Mewujudkan Harmonisasi Toleransi Antaragama, Upaya PGI dalam Memperkuat Jejaring dan Komunitas
Mencatat penurunan intensitas konflik antaragama di Indonesia, PGI tidak lengah melihat masih ada kasus-kasus intoleransi.
Penulis Awla Rajul8 Januari 2025
BandungBergerak.id - Ada kisah-kisah perjumpaan antariman yang menggairahkan di banyak wilayah di Indonesia. Di daerah tertentu, umat Kristen mengalami kesulitan untuk memperoleh izin pembangunan tempat ibadah. Namun di daerah lainnya pembangunan tempat ibadah oleh komunitas lintas agama menjadi perayaaan yang memberi harapan.
Itulah potret semangat toleransi antarumat beragama di Indonesia, yang dalam perjalanannya penuh dengan dinamika. Sayangnya, potret tersebut sedikit sekali terdokumentasikan. Cerita-cerita tentang tentang toleransi dan keguyuban yang pro-hidup antaragama masih tidak dibanding cerita-cerita tentang intoleransi dan konflik.
“Nah, kita jarang sekali mendokumentasikan cerita-cerita tentang toleransi dan keguyuban yang prohidup antaragama dibanding cerita-cerita tentang intoleransi dan konflik termasuk peace journalism itu lemah sekali,” tutur Pdt. Jacklevyn F. Manuputty selaku Ketua UMUM PGI 2024-2029, di seminar Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) Jawa barat dengan tema “Harapan dan Kolaborasi dalam Kemajuan Kebebasan Beragama Berkeyakinan di Indonesia”, Senin, 9 Desember 2024.
Melihat toleransi hidup antaragama, menurut Pdt. Jacklecyn media lebih memilih untuk kisah yang cepat viral seperti konflik yang mengerikan dibanding kisah-kisah perdamaian. “Karena sesuatu terkait dengan konflik ketakutan kengerian itu menggerakkan adrenalin dan itu lebih cepat viral ketimbang kita cerita kisah-kisah tentang perdamaian tentang relasi tentang integrasi sosial dan contoh-contoh seperti itu,” ujarnya.
PGI sejauh ini memandang, kedekatan relasi personal lintas pemuka agama berlangsung akrab. Dalam banyak masalah kebangsaan dan keumatan, komunikasi dan kordinasi antara pemuka lintas agama dilakukan dengan intens, baik pada aras nasional maupun di banyak daerah.
Rekatan antariman tidak saja dikelola melalui forum pemuka agama, tetapi juga diinisiasi melalui perjumpaan orang-orang muda. Pdt. Jacklecyn menyatakan PGI punya catatan tentang banyaknya forum orang muda lintas iman yang sangat aktif mengelola berbagai kegiatan untuk merajut tikar sosial lintas agama, atnis, dan perbedaan lainnya.
“kegiatan-kegiatan seperti itu membuktikan bahwa relasi-relasi antar agama berbasis kearifan lokal tetap hidup di bawah tikar sosial kita dan menjadi modal untuk membangun ketahanan sosial di tengah berbagai krisis yang menantang” ujar Pdt. Jacklecyn
Catatan capaian dalam Refleksi Advokasi KBB 2023 yang disampaikan ujar Pdt. Jacklecyn, memperlihatkan ada banyak kemajuan yang dikerjakan teman-teman pegiat KBB dalam upaya perlindungan korban dan kelompok minoritas. Refleksi bersama yang mengumpulkan lebih kurang 50-an CSO yang bergerak di isu advokasi KBB, serta organ-organ pemerintah, mencatatan situasi terkini yang memberi harapan.
PGI juga membuat beberapa kemajuan dalam berjejaring. Indonesian Consortium for Religious Studies (ICRS) membuat dan mengembangkan www.kbb.id yang merupakan knowledge portal dan website konsorsium untuk isu-isu KBB di Indonesia. Civil Society Organization (CSO) juga berkonsolidasi untuk membuat UPR (universal periodic review) tentang KBB sehingga mendapatkan perhatian dari komunitas internasional.
“Sekarang kita telah punya portal untuk itu www.kbb.id something seperti itu bisa saya kasih tunjuk nanti dan Bapak Ibu bisa masuk situ Itu sudah 100an lebih lembaga yang bergabung di situ dari seluruh Indonesia” ujar Pdt. Jacklecyn
Pdt. Jacklecyn memaparkan beberapa regulasi ramah KBB di tingkat daerah bermunculan. Di antaranya Perda Toleransi pada tingkat provinsi dan kota Banjarmasin (LK3 Banjarmasin), terbitnya Peraturan Bupati Kulon Progo tentang Izin Pendirian Rumah Ibadat dan Peraturan Daerah Kabupaten Kulon Progo tentang Kerukunan Umat Beragama (PUSHAM UII), teman-teman LAPAR berhasil mendorong Draf RAD Perwali Penguatan kerukunan dalam keberagaman, dan masih banyak lagi.
“Dari perjumpaan itu kita tahu ternyata ada banyak kerja-kerja yang membilang bahwa kita ini sudah setengah gelas atau ada air yang sudah tidak kosong gelas kita sama sekali dalam kaitan dengan itu” tutur Pdt. Jacklecyn
Sekalipun Indeks Kerukunan Nasional mengalami perbaikan, namun tak bisa disangkali menurut Pdt. Jacklecyn masih maraknya perkembangan kasus-kasus intoleransi.
UU No.1/PNPS/1965 tentang Pencegahan, Penyalahgunaan atau Penodaan Agama sebagai contoh alat melakukan pelanggaran KBB yang dipaparkan Pdt. Jacklecyn. Meski sudah lima kali dilakukan judicial review ke MK, UU ini masih dianggap konstitusional.
Kemudian ada Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri tentang Peringatan dan Perintah Kepada Penganut, Anggota, dan Anggota Pengurus Jemaat Ahmadiyah.
Dan UU Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2004, yang pada Pasal 33 huruf d dan e, melembagakan Badan Koordinasi Pengawasan Aliran Kepercayaan (BAKORPAKEM) sebagai bagian dari institusi Kejaksaan yang selama ini menjadi institusi yang restriktif terhadap keyakinan masyarakat, khususnya Penghayat Kepercayaan.
Menyikapi masalah dan realita diatas, PGI mengerangkakan strategi advokasinya secara berlapis. Pada lapisan bawah akar rumput banyak kegiatan dibuat untuk memperkuat kelompok masyarakat dan menginstalasi pegiat kerukunan di tengah komunitas. Kemudian kerja-kerja pada level menengah diperuntukan memperkuat jaringan pegiat kbb.
Pada lapisan atas dibangun strategi kolaboratif guna mengadvokasi perubahan regulasi dan kebijakan yang memberikan peluang bagi berkembangnya sikap intoleransi. Pdt. Jacklecyn memaparkan sudah sebanyak 79% kerja terkait advokasi kebijakan dan pemberdayaan masyarakat sebanyak 78 persen.
Disadari sungguh bahwa perbaikan toleransi dan kerukunan mengisyaratkan penguatan aktor-aktor lokal yang hidup di tengah masyarakat, karenanya PGI menggalang kolaborasi jejaring untuk menyelenggarakan sejumlah pelatihan. “Kami punya pelatihan-pelatihan fasilitator pelatihan-pelatihan mediator kerja sama dengan PUSAD Paramadina kerja sama dengan beberapa lembaga lain” tutur Pdt. Jacklecyn.
“Pada tingkat basis untuk tokoh-tokoh lintas agama sudah dilakukan beberapa batch di tempat-tempat yang berbeda untuk memperkuat kapasitas memediasi memperkuat fasilitas memfasilitasi” tambahnya.
Baca Juga: Toleransi terhadap Kelompok Rentan di Jawa Barat Menemui Hambatan di Lapangan
Membangun Toleransi Beragama Melalui Perjumpaan Onto-Teologi
Keterlibatan PGI untuk mendinamisasi relasi lintas iman tidak terbatas pada kerjasama dengan lembaga-lembaga agama ‘resmi’ yang diakui negara. PGI sejauh ini menjadi sahabat karib berbagai kelompok penghayat dan bersinergi dalam kerja kerja untuk mendukung dan memperjuangkan hak-hak hidup dan lingkungan mereka secara menyeluruh.
“Saya bilang ke teman-teman jejaring kita butuh untuk menginstalasi aktor mengawal dia sampai menjadi aktor yang datang dari dan tinggal di tengah masyarakat bukan yang setelah itu pergi sehingga dia bisa mendinamisir dari waktu ke waktu” jelas Pdt. Jacklecyn
Diakhir paparannya, Pdt. Jacklecyn menjelaskan perlu adanya intervensi yang memperkuat kerja-kerja di ekosistem dimana aktor agency itu hidup dan tinggal.
“Dan ini kerja-kerja yang sangat menggairahkan yang kita butuh lakukan dengan waktu yang sangat panjang dan saya sungguh percaya diantara teman-teman kita punya resource person yang sangat banyak yang bisa share dari pengalaman-pengalaman lapangan” tambahnya.
Untuk memantau perkembangan KBB, Anda dapat mengunjungi portal www.kbb.id, yang berisikan pusat informasi dan kolaborasi bagi isu-isu KBB di Indonesia.
Gelas Sudah Terisi
Di seminar terungkap, periode 2020-2024 PGI mencatat bahwa konflik antaragama cenderung mengalami penurunan intensitasnya. PGI tidak lagi menemukan konflik antaragama berskala besar seperti yang pernah terjadi di Maluku, Poso atau beberapa tempat lainnya pada periode silam. Tetapi melihat masih ada kasus-kasus intoleransi, PGI menempatkan penguatan jejaring dan komunitas sebagai strategi utama dalam membangun toleransi antaragama dan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KBB) di Indonesia.
Sementara itu, untuk memperkuat komunitas, PGI mengadakan pelatihan fasilitator dan mediator lintas iman. Hal ini bertujuan untuk membekali aktor-aktor lokal agar mampu memediasi konflik dan memfasilitasi kerja-kerja perdamaian di masyarakat. Hasil kerja yang telah dilakukan PGI digambarkan seperti gelas yang sudah terisi setengah menurut Pdt. Dr. (Hc). Jacklevyn F. Manuputty, M.A. selaku Ketua UMUM PGI 2024-2029.
“Ketika kita bicara KBB kita mau melihat dari gelas yang telah setengah penuh atau gelas yang masih kosong setengah ini sangat menentukan cara kita memandang kbb. Sebab begini Bapak Ibu yang saya katakan tadi selalu bikin urat naik ketika kita bicara soal kbb kita cenderung melihat masih kosong setengah ya,” ucap Pdt. Jacklecyn.
*Kawan-kawan yang baik bisa membaca tulisan-tulisan lain dari Awla Rajul atau artikel-artikel lain tentang Toleransi Antarumat Beragama