• Opini
  • Pindah ke Luar Negeri, Pilihan atau Keputusan Terpaksa bagi Generasi Muda Indonesia?

Pindah ke Luar Negeri, Pilihan atau Keputusan Terpaksa bagi Generasi Muda Indonesia?

Kekhawatiran akan terbatasnya peluang kerja di masa depan serta ketidakpastian dinamika politik yang mendorong generasi muda mencari kesempatan di luar negeri.

Mochamad Taufik

Warga Bandung

Ilustrasi. Media sosial tak terpisahkan dengan keseharian orang-orang muda. (Ilsutrator: Arctic Pinangsia Paramban/BandungBergerak)

3 Maret 2025


BandungBergerak.idKiwari, pindah ke luar negeri menjadi sebuah tren. Bahkan beberapa waktu lalu #KaburAjaDulu sempat menjadi trending topik di X. Fenomena ini didominasi oleh generasi muda. Mereka dengan talenta yang dimilikinya terdorong untuk bekerja atau untuk melanjutkan hidup di luar negeri (brain drain). Faktor pendorongnya: pencarian hidup yang lebih baik.

Sebuah survei BPS menunjukkan bahwa 39,6% generasi muda Indonesia tertarik untuk mencari pengalaman di luar negeri, dengan alasan utama peningkatan keterampilan serta standar gaji yang lebih tinggi. Bahkan, 40% dari mereka menyebutkan bahwa besaran gaji menjadi faktor utama dalam menentukan negara tujuan mereka.

Salah satu contohnya, seperti yang dicatat Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, bahwa tahun 2019 hingga 2022 sebanyak 3.912 WNI memilih menjadi warga negara Singapura. Mereka memilih menjadi warga negara Singapura didasari oleh kondisi negara tersebut lebih stabil dalam berbagai aspek.

Dalam kurun waktu lima tahun itu rata-rata sebanyak 1.000 WNI per tahun berganti warga negara. Tren ini berlanjut di tahun 2023, di mana dari bulan Januari hingga April sudah tercatat 329 WNI. Jumlah tersebut mengalami peningkatan dari periode yang sama pada tahun sebelumnya yang hanya berjumlah 286 orang. Dalam laporannya Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia secara keseluruhan pada periode 2019 hingga 2023 lebih dari 4.000 WNI yang berganti kewarganegaraan.

Pemerintah berupaya mengubah fenomena brain drain menjadi brain gain dengan memberikan pertimbangan kewarganegaraan ganda bagi mantan WNI. Dengan harapan menarik kembali talenta-talenta profesional untuk membangun tanah air. Selain itu Menko PMK, Muhadjir Effendy, menekankan pentingnya perguruan tinggi dalam mencegah brain drain dengan memaksimalkan para lulusannya berkontribusi membangun daerahnya.

Baca Juga: Menjaga Etika Generasi Muda Menuju Indonesia Tidak Cemas 2045
Pengaruh Buku Pengembangan Diri dalam Tranformasi Generasi Z
Transformasi Politik dan Peran Generasi Muda, Tinjauan Menjelang Masa Pemerintahan Prabowo-Gibran

Peluang Pekerjaan yang Terbatas

Meskipun pertumbuhan ekonomi Indonesia terjadi kenaikan 5,03% pada tahun 2024, namun hal itu belum sepenuhnya stabil terutama di tengah kebijakan Presiden Prabowo yang melakukan penghematan anggaran sebesar Rp 306,69 triliun, hal ini akan semakin menimbulkan kekhawatiran akan terbatasnya peluang kerja di masa depan.

Alasan lain terjadinya fenomena ini adalah ketidakpastian dinamika politik yang berkontribusi terhadap meningkatnya keinginan generasi muda untuk mencari kesempatan di Luar negeri. Lemahnya penegakkan hukum terhadap pelaku korupsi membuat skeptis generasi muda terhadap masa depan Indonesia. Kondisi ini diperparah oleh dinamika politik yang terus berubah-ubah. Sehingga mereka mencari lingkungan yang lebih stabil untuk mengembangkan karier.

Di lain sisi, pembatasan usia kerja juga menjadi tantangan. Banyak generasi muda yang masih berada di usia produktif namun kesulitan mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan keterampilan mereka. Berdasarkan "Rencana Tenaga Kerja Nasional 2025-2029", tenaga kerja di Indonesia masih didominasi oleh mereka dengan pendidikan rendah, sehingga persaingan bagi lulusan perguruan tinggi semakin ketat.

Jika kita mengacu pada Undang-Undang Ketenagakerjaan (UU No.13/2003) justru melarang diskriminasi dalam pekerjaan, termasuk berdasarkan usia. Namun, beberapa praktik di lapangan mungkin menunjukkan batasan usia tertentu, praktik justru terjadi di tingkat perusahaan/instansi. MA menyampaikan bahwa ini bukan terjadi kekosongan hukum namun fungsi kontrol pemerintah tidak aktif mengawasi perusahaan yang memasang syarat diskriminatif.  

Dampak dari kontrol pemerintah yang tidak aktif tersebut generasi muda Indonesia pada tahun 2021 sempat menjadi urutan pertama di ASEAN yang berstatus NEET (Not in Education Employment, or Training). Selama tahun 2024 BPS ungkap ada  20,31% anak muda Indonesia 15-24 tahun berstatus NEET alias tidak lagi menimba ilmu, kerja maupun ikut pelatihan. Menurut BPS persentase pada pertengahan 2024 persentasenya sebesar 22,25% atau hampir 9,9 juta orang.

Pindah ke Luar Negeri

Layanan kesehatan pun menjadi alasan lain mengapa banyak yang memilih pindah negara dengan pelayanan kesehatan yang lebih baik seperti contohnya Singapura dan Malaysia. Hal paling mudah untuk alasan ini dapat dilihat dari para pejabatnya saja memilih negara-negara tersebut untuk mendapatkan kualitas layanan kesehatan yang lebih baik.

Selain itu yang menjadi alasan utama mengapa warga negara Indonesia memilih untuk pindah ke luar negeri untuk mencari fasilitas pendidikan yang lebih baik. Menurut data Kemendikbudristek (2021), sekitar 148.000 ruang kelas mengalami kerusakan, sementara UNICEF (2019) melaporkan bahwa hanya 60% sekolah dasar yang memiliki akses air bersih, dan 50% tidak memiliki sanitasi yang memadai. Selain itu, survei BPS (2020) menunjukkan bahwa hanya 30% SMP yang memiliki laboratorium sains yang layak, dan sekitar 40% sekolah tidak memiliki perpustakaan yang memadai.

Keterbatasan ini mendorong orang tua untuk menyekolahkan anaknya ke luar negeri seperti, Australia, Jerman, Kanada, dan Singapura. Negara-negara tersebut menawarkan fasilitas pendidikan yang lengkap dan lingkungan belajar yang kondusif. Semua faktor ini berkontribusi pada meningkatnya angka pemuda Indonesia yang ingin bekerja di luar negeri.

Jika tren ini terus meningkat tanpa adanya perbaikan dari dalam negeri, bukan tidak mungkin Indonesia akan kehilangan lebih banyak talenta mudanya yang memilih membangun masa depan di tempat lain. Untuk itu, diperlukan upaya serius dari pemerintah dalam menciptakan kondisi yang lebih kompetitif, mulai dari perbaikan ekonomi, kestabilan politik, hingga peningkatan kualitas hidup agar generasi muda merasa lebih percaya diri membangun masa depan di negeri sendiri.

*Kawan-kawan dapat membaca tulisan-tulisan menarik lain seputar generasi muda

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//