homicide Tidak Akan Pernah Mati

Homicide Tidak Akan Pernah Mati

Album Barisan Nisan Homicide bangkit kembali setelah ‘terkubur’ selama 20 tahun, ketiga zaman seakan kembali ke masa Orde Baru.

Yopi Muharam

Mahasiswa UIN Sunan Gunung Djati Bandung, bergiat di LPM Suaka

Cover album Homicide Barisan Nisan, 2024. (Sumber Foto: grimlocstore.com)

7 Januari 2025


BandungBergerak.idAkhir 2024, band hiphop Bandung Homicide merilis sebuah video bertajuk Senjaka Berhala di platform YouTube Grimloc Records. Perilisan tersebut menjadi penutup dalam rangkaian proyek kunjungan ulang dalam peringatan 20 tahun album Barisan Nisan (20th Anniversary Revisited).

Sebelumnya, 24 September 2024 lalu, Grimloc Records merilis album ini bertepatan dengan agenda September Hitam, sekaligus peringatan tragedi Semanggi II, di kampus IFI, Kota Bandung. Layaknya menggali kuburan, Homicide seperti bangkit kembali setelah pelucuran album Barisan Nisan, 27 Desember 2024.

Padahal, Homicide sempat disebut-sebut telah mati sejak 2007. Faktanya, rima-rima Homicide masih terus mengudara hingga kini. Pendengarnya beregenerasi. Acap kali beberapa lagu Homicide dijadikan anthem sebagai simbol perlawanan solidaritas di beberapa daerah konflik. Dapat dikatakan lagu-lagu yang diciptakan Homicide tidak pernah mati.

Grup hiphop yang didirikan tahun 1994 ini nyatanya masih eksis. Lirik yang sarat akan kritik sosial masih cocok dengan kondisi saat ini – meski rezim selalu berganti. Morgue Vanguard, begitu nama MC Herry ‘Ucok’ Sutresna memiliki pengamatan yang tajam terhadap kondisi di negaranya, Indonesia.

Dalam Video Senjaka Berhala, Homicide membuat konsep yang terstruktur dan apik. Dimulai dari instrumen hingga visual bak film-film apokalipstik, bisa dibilang musik video berdurasi 8:02 menit ini mejadi yang paling ciamik sebagai penutup tahun 2024.

Video ini diawali prolog dari kutipan novel 1984 karya George Orwell: Who controls the past controls the future, who control the present controls the past”. Kutipan yang sangat relate untuk menggambarkan negara saat ini yang bisa dibilang masih stagnan. Orang yang berkuasa sekarang pernah berkuasa pula pada zaman Orde Baru. Kita sebenarnya tidak beranjak sedikit pun.

Ucok sering mengatakan dalam beberapa forum diskusi bahwa reformasi hampir tidak pernah terjadi. Bahkan di era pascareformasi, tahun 2004, pejuang HAM Munir dibunuh dengan cara diracun di udara.

Saya mengamini Ucok bahwa kita tidak jalan ke mana-mana. Prabowo, jendral Orde Baru, kini memegang kekuasaan tertinggi di republik ini.

Dalam penampilan di musik video ini, Homicide menggandeng beberapa tamu, seperti Tesla Manaf dari Kuntari, Vladvamp dari Koil, Widi Sulistya dari SSSLOTHHH, Luckyta Akbar dari Extincted, dan Febby Herlambang dari Grimloc Records.

Homicide memanfaatkan gedung terbengkalai sebagai tempat pembuatan video klipnya. Ucok sendiri sebagai produser pembuatan video ini dibantu oleh M Muklis sebagai director. Jika ditotal, video ini melibatkan puluhan kru dan berbagai referensi.

Homicide Bukan Sekadar Mitos

Umur yang singkat bagi sebuah grup hip-hop membuat Homicide hampir dikenal hanya sebagai mitos. Saya sendiri pertama mengenal Homicide bukan karena karya lagunya, melainkan dari sebuah t-shirt yang bertebaran dan sering digunakan oleh para aktivis hingga musisi kawakan.

Perkenalan saya dengan Homicide ketika saya masih duduk di bangku SMP. Saat itu, pada tahun 2014, Jokowi yang hendak maju di pilpres digadang-gadang akan menjadi calon pemimpin populis. Berasal dari kelas bawah – seorang tukang mebeldan bukan dari kalangan elite berani unjuk taring melawan seorang bekas jenderal Orde Baru Prabowo Subianto.

Di musim kampanye 2014 itu banyak gambar-gambar aktivis yang hilang dan dibunuh yang tertempel di dinding-dinding Kota Bandung. Tidak hanya itu, saya menemukan stiker bergambar tangan tiga orang yang memegang sebuah mic. Gambar tersebut mirip sekali dengan propoganda kaum buruh, bedanya yang dipegang adalah palu dan arit.

Saat itu juga saya mencari lebih tahu apa itu Homicide. Setelah mencari lewat browsing google, ternyata Homoicide merupakan grup hiphop asal Bandung yang nyaring dengan lirik-lirik semiotikalnya.

Setelah mendengkarkan seluruh track dalam empat albumya, Godzkilla Necronometry (2002), Barisan Nisan (2004), The Nekrophone Dayz (2006), dan  IIIsurrekshun (2008) saya jadi mengenal berbagai tokoh di dalamnya. Ucok sering memasukan nama-nama filsuf, tokoh politik, hingga aktivis ke dalam liriknya.

Bahkan Ucok sering memasukan sebuah peristiwa kelam dan mencoba untuk menarik benang merahnya untuk dirangkum dalam sebuah lagu. Puritan dalam album Godzkilla Necronometry salah satunya. Ucok menilai fasis agama tidak ada bedanya dengan fasis sebuah diktaktor dalam sebuah negara.

Fasis yang baik adalah fasis yang mati,” merupakan kutipan yang memorebel dalam lagu Puritan. Jika melihat dalam spektrum negara, fasis tidak hanya ditunjukan pada seorang pemimpin perorangan saja. Nyatanya sistem yang sudah mengakar akan membuat jalar-jalar fasis menjadi belukar yang sulit untuk ditentang.

Lagu-lagu Homicide bak membawa ruh sebagai basis perlawanan hingga kritik sosial. Saat itu, tahun 2001, terjadi sebuah pemberangusan terhadap aktivis atau gerakan berbau kiri. Tidak hanya itu, di Bandung sebuah toko label rekaman dan toko buku bernama Harder Records diberangus oleh ormas mengatasnamakan Pancasila dan agama.

Pembredelan buku-buku ini dilakukan oleh Aliansi Anti Komunis dan Front Anti Komunis yang sekarang menjelema seperti salah satunya FPI (Front Pembela Islam). Mereka memberangus berlandaskan TAP MPRS No. XXV/MPRS/1966 tentang pembubaran PKI.

Pembakaran buku kiri ini dilakukan dengan dalih untuk membendung memunculkan komunisme di Indonesia. Runtuhnya Suharto pada 1998 membawa ketakutan terhadap kaum ultranasionalis untuk membrangus apa saja yang dianggap menentang ideologi pemerintahan.

Aksi sweeping ini juga didukung oleh fatwa MUI terkait dengan komunisme yang menyatakan bahwa pemikiran tersebut merupakam faham yang sesat sehingga haram untuk disebarluaskan.

Yosua Kurnia Ratuwalongan, dalam skripsi berjudul Kritik Soisal Dalam Lirik Lagu Puritan Karya Grup Musik Homicide mengungkapkan, dalam lirik lagu Puritan Herry Sutresna menyampaikan atau menegaskan sebuah tema, peristiwa, dan sikap, bahwa ia menentang segala aktivisme berbau fasis.

Tidak hanya itu, dalam peristiwa kelam yang sekarang sedang terjadi di tanah para Nabi, Palestina, Ucok kembali membuat lagu berjudul Tentakel. Lagu tersebut merupakan arasemen dari lagu Puritan. Ucok menggandeng Hazein Mardial dalam penggarapan lagu ini.

Dalam liriknya, Ucok mampu merangkum sejumlah permasalahan yang telah terjadi. Tokoh agama hingga politik yang bersikap denail terhadap genosida, Ucok sentil dalam lagu berdurasi empat menitan ini.

Bait immortal ‘Fasis yang baik adalah fasis yang mati’, Ucok ubah jadi ‘Israel yang baik adalah Israel yang mati’. Ini membuktikan keberpihakan Ucok kepada Palestina sebagai korban dari apertheid Israel dan kroninya.

Baca Juga: Heri 'Ucok' Sutresna, Homicide, Musik, dan Akar Rumput
Album Barisan Nisan Homicide Lahir Kembali, Menagih Reformasi yang Mati Suri

Warga Bantu Warga

Saya mengamini bahwa lagu-lagu Homicide sangat sulit dipahami oleh masyarakat awam. Ucok dengan segala pengetahuan atas referensi yang dia baca mebuat sebuah lagu yang retoris. Kendati demikian, Homicide merupakan band akar rumput yang banyak berkontribusi dalam gerakan sosial.

Sudah ribuan artikel yang terjual dan beredar di pasaran hingga saat ini. Banyak pula yang menimbun baju Homicide untuk dijual kembali dengan harga yang fantastis. Sebetulnya Homicide sendiri menjual baju-baju Homicide bukan untuk keuntungan pribadi.

Ucok sendiri yang menyampaikan hal itu dalam forum diskusi, seperti saat terjadi penggusran Taman Sari. Saat itu Homicide merilis kaos Godzkilla Necronometry dan menjualnya ketika Festival Kampung Kota (FKK) diselenggarakan di puing-puing reruntuhan Tamansari. Omzetya 100 persen dipergunakan untuk dapur umum hingga untuk menunjang kebutuhan gerakan solidaritas.

Pada momentum Barisan Nisan (20th Anniversary Revisited) pula, Homicide menjual kembali album dalam format CD dan kaos untuk digunakan membantu program komunitas hingga penggalangan dana rumah kolektif.

“Terdapat pilihan bundle merch sebagai opsi bila kawan-kawan tertarik mendukung beberapa program komunitas yang kami libatkan dalam pendanaannya. Dari mulai pengadaan logistik bagi aktivitas mutual aid di Bandung, hingga penggalangan dana untuk rumah kolektif pemberdayaan kawan-kawan di Halmahera Utara,” tulis ketarangan di laman Grimloc Store.  

*Kawan-kawan yang baik bisa membaca tulisan-tulisan lain dari Yopi Muharamatau artikel-artikel lain tentang Musik Bandung

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//