Demo Buruh Pabrik Kasur Cimincrang, Mendirikan Tenda di Gerbang Pabrik demi Menuntut Pesangon karena Di-PHK Sepihak
Buruh PT GMW Cimincrang, Bandung yang di-PHK sepihak sebanyak 22 orang. Mereka sudah bekerja bertahun-tahun. Perusahaan berdalih merugi.
Penulis Yopi Muharam25 Januari 2025
BandungBergerak.id - Sebanyak 22 buruh pabrik kasur PT Gadingmas Wirajaya (PT GMW) dipecat secara sepihak oleh perusahaan. Para buruh pun berunjuk rasa di pelataran pabrik di Jalan Cimincrang-Rancasagatan, Kota Bandung, Jumat, 24 Januari 2025. Mereka menuntut pesangon.
Setelah pemecatan yang terjadi 24 Desember 2024, hingga satu bulan lamanya para buruh belum mendapat pesangon sepeser pun. Salah satu buruh yang melakukan unjuk rasa, Ramdan Setiawan (30 tahun) merasa kecewa lantaran pesangon yang merupakan hak buruh belum dibayar. Bahkan belum ada kejelasan.
Ramdan merupakan warga asli Cimincrang yang sudah bekerja selama 15 tahun di bagian pembuatan kasur springbed. Kabar terkait PHK sepihak disampaikan oleh salah satu staf perusahaan.
Menurut penuturan staf tersebut, PHK dilakukan sebab perusahaan telah merugi selama dua tahun berturut-turut. Staf mengabari bahwa bakal ada pemecatan di divisi 1, tempat Ramdan bekerja. “Alasannya katanya perusahaan mengalami kerugian 2 tahun selama berturut-turut,” ujar Ramdan, saat ditemui BandungBergerak.
Lebih dari itu, yang membuat Ramdan kecewa adalah tidak ada koordinasi atau obrolan secara langsung oleh perusahaan kepada para buruh. Bahkan yang mendapatkan PHK adalah pekerja tetap semua yang sudah bekerja rata-rata lebih dari 10 tahun.
“Jadi tidak ada koordinasi dulu ke kami. Tiba-tiba mengeluarkan surat PHK aja seperti itu,” tambahnya. Dia juga menuturkan bahwa divisi 1 bakal ditutup total, bahkan dibubarkan.
Di sisi lain, kerabat Ramdan, Dadi Rohaedi (42 tahun) merasakan kekecewaan yang sama dengan Ramdan. Dadi masih ingat, pemecatan tersebut dilakukan pagi sekitar pukul 10. Salah satu staf perusahaan menghampiri Dadi sembari memberikan selembar kertas PHK.
Dadi mengira, pemecatan akan dilakukan kepada 12 orang saja. Kabar tersebut cepat berubah ketika staf perusahaan menerima sebuah panggilan telepon dan memerintahkan untuk memecat 22 orang buruh. “Kalau dari stafnya katanya merugi,” ujar Dadi.
Mendirikan Tenda, Menuntut Upah
PT GMW merupakan perusahaan yang berfokus pada produksi poliuretan fleksibel atau busa yang terbuat dari polimer yang dihasilkan dari reaksi poliol dan isosianat. Perusahaan ini telah berdiri pada tahun 1996. Pada tahun 2001, PT GMW mendirikan pabrik pertamanya di Cimincrang, Kota Bandung.
Sebanyak 150an buruh telah mendabdi bertahun-tahun. Para buruh yang bekerja di sana, sebelum ditetapkan sebagai pekerja tetap, merupakan buruh harian atau kontrak dengan rentang per tiga bulan. Sedangkan terkait gaji, para buruh dibayar perdua minggu sekali dengan gaji lebih dari 2 juta.
Saat ini, PT GMW sudah melebarkan sayap perusahaanya ke sejumlah kota besar di Indonesia, seperti; Jakarta, Semarang, dan Surabaya. Kendati demikian, alasan merosotnya pemasukan perusahaan mengharuskan 22 buruh yang bekerja tetap harus di-PHK.
Lebih dari itu, sudah satu bulan lamanya, mereka yang terkena PHK belum menerima pesangon satu persen pun. Permasalahan lain juga muncul setelah perusahaan hanya mampu membayar 0,25 persen. Hal tersebut lantas mendapat penolakan dari buruh. Sebab tidak sebanding dengan keringat yang mereka curahkan selama bekerja selama bertahun-tahun.
Ramdan misalnya yang harusnya menerima pesangon 60 juta rupiah, tetapi perusahaan menyanggupi membayar 0,25 persen atau 25 juta rupiah. Sedangkan Dadi yang harusnya menerima pesangon 55 juta rupiah, jadi 36 juta rupiah.
Atas tindakan tersebut, Ramdan dan para buruh yang dipecat segera mengadukan ke Federasi Serikat Buruh Garmen, Kerajinan, Tekstil, Kulit, dan Sentra Industri afiliasi Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (FSB Garteks KSBSI) sebagai upaya advokasi.
Nanang Wahidin, perwakilan DPC Garteks KSBI Kota Bandung mengatakan, sebelum pemecatan dilakukan, perusahaan berdalih hanya melakukan efesiensi pekerja. Namun, dia juga merasa aneh ketika perusahaan menerima pekerja outsourcing dari luar Cimincrang.
Sementara itu, surat yang diterima para buruh terkait pemecatannya terturis bahwa pesangon hanya akan dibayar 0,25 persen saja. Sebelumnya, menurut Nanang para buruh sudah melakukan upaya bipartit dengan perusahaan. Namun pihak perusahaan tetap bersikukuh untuk membayar pesangon yang sudah tertera disurat PHK.
Menindaklanjuti hal tersebut, DPC Garteks KSBI Kota Bandung bersama perwakilanan buruh yang dipecat melakukan upaya hukum dengan melaporkan perusahaan ke dinas tenaga kerja. Saat melakukan mediasi, perusahaan menyanggupi untuk membayar 0,5 persen dari total pesangon.
Akan tetapi angka tersebut berubah lagi ketika pihak pengacara perusahaan masuk ke dinas tenaga kerja. “Tapi ketika ditanganai oleh pihak lawyer, masuk ke dinas tenaga kerja itu berubah angkanya hanya menjadi 0,37 persen,” jelasnnya.
Mendengar keputusan tersebut, akhirnya para buruh menggelar aksi dengan memasang tenda di gerbang masuk perusahaan.
BandungBergerak sudah mencoba menemui pihak perusahaan dengan menanyakan ke satuan pengaman (satpam). Satpam tersebut mengatakan bahwa pihak manajemen atau pemilik perusahaan sedang tidak berada di pabrik.
Tidak hanya itu, BandungBergerak juga menanyakan ke komandan regu (Danru) bernama Hilman Hamdani terkait keberadaan pihak manajemen atau pemilik perusahaan. Hilman mengataka bahwa mereka berada di dalam perusahaan, tetapi tidak bisa ditemui karena sedang rapat internal.
“Belum bisa ditemui buruh dan wartawan, karena masih membereskan di dalam (internal),” ujarnya.
Baca Juga: Para Buruh Menuntut Peningkatan Kesejahteraan dalam Peringatan May Day
Hari Perkabungan Buruh Internasional, Tempat Kerja Bukan Kuburan
Buruh Jabar Mengawal Kenaikan UMK 2025 Minimal 6,5 Persen
Menunggu hingga Hujan Reda
Sejak pagi, Kota Bandung diselimuti hujan rintik-rintik. Menjelang siang ke sore, hujan kian membesar. Para buruh yang berdemo sejak pagi pukul 08.00, masih terus bertahan di tenda yang mereka pasang. Tuntutan mereka hanya satu: bayar pesangon secepatnya.
Saat hari kian larut, Nanang dan perwakilan buruh menerima telepon untuk menemui pihak pengacara perusahaan di sebuah Caffe di Sumarecon. Mereka berdiskusi untuk menentukan jadwal pembayaran untuk para buruh yang mendapat PHK.
Sebelumnya, pesangon akan dibayar dengan cara dicicil per satu bulan sekali, selama enam bulan. Hal tersebut tentu ditolak para buruh. Mereka ingin pesangon mereka dibayar sekaligus. Total pesangon yang harus dibayar perusahaan dengan skema 0,5 persen menurut Nanang mencapai hampir 1 miliar rupiah.
Pengacara perusahaan melobi para buruh terkait pembayaran menjadi tiga bulan dengan tiga skema pembayaran. Nanang dan buruh menolak. “Karena kalau dihitung dari Februari berati ini penyelesaiannya beres setelah Idul fitri,” terangnya.
Tidak lama berselang, pengacara itu menelepon ke pihak perusahaan sebanyak dua kali terkait rentang pembayaran pesangon. “Akhirnya muncullah 2 bulan dengan 3 termin. Jadi tiga kali pembayaran,” tambahnya.
Hal tersebut pun langsung disampaikan Nanang kepada para buruh yang masih bertahan di tenda. “Saya konfirmasi ke kawan-kawan, akhirnya di sini kawan-kawan menyepakati dan saya sampaikan sepakat,” lanjutnya.
Setelah pertemuan itu, pihak pengacara akan langsung bertemu pihak akunting perusahaan. “Mau berhitung,” ungkap Nanang. Dia juga mendesak ke pihak perusahaan bahwa di bulan Januari pesangon harus mulai dibayarkan kepada para buruh.
Setelah pertemuannya itu, Nanang kembali lagi pada pukul 16.30 untuk menemui buruh. Nanang mengatakan, setelah penghitungan selesai, pengacara perusahaan akan segera menemui para buruh di gerbang pabrik.
Setelah azan maghrib, tepatnya pukul 18.30 akhirnya dua pengacara menemui buruh dengan pengamanan dari satpam sebanyak lima orang. “Tapi malah ada kemunduran terkait pembayaran,” ujar Nanang.
Menindak lanjuti hal tersebut, pihak buruh pun akan melakukan mediasi kembali ke dinas tenaga kerja pada Sabtu, 25 Januari 2025 siang. “Penyerahan chek-nya sepertinya tidak mau sekaligus. Kami hawatir mereka wanprestasi,” tegas Nanang.
*Kawan-kawan dapat membaca karya-karya lain dari Yopi Muharam, atau artikel-artiikel lain tentang Kelas Buruh