Pertumbuhan Jumlah Populasi Manusia adalah Masalah Lingkungan
Perubahan dari budaya pemburu-pemungut (hunter-gatherer) ke budaya agrikultur sekitar 12-10 ribu tahun lalu menyebabkan peningkatan jumlah populasi manusia.

Johan Arif
Peneliti Geoarkeologi & Lingkungan di ITB, Anggota Kelompok Riset Cekungan Bandung.
21 Februari 2025
BandungBergerak.id – Masalah lingkungan yang terjadi sekarang ini penyebab utamanya adalah manusianya itu sendiri. Hal ini sudah menjadi ketentuan dari Allah SWT seperti yang tertulis dalam surat Al Ahzab 33:72 bahwa manusia suka berbuat kezaliman baik terhadap dirinya sendiri, orang lain dan lingkungannya -seperti deforestasi, tambang liar, pembuangan limbah/sampah di sungai dan banyak lagi contoh kezaliman manusia terhadap lingkungan.
Menyoroti masalah lingkungan, manusia dan lingkungan itu saling kebergantungan atau berhubungan; lingkungan mempengaruhi kondisi sosial manusia, dan sebaliknya. Menurut para pakar lingkungan, salah satu masalah lingkungan adalah pertumbuhan jumlah populasi manusia yang cepat.
Pada awal era modern kira-kira satu Masehi, jumlah manusia di Bumi mungkin sekitar 100 juta orang. Pada tahun 1960 jumlah populasi manusia meningkat menjadi 3 miliar. Kemudian naik lagi lebih dari dua kali lipat dalam 40 tahun terakhir menjadi 6,8 miliar. Di Indonesia, misalnya, gejala peningkatan populasi manusia terlihat saat kita bepergian. Kemacetan lalu lintas di perkotaan, antrean panjang di jalan raya saat liburan, dan gelombang urbanisasi merupakan tanda bahwa jumlah populasi manusia bertambah banyak.
Peningkatan paling dramatis –dalam sejarah populasi manusia– terjadi pada akhir abad ke-20 dan berlanjut hingga awal abad ke-21. Banyak kerusakan lingkungan saat itu secara langsung atau tidak langsung merupakan akibat dari jumlah manusia yang sangat besar di Bumi.
Jika tingkat pertumbuhan populasi terus berlanjut, jumlah manusia bisa mencapai 9,4 miliar pada tahun 2050. Masalahnya adalah Bumi tidak tumbuh lebih besar dan kelimpahan sumber dayanya tidak meningkat. Semakin banyak populasi manusia di Bumi, maka semakin sedikit sumber daya alam yang tersedia -termasuk untuk hewan dan tumbuhan liar dan aspek alam lainnya. Lalu, bagaimana Bumi bisa menopang ini semua?
Dengan berakhirnya Zaman Es sekitar 12-10 ribu tahun lalu, iklim global di bumi menjadi stabil sehingga memungkinkan jumlah populasi manusia tumbuh. Hal ini juga ditunjang oleh banyak inovasi seperti produksi pangan, kemajuan medis, teknologi dan industrialisasi.
Perubahan dari budaya pemburu-pemungut (hunter-gatherer) ke budaya agrikultur sekitar 12-10 ribu tahun lalu menyebabkan peningkatan jumlah populasi manusia karena peningkatan kesuburan (lebih banyak kelahiran per tahun), penurunan angka kematian (lebih sedikit kematian per tahun), atau keduanya. Walaupun penyebab dari meningkatnya jumlah populasi manusia ketika memasuki budaya agrikultur masih menjadi bahan perdebatan, tetapi secara umum dapat dikatakan bahwa pertumbuhan jumlah populasi manusia yang menyertai revolusi pertanian sering dikaitkan dengan peningkatan kesuburan manusianya.
Meskipun kita tidak dapat memprediksi dengan pasti berapa daya tampung manusia di Bumi di masa depan, tetapi menurut pakar sains jika populasi manusia di Bumi sudah lebih dari 6 miliar, maka sumber daya alam tidak bisa menopang kehidupan dan kualitas hidup manusia di Bumi. Lebih jauh lagi, menurut mereka kelaparan adalah salah satu hal yang terjadi ketika jumlah populasi manusia melampaui sumber daya lingkungannya. Seperti kasus yang terjadi di Afrika pada pertengahan tahun 1970-an, 500 ribu orang Afrika mati kelaparan dan beberapa juta lainnya terkena dampak kekurangan gizi secara permanen. Baru pada tahun 1980-an, 10 tahun kemudian, kelaparan di negara-negara Afrika mendapat perhatian dunia.

Baca Juga: Misteri Kisah Nabi Adam AS
Apa itu Tanah?
Misteri Kehancuran Peradaban Maya di Amerika Tengah
Pandemik dan Pertumbuhan Populasi
Usaha-usaha seperti perbaikan sanitasi, pengendalian organisme penyebar penyakit dan penyediaan kebutuhan manusia telah menurunkan angka kematian dan mempercepat laju pertumbuhan populasi manusia. Tetapi penyakit-penyakit yang bersifat pandemik bisa menyebabkan menurunnya jumlah populasi manusia di Bumi.
Meskipun wabah penyakit epidemik telah menurun drastis selama abad-abad terakhir terutama di negara-negara industri, namun muncul lagi kekhawatiran bahwa insiden pandemi dapat meningkat karena beberapa faktor. Salah satunya adalah bertambahnya jumlah populasi manusia. Dari perspektif ini, maka di masa depan mungkin akan lebih banyak lagi penyakit.

Pada tanggal 14 April 2009, pemerintah Meksiko melaporkan kasus pertama dari jenis flu baru yang ditemukan pada babi, burung dan manusia. Penyakit ini -yang dapat menyebabkan wabah penyakit di seluruh dunia- disebut "flu babi" atau H1N1. Tetapi penyakit ternyata ini tidak menjadi pandemi yang meluas dan hanya sedikit menyebabkan kematian.
Penurunan besar jumlah populasi manusia pernah terjadi pada masa Black Death pada abad ke-14 Masehi yang berlangsung selama lebih-kurang tujuh tahun, yaitu pandemi hebat yang melanda Eropa, Asia dan Timur Tengah telah menewaskan sekitar 75-200 juta orang. Pada saat itu, seluruh kota ditinggalkan, produksi pangan menurun dan di Inggris sepertiga dari penduduknya meninggal dalam satu dekade.

Dari aspek sejarah penurunan jumlah populasi manusia di Bumi, hal ini pernah terjadi ketika Gunung Toba purba di Sumatera meletus pada sekitar 840 ribu, 500 ribu dan 74 ribu tahun lalu. Letusan atau erupsi pada 840 ribu tahun lalu adalah erupsi terbesar di dunia (skala 8 VEI) yang dapat disamakan dengan 2.000 kali letusan Gunung Helena atau 20 ribu kali letusan bom atom Hiroshima. Kemudian, letusan pada 74 ribu tahun lalu yang menghasilkan tufa The Young Toba Tuff dianggap menyebabkan penurunan populasi manusia yang begitu hebatnya di Bumi karena erupsi ini menyebabkan “volcanic winter” yang menurunkan temperatur hingga 3-10oC selama sekitar 6 tahun.
*Kawan-kawan bisa membaca artikel-artikel Johan Arif, atau tulisan-tulisan lain tentang Situs Geologi