• Opini
  • Transformasi Politik dan Peran Generasi Muda, Tinjauan Menjelang Masa Pemerintahan Prabowo-Gibran

Transformasi Politik dan Peran Generasi Muda, Tinjauan Menjelang Masa Pemerintahan Prabowo-Gibran

Partisipasi aktif dan kesadaran akan etika demokrasi akan menentukan masa depan politik Indonesia.

Husni Rachmayani Nur Ilahi

Fresh Graduate dari Universitas Padjadjaran .

Joget gemoy capres Prabowo Subianto di stadion GBLA, Bandung, 8 Februari 2024. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

13 September 2024


BandungBergerak.id – Indonesia saat ini berada dalam masa transisi politik yang signifikan menjelang akhir pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Jokowi, yang dikenal dengan pendekatannya yang pragmatis, tampaknya berusaha untuk memperkuat pengaruhnya hingga akhir masa jabatannya dengan menggeser beberapa pejabat dan menempatkan individu-individu baru dalam posisi penting. Di sisi lain, Prabowo Subianto, presiden terpilih, dan Gibran Rakabuming Raka, wakil presiden terpilih, akan segera mengambil alih kepemimpinan dan mungkin membawa perubahan besar dalam lanskap politik Indonesia.

Kekuasaan Jokowi dan Tantangan bagi Prabowo

Jokowi, di penghujung masa pemerintahannya, berusaha memastikan bahwa pengaruhnya tetap terasa dengan menempatkan pejabat baru dan melakukan penyesuaian dalam posisi-posisi penting pemerintahan. Ini menunjukkan keinginan Jokowi untuk mempertahankan jejak kepemimpinannya meski masa jabatannya akan segera berakhir.

Sebagai presiden terpilih, Prabowo Subianto akan menghadapi tantangan besar dalam mengubah atau memotong kekuasaan yang telah dibangun Jokowi. Dengan latar belakangnya sebagai Menteri Pertahanan dan Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo memiliki rekam jejak yang mengesankan di pemerintahan. Namun, sejauh mana Prabowo akan berkomitmen pada prinsip-prinsip demokrasi yang ada masih perlu dilihat.

Hubungan antara Prabowo dan Jokowi menjadi sorotan dalam konteks ini. Terlihat bahwa Prabowo memiliki hubungan yang baik dengan Jokowi. Situasi ini semakin diperkuat dengan keberadaan anak kandung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, yang menjadi wakil Prabowo dalam pemerintahan mendatang. Ini menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana hubungan ini akan memengaruhi kebijakan-kebijakan yang diambil oleh Prabowo ke depan.

Luthfi Hamzah, Dosen Ilmu Pemerintahan FISIP Universitas Padjadjaran, mengungkapkan kekhawatirannya tentang komitmen Prabowo terhadap demokrasi. “Dalam kacamata ilmiah, dalam kacamata kita yang di kampus, melihatnya memang agak mengkhawatirkan,” kata dia dalam webinar Muda Kawal Demokrasi pada 8 September 2024.

Luthfi melanjutkan, “Tren ketidaketisan dalam demokrasi ini bisa membawa presiden ke demokrasi yang lebih buruk ke depan.” Pernyataan ini mencerminkan kekhawatiran bahwa meskipun Prabowo berpotensi membawa perubahan, tetap ada risiko besar dalam ketidaketisan politik yang dapat mengancam integritas demokrasi di Indonesia.

Baca Juga: Jokowi, Mitos Politik, dan Kematian Nalar Publik
Kado Valentine untuk Indonesia “Politik Dinasti”
Politik Mbajingisme

Kebebasan Berpendapat di Era Jokowi

Di bawah pemerintahan Jokowi, kebebasan berpendapat sering kali terlihat terjamin secara prosedural, namun kenyataannya tidak selalu demikian. Meskipun tidak ada larangan langsung terhadap kegiatan berkumpul atau memberikan pendapat, berbagai manuver politik yang terjadi di belakang layar menunjukkan adanya batasan yang menghambat kebebasan berpendapat.

Fenomena buzzer dan pengondisian media menciptakan iklim bahwa kritik terhadap pemerintah bisa menghadapi berbagai risiko. Indra Purnama, Direktur Eksekutif IPRC (Indonesian Politics Research & Consulting), menyoroti juga masalah ini. Dalam acara yang sama dengan Luthfi Hamzah, ia mengatakan, “Saya kira kata-kata yang pas-nya (untuk pemerintahan Jokowi dalam menciptakan kebebasan berpendapat), tidak mengkhianati dan tidak merusak, tapi mengangkangi,” kata Indra dalam webinar Muda Kawal Demokrasi pada 8 September 2024.

Ia menambahkan, “Kita dapat melihat banyak bukti, bahwa kemarin Jurnalis Tempo sudah dua kali diserang orang tidak dikenal, kemudian juga kalau saya lihat laporan-laporannya safenet bagaimana ketika ada satu isu yang memang sedang digulirkan dalam mengkritisi masyarakat ada internet shutdown, terus juga ada hacking terhadap aktor-aktornya.”

Pernyataan ini menunjukkan bahwa meskipun kebebasan berpendapat diakui secara teoritis, praktiknya sering kali menghadapi berbagai tantangan dan ancaman.

Peran Generasi Muda dalam Hukum dan Politik

Sementara dinamika politik berlangsung, generasi muda Indonesia mulai menunjukkan keterlibatan yang lebih aktif dalam proses demokrasi. Pemilu 2024 menjadi momentum penting di mana banyak generasi muda terlibat dalam memilih wakil rakyat. Namun, kontestasi politik tidak hanya berhenti pada Pilpres yang telah dilaksanakan pada awal tahun 2024, tetapi juga berlanjut ke Pilkada yang tengah berlangsung pada akhir tahun ini.

Ironisnya, Pilkada kali ini diwarnai dengan banyaknya calon tunggal. Hal ini mencerminkan ketidaketisan dalam demokrasi, sebab adanya penggabungan beberapa partai politik menyebabkan satu pasangan calon mendapatkan suara dengan lebih mudah dan lebih banyak, sementara calon lain kesulitan untuk mendaftar karena kekurangan pendukung dari dalam tubuh pemerintahan. Fenomena ini menunjukkan bahwa proses demokrasi sering kali tidak berjalan dengan baik, kepentingan daerah serta aspirasi masyarakat juga sering terabaikan.

“Akhirnya (Pilkada ini) menjadi sangat tidak substantif, akhirnya menjadi sangat tidak politis,” kata Luthfi Hamzah. Pernyataan ini menyoroti bahwa pembahasan Pilkada tahun ini lebih berfokus pada upaya mencegah nepotisme atau politik dinasti Jokowi daripada menyoroti kepentingan dan aspirasi masyarakat daerah itu sendiri.

Luthfi Hamzah juga menegaskan peran generasi muda dalam memperjuangkan etika demokrasi. Generasi muda diharapkan tidak hanya mengikuti arus politik yang ada, tetapi juga aktif dalam memperjuangkan prinsip-prinsip demokrasi yang sebenarnya. Generasi muda perlu membawa kesadaran politik dan menyebarkannya sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi, bukan mengikuti dan melanggengkan kekuasaan oligarki. Sebab, terkadang tren-tren di media sosial cukup mengkhawatirkan, seperti konten-konten yang dibuat oleh buzzer politik dalam meromantisasi masa Orde Baru atau menyuguhkan citra-citra baik dari tokoh politik yang seharusnya dikritisi.

Kemudian, Indra Purnama menambahkan bahwa penting bagi anak muda untuk tetap aktif dalam mengawal jalannya politik. Politik bersifat dinamis dan dapat berubah secara tiba-tiba. Banyak hal dapat terjadi secara tiba-tiba, seperti kemungkinan PDI-P yang saat ini ditengarai menjadi oposisi KIM Plus, dapat bergabung ke dalamnya. Atau mungkin KIM Plus yang sebelumnya dijalin secara paksa dalam Pemerintahan Jokowi, dapat berpisah di masa Pemerintahan Prabowo, dan sebagainya.

Dengan semua dinamika ini, peran generasi muda dalam mengawal dan memperjuangkan demokrasi menjadi semakin penting. Partisipasi aktif dan kesadaran akan etika demokrasi akan menentukan masa depan politik Indonesia. Generasi muda diharapkan dapat memainkan peran penting dalam menjaga dan memperkuat prinsip-prinsip demokrasi, memastikan bahwa proses politik berjalan dengan adil dan transparan untuk semua pihak.

*Kawan-kawan dapat membaca artikel-artikel lain tentang politik

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//