• Berita
  • Kisah Relawan Paramedis dalam Sebuah Aksi Unjuk Rasa

Kisah Relawan Paramedis dalam Sebuah Aksi Unjuk Rasa

Jika peserta aksi unjuk rasa membutuhkan pertolongan untuk segera memanggil langsung tim paramedis, caranya tinggal melambaikan tangan dan teriak: medis.

Para relawan medis di aksi massa prodemokrasi mengawal konstitusi di Bandung, Kamis, 22 Agustus 2024. (Foto: Yopi Muharam/BandungBergerak)

Penulis Yopi Muharam26 Februari 2025


BandungBergerak.id – Dua mobil medis berjaga di arah barat Gedung DPRD Jawa Barat. Belasan orang dengan tanda lambang plus berwarna merah menempel di tas, hingga helm. Mereka adalah relawan paramedis yang turut serta dalam aksi Indonesia Gelap, di Kota Bandung, Jumat 21 Februari 2025.

Mereka menyebar ke segala penjuru massa aksi. Khawatir di tengah massa aksi ada yang perlu mendapatkan pertolongan mendadak. Di tas mereka, sudah tersedia alat dasar Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K). Sudah dari pagi mereka siaga di jalan Diponegoro.

Sejak demo pertama Indonesia Gelap pada Senin, 17 Februari 2025 lalu mereka juga sudah turut serta dalam barisan massa aksi. Mereka juga menjadi yang pertama dalam menolong pera peserta aksi ketika mendapatkan sebuah lemparan batu, bahkan sesak akibat gas air mata.

Salah satu relawan paramedis, Yatno (bukan nama sebenarnya) mengungkapkan peran penting relawan paramedis dalam aksi unjuk rasa. Yatno bercerita, pengalaman yang paling parah yang pernah ia tangani adalah saat seorang korban mengalami luka robek di kepala akibat lemparan batu. "Itu yang saya tolongin sampai darah ke mana-mana terus pasiennya sempat ngelantur di dalam ambulans," katanya.

Tidak hanya itu, Yatno dan timnya juga menangani beberapa korban yang mengalami hipotermia akibat hujan deras. "Kemarin waktu ada beberapa pasien hipotermia yang saya tangani ternyata tidak membawa salah satunya obat-obatan pribadi dan baju ganti. Nah, itu sangat fatal sekali," ujarnya.

Dia menerangkan untuk lokasi evakuasi, tim paramedis membagi dua lokasi di kampus Unpas dan Unisba di Tamansari. Pemilihan dua lokasi tersebut bukan tanpa alasan, selain disebut titik paling aman dari jangkauan titik aksi, di sana juga dibagi menjadi dua triase.

"Kami bagi dua itu yang di Unisba itu untuk yang triase hijau untuk Unpas itu triase kuning," jelas Yatno. Triase adalah tingkat kedaruratan dari pasien. Triase hijau untuk pasien dengan luka ringan, sedangkan triase kuning untuk pasien dengan luka berat.

Biasanya dalam golongan triase hijau, massa aksi  yang mengalami luka ringan, kecapaian atau gejala lainnya. sementara untuk triase kuning yang lebih parahnya lagi, seperti bocor kepala, pendarahan, bahkan penurunan kesadaran. “Nah, di sana kita lakukan pemantauan apabila keadaannya memburuk, nanti kita akan langsung pindahkan ke rumah sakit terdekat,” ungkapnya.

Menurut Yatno, hal dasar yang harus dibawa oleh massa aksi ialah masker, kacamata renang atau jenis goggles jas hujan, sarung tangan antipanas,  dan baju ganti guna menghadapi water cannon. Tidak hanya itu, dia juga berpesan untuk membawa air minum yang cukup untuk menghindari dehidrasi selama aksi.

Dia juga mengatakan, jika massa aksi membutuhkan pertolongan untuk segera memanggil langsung tim paramedis. Caranya tinggal melambaikan tangan dan teriak medis. “Tinggal angkat tangan dan teriak medis medis medis. Teman-teman akan datang menghampiri,” terangnya.

Baca Juga: Aksi Indonesia Gelap di Bandung Menolak Pemangkasan Anggaran Pendidikan oleh Pemerintahan Prabowo-Gibran
Mahasiswa ISBI Bandung Turun Aksi, Mengencam Tindakan Pelarangan Lakon Teater Wawancara dengan Mulyono
Cerita Visual Aksi Indonesia Gelap antara Bandung Jakarta, Kaum Ibu Bersama Orang-orang Muda yang Melawan

Bantuan Logistik

Tepat di sebelah mobil paramedis parkir, sebuah mobil model van dengan pintu belakang terbuka menyediakan kebutuhan logistik. Ada banyak relawan di sana yang membagikan nasi bungkus hingga air mineral kepada massa aksi. Relawan itu menyebut dirinya sebagai Humanis. Kurang lebih ada 10-an orang  yang terlibat sebagai relawan.

BandungBergerak menghampiri Faldis, koordinator lapangan relawan Humanis saat dirinya menawarkan minuman kepada massa aksi. Humanis, menurut Faldis, tergerak untuk terlibat dalam aksi ini karena kesamaan tujuan. Tidak sekali, menurutnya komunitas tersebut turun mengawal aksi unjuk rasa. Saat mengawal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada aksi Peringatan Darurat tahun lalu, komunitasnya terlibat dengan menerjunkan logistik dan tim medis.

Tidak hanya itu, mereka juga menampung dana yang dikumpulkan dari masyarakat untuk nantinya dipergunakan kebutuhan aksi unjuk rasa. Mereka juga sampai memborong beberapa pedagang yang berada di sana.

"Kami punya dana sisa dari aksi sebelumnya, yaitu mengawal putusan MK. Dana itu kami alokasikan untuk logistik dan kebutuhan medis," ujar Faldis.

Saat ini, Humanis menyediakan 150 bungkus nasi dan satu unit ambulans yang siap siaga. "Kalau ada keadaan darurat, kami bisa memanggil satu ambulans lagi," tambahnya.

Selain nasi kebutuhan makanan saja, merka juga menyediakan jas hujan plastik dan masker. "Kami bawa jas hujan karena Bandung sering hujan. Takut ada yang tidak bawa, jadi kami siapkan," jelas Faldis. Masker dibagikan untuk mengantisipasi gas air mata jika saat-saat aparat menembakan gas air mata.

Ia juga mengingatkan bahwa Humanis siap membantu jika ada peserta yang terluka dan membutuhkan pertolongan medis. "Kalau ada yang luka dan perlu operasi, BPJS kadang tidak menanggung. Bisa hubungi kami," kata Faldis.

Faldis berpesan kepada para peserta aksi untuk tetap waspada dan menjaga satu sama lain. "Hati-hati, jaga diri, dan jaga kawan. Intel banyak di sini, jadi tetap waspada," ujarnya.

Dengan dedikasi dan semangat yang tinggi, para relawan membuktikan bahwa dukungan di balik layar tak kalah penting dalam sebuah aksi demonstrasi. Mereka siap siaga memastikan bahwa para peserta aksi tetap terlindungi dan terpenuhi kebutuhannya.

*Kawan-kawan yang baik bisa membaca tulisan-tulisan lain dari Yopi Muharam, atau artikel-artikel lain tentang Aksi Indonesia Gelap

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//