MAHASISWA BERSUARA: Penggunaan Media Sosial Dalam Gerakan Sosial Perkotaan, Studi Kasus Akun @melihat.kota dan @bandungbergerak.id
Kiprah media sosial @melihat.kota dan @bandungbergerak.id membuktikan bahwa perubahan sosial dapat dimulai dari layar kecil di genggaman kita.
Raoul Naufal
Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Indonesia (UI)
20 Januari 2025
BandungBergerak.id – Perkembangan dunia digital dalam beberapa tahun terakhir telah mengubah wajah gerakan sosial, khususnya dalam proses aktivisme digital yang menjadi lebih transnasional (Zahira & Hermanandi, 2021). Kehadiran teknologi komunikasi dan informasi, yang semakin canggih dengan munculnya berbagai platform media sosial, telah menciptakan ruang baru bagi aktivisme. Jika sebelumnya gerakan sosial lebih banyak bergantung pada ruang-ruang fisik seperti rapat, unjuk rasa, atau forum diskusi, kini media sosial membuka peluang bagi penyebaran informasi secara masif dan instan. Hal ini memungkinkan pesan-pesan perubahan menyentuh audiens yang jauh lebih luas dalam waktu singkat.
Menurut Kaplan dan Haenlein (2010), media sosial merupakan sekumpulan aplikasi berbasis internet yang memungkinkan penciptaan dan pertukaran konten oleh pengguna. Fungsi ini menjadikan media sosial sebagai ruang terbuka digital yang mendorong partisipasi aktif masyarakat. Lebih jauh lagi, Castells (2012) menyoroti bahwa media sosial memiliki kekuatan untuk memberi suara pada kelompok-kelompok yang sebelumnya tidak terdengar, memperluas dampak gerakan sosial ke tingkat global. Namun, transformasi ini tidak tanpa tantangan. Meski ruang digital menawarkan efisiensi dalam penyebaran informasi, hambatan dalam pengorganisasian menjadi masalah baru. Gerakan sosial berbasis media sosial kerap menghadapi tantangan dalam menjaga konsistensi, kolaborasi, dan arah strategis di tengah sifat media yang cepat dan dinamis.
Dalam era digital yang terus berkembang, media sosial telah menjadi alat penting dalam membentuk diskusi publik dan mengorganisir gerakan sosial, khususnya di kawasan perkotaan. Platform seperti Instagram kini tidak hanya berfungsi sebagai tempat berbagi foto, tetapi juga sebagai ruang untuk membangun kesadaran dan mendorong partisipasi warga terhadap isu-isu lokal. Fenomena ini terlihat dalam keberadaan akun-akun seperti @melihat.kota dan @bandungbergerak.id yang secara konsisten mengangkat isu perkotaan dengan pendekatan kreatif dan informatif.
Akun @melihat.kota, misalnya, memanfaatkan Instagram untuk menyebarkan informasi edukatif tentang Jakarta, sembari mengajak warga untuk mengenal kota mereka lebih dekat melalui kegiatan offline yang mempromosikan keterlibatan langsung. Sementara itu, @bandungbergerak.id berfokus pada tata kelola dan isu perkotaan di Bandung dengan menyajikan cerita berbasis data yang mudah dicerna. Keduanya mengusung konsep “digital urban social movements,” di mana teknologi digital digunakan untuk advokasi, mobilisasi, dan implementasi perubahan sosial. Kehadiran kedua akun tersebut lebih dari sekedar akun Instagram melainkan memiliki semangat kolektif dalam menyuarakan isu-isu perkotaan yang melatarbelakangi kemunculan kedua gerakan yang di tuangkan dalam akun @melihat.kota dan @bandungbergerak.id.
Baca Juga: MAHASISWA BERSUARA: Standardisasi Gaya Busana di Lingkungan Kampus, Memang Penting?
MAHASISWA BERSUARA: Apakah Akses Internet Seharusnya Menjadi Hak Dasar Masyarakat?
MAHASISWA BERSUARA: Ketahanan Komunitas dalam Konflik Agraria, Pelajaran dari Gerakan Pancoran Bersatu dan Masyarakat Dago Melawan
Gerakan Sosial Perkotaan
Teori gerakan sosial perkotaan, seperti yang diuraikan oleh Henri Lefebvre di dalam (Lim, 2014) dengan konsep "hak atas kota," menyoroti pentingnya partisipasi warga dalam pengelolaan ruang perkotaan dan kebijakan yang memengaruhi kehidupan mereka. Dalam konteks ini, akun seperti @melihat.kota dan @bandungbergerak.id berfungsi sebagai media yang mengartikulasikan isu keadilan sosial, seperti akses terhadap ruang publik, lingkungan berkelanjutan, dan pemerataan layanan kota. Lewat konten visual dan narasi berbasis data, kedua akun ini membantu warga mengenali tantangan di kota mereka serta mendorong keterlibatan aktif dalam upaya perubahan.
Sejalan dengan pandangan Merlyna Lim, keterhubungan antara ruang digital dan ruang fisik dalam gerakan sosial menciptakan jaringan yang memungkinkan aktivisme muncul, bertahan, dan berkembang di berbagai lapisan masyarakat. Platform digital tidak hanya menjadi alat mobilisasi yang efektif, tetapi juga ruang alternatif untuk menyampaikan narasi tandingan dan merawat solidaritas kolektif ketika ruang publik fisik semakin tergerus oleh komersialisasi dan pengawasan ketat negara (Lim, 2014). Dengan demikian, akun-akun seperti @melihat.kota dan @bandungbergerak.id tidak hanya menjadi sarana komunikasi, tetapi juga titik temu antara aspirasi warga dan upaya transformasi ruang perkotaan menuju kota yang lebih inklusif dan adil.
Di sisi lain, teori aktivisme digital menjelaskan bagaimana teknologi informasi memungkinkan gerakan sosial memperluas jangkauan, menggalang dukungan, dan menciptakan kolaborasi lintas batas geografis. Dengan memanfaatkan sifat cair dan terhubung dari media sosial, aktivisme digital memungkinkan individu dan komunitas untuk terlibat tanpa batasan fisik. Akun @melihat.kota dan @bandungbergerak.id, melalui kampanye digital mereka, tidak hanya menciptakan ruang diskusi publik yang dinamis tetapi juga membangun identitas kolektif bagi masyarakat urban.
Dalam lanskap aktivisme digital, dua akun Instagram, @melihat.kota dan @bandungbergerak.id, menonjol sebagai platform yang memberikan kontribusi besar terhadap penyadaran isu-isu perkotaan. Meskipun memiliki pendekatan yang berbeda, keduanya berhasil menciptakan dampak nyata dalam menggerakkan partisipasi masyarakat melalui ruang digital. Dalam membandingkan kedua akun tersebut, dapat dilihat melalui 3 perbandingan utama yakni, fokus isu dari masing-masing akun, target audiens dari masing-masing akun dan yang terakhir impact atau dampak yang diberikan oleh kedua akun tersebut, berikut analisis perbandingannya:
- Fokus Isu: Membangun Jembatan vs Menciptakan Medium Aspirasi
Akun @melihat.kota bertujuan untuk menjembatani kesenjangan antara kelas menengah dengan kelompok marjinal. Kontennya dirancang untuk mengedukasi dan menggerakkan kelas menengah agar lebih peduli terhadap masalah yang dihadapi kelompok marjinal di Jakarta. Sebaliknya, @bandungbergerak.id lebih berperan sebagai medium untuk menyampaikan aspirasi tentang isu-isu perkotaan di Bandung, seperti lingkungan dan tata kelola kota. Dengan pendekatan citizen journalism, akun ini memberikan ruang bagi masyarakat untuk berkontribusi dalam narasi perkotaan.
- Audiens: Kelas Menengah Terdidik vs Masyarakat Lokal yang Aktif
Audiens kedua akun ini memiliki karakteristik yang berbeda. @melihat.kota menargetkan kelas menengah yang terdidik, berusaha mendorong mereka untuk lebih terlibat dalam mempersepsikan kota dan menjadi jembatan antara kelas menengah dan kelompok-kelompok marjinal yang ada di kota. Sementara itu, @bandungbergerak.id memfasilitasi masyarakat Bandung dari berbagai latar belakang untuk berpartisipasi aktif, terutama melalui cerita berbasis data dan narasi mendalam.
- Dampak: Kesadaran Sosial vs Penyebaran Informasi
Dampak yang dihasilkan juga mencerminkan perbedaan strategi kedua akun tersebut. Akun @melihat.kota berhasil meningkatkan kesadaran kelas menengah untuk peduli terhadap kelompok marjinal, sebuah langkah penting untuk membangun solidaritas sosial. Di sisi lain, @bandungbergerak.id lebih menonjol dalam menyebarkan isu-isu lokal secara masif, seperti kasus Dago Elos, yang kini menjadi perhatian publik lebih luas berkat kekuatan digital.
Melampaui Fungsinya
Kedua akun ini menunjukkan bagaimana media sosial dapat menjadi alat yang efektif untuk membangun diskusi dan menggerakkan aksi sosial. Namun, pendekatan @melihat.kota yang berfokus pada mengubah kesadaran individu dari kelas menengah terasa lebih strategis dalam jangka panjang, karena melibatkan mereka yang memiliki akses ke sumber daya dan pengaruh untuk membuat perubahan nyata. Di sisi lain, pendekatan inklusif @bandungbergerak.id yang melibatkan komunitas lokal memberikan contoh kuat bagaimana gerakan sosial dapat dimulai dari akar rumput dengan melibatkan masyarakat secara langsung.
Baik akun @melihat.kota maupun @bandungbergerak.id sama-sama mencoba mendorong keterlibatan masyarakat dalam proses redaksi atau “postingan” yang mereka buat dengan pendekatan yang berbeda dimana dengan menggabungkan pendekatan keduanya bisa menjadi strategi yang ideal untuk menciptakan perubahan perkotaan yang lebih luas dan berkelanjutan.
Perkembangan aktivisme digital perkotaan, seperti yang diusung oleh @melihat.kota dan @bandungbergerak.id, menunjukkan bahwa media sosial kini telah melampaui fungsi awalnya sebagai sarana hiburan. Platform ini telah menjadi ruang publik baru, tempat warga kota dapat berkumpul, berdiskusi, dan bertindak untuk mengatasi isu-isu lokal.
Dari wawancara yang dilakukan dengan pendiri akun @melihat.kota dan @bandungbergerak.id, kedua akun yang bermula dari akun Instagram dapat mendorong perubahan-perubahan kecil di masyarakat, seperti peningkatan kesadaran kelas menengah seperti yang dilakukan oleh @melihat.kota, maupun dengan menciptakan ruang aspirasi lokal seperti yang dirintis dan advokasi kasus Dago Elos oleh @bandungbergerak.id, keduanya membuktikan bahwa perubahan sosial dapat dimulai dari layar kecil di genggaman kita.
Namun, tantangan tetap ada. Konsistensi, kolaborasi, dan arah strategis harus terus dijaga agar energi digital ini tidak hanya menjadi tren sesaat, melainkan menghasilkan dampak nyata yang berkelanjutan. Dengan menggabungkan pendekatan edukasi dan partisipasi yang inklusif, masa depan aktivisme digital perkotaan dapat menjadi lebih kuat, merangkul berbagai elemen masyarakat, dan menciptakan kota yang lebih adil serta berkelanjutan.
Melalui perjalanan ini, media sosial tidak hanya membentuk identitas kolektif warga kota, tetapi juga membangun fondasi bagi transformasi sosial yang melibatkan semua lapisan masyarakat. Digital media dan ruang fisik perkotaan saling terkait dan saling melengkapi dalam mengartikulasikan gerakan sosial. Sebagaimana ditegaskan oleh Merlyna Lim, ruang digital menyediakan peluang untuk merawat narasi tandingan, membangun jaringan yang melampaui batas geografis, serta memungkinkan mobilisasi yang efisien dan luas. Namun, ruang fisik tetap menjadi panggung penting untuk mewujudkan kekuatan kolektif secara nyata dan simbolis.
*Kawan-kawan dapat membaca artikel-artikel menarik lain Mahasiswa Bersuara