• Berita
  • GEDOR DPRD JABAR HARI KEDUA: Masyarakat Sipil Bandung Menuntut Pencabutan UU TNI

GEDOR DPRD JABAR HARI KEDUA: Masyarakat Sipil Bandung Menuntut Pencabutan UU TNI

Mayarakat sipil Bandung kembali turun ke jalan untuk mengepung DPRD Jabar. Kecewa terhadap wakil rakyat yang mengesahkan UU TNI.

Kondisi gerbang DPRD Jabar, Bandung, Jumat, 21 Maret 2025, menjadi sasaran aksi Tolak UU TNI. Masyarakat sipil menuntut pencabutan UU TNI yang baru disahan DPR dan pemerintah. (Foto: Virliya Putricantika/BandungBergerak)

Penulis Yopi Muharam21 Maret 2025


BandungBergerak.id - Masyarakat Kota Bandung dari berbagai elemen kembali tumpah-ruah di pelataran Gedung DPRD Jawa Barat, Bandung, Jumat, 21 Maret 2025. Aksi ini merupakan protes lanjutan terhadap disahkannya Revisi Undang-Undang TNI (RUU TNI) Nomor 34 Tahun 2004 yang baru disahkan pemerintah dan DPR.

Massa aksi menuntut agar UU TNI segera dicabut. Mereka menyatakan revisi UU TNI menghidupkan kembali dwifungsi TNI yang sudah lama terkubur pascareformasi.

Aksi dimulai pada pukul 15.30 WIB, dengan longmars dari salah satu kampus di Tamansari. Rutenya tetap sama dengan aksi protes kemarin, Kamis, 20 Maret 2025. Massa aksi melewati jalan Tamansari, Taman Cikapayang, lalu menuju Jalan Diponegoro lewat samping Gasibu.

Teriakan perlawanan untuk militerisme terus menggema sepanjang jalan. Orator aksi terus menyerukan yel-yel seperti; hidup mahasiswa atau hidup masyarakat yang melawan.

Peserta aksi Tolak UU TNI di DPRD Jabar, Bandung, Jumat, 21 Maret 2025. Masyarakat sipil menuntut pencabutan UU TNI yang baru disahan DPR dan pemerintah. (Foto: Virliya Putricantika/BandungBergerak)
Peserta aksi Tolak UU TNI di DPRD Jabar, Bandung, Jumat, 21 Maret 2025. Masyarakat sipil menuntut pencabutan UU TNI yang baru disahan DPR dan pemerintah. (Foto: Virliya Putricantika/BandungBergerak)

Pantauan dari BandungBergerak hingga selepas magrib aksi terus bertambah. Mereka mulai menyebar ke segalah penjuru di pelataran DPRD. Sebagian massa aksi mulai membongkar kawat yang menempel sepanjang pagar DPRD. Di sisi lain juga mereka mencoba merubuhkan pagar dengan menariknya menggunakan tambang.

“Biar kita masuk dan menduduki gedung DPRD,” ujar salah satu massa aksi yang menarik tambang. Akan tetapi, karena tali tambang yang tipis pagar tersebut tidak bisa dirubuhkan. “Yang penting ada upaya,” lanjutnya.

Di sisi lain, Taqi, mahasiswa yang aktif di organisasi Unit Kegiatan Studi Kemasyarakatan(UKSK) UPI mengungkapkan, aksi ini bakal digelar hingga malam. “Sampai tuntutan kami dikabulkan,” ujarnya.

Taqi menyoroti salah satu pasal tentang Operasi Militer Selain Perang (OMSP) yang menurutnya dapat membangkitkan kembali dwifungsi TNI. “Tentara itu tempatnya di barak. Ngapain mencampuri urusan sipil?” terangnya.

Aturan tentang OMSP tertuang di Pasal 47 yang memuat ada penambahan 4 dari yang asalnya 10 posisi jabatan publik di kementrian/lembaga yang bisa diduduki TNI, di antaranya; Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP), Badan Penanggulangan Bencana, Badan Penanggulangan Terorisme, Badan Keamanan Laut, dan Kejaksaan Republik Indonesia (Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Militer).

Peserta aksi Tolak UU TNI di DPRD Jabar, Bandung, Jumat, 21 Maret 2025. Masyarakat sipil menuntut pencabutan UU TNI yang baru disahan DPR dan pemerintah. (Foto: Virliya Putricantika/BandungBergerak)
Peserta aksi Tolak UU TNI di DPRD Jabar, Bandung, Jumat, 21 Maret 2025. Masyarakat sipil menuntut pencabutan UU TNI yang baru disahan DPR dan pemerintah. (Foto: Virliya Putricantika/BandungBergerak)

Bersuara Lewat Poster dan Coretan

Selepas buka puasa, aksi kembali berlanjut dalam suasana gelap. Di sepanjang aksi “Tolak RUU TNI”, mereka tidak hanya melakukan orasi melainkan menempelkan poster-poster yang berisikan kritik, seperti tulisan; lawan militerisme, Injak Balik, pukul balik militer, kembalikan tentara ke barak, atau awas neo-orba depan mata.

Massa aksi juga menuangkan protes mereka lewat coretan di tembok DPRD Jawa Barat dan jalan beraspal yang isinya memaki penguasa saat ini dan Orde Baru.

Salah satu massa aksi, Moy (bukan nama sebenaenya) yang menulis kritikan mengatakan tindakannya sebagai bentuk kekecewaan. Dia merasa kritikan rakyat untuk menolak UU TNI tidak didengar. “Makanya aku nulis juga, di media sosial kan enggak digubris,” terang perempuan lulusan seni rupa itu setelah menulis Dewan Penyepong Rezim (DPR) di depan gedung DPRD Jawa Barat.

Hal senada juga diungkapkan oleh Nunu, mahasiswa ISBI yang mengatakan tindakan protes tersebut merupakan karya seni sebagai respon masyarakat atas pengabaian suaranya. Dia bilang kendati coretan dilakukan di tempat umum, baginya tidak masalah.

“Itu kan salah satu upaya kririk kita agar didengar. Setidaknya masyarakar yang tidak ikut aksi juga bisa tahu,” terangnya kepada BandungBergerak.

Menurutnya ada hal yang lebih genting daripada sekadar vandalisme di tembok gedung DPRD Jawa Barat, yaitu disahkannya UU TNI. “UU TNI ini akan merugikan masyarakat hingga jangka panjang,” tuturnya.

Baca Juga: Kami Bersama Tempo Melawan Teror Kepala Babi
Koalisi Kebebasan Berserikat Menolak Pengesahan RUU TNI, Pelanggaran Hak Asasi Manusia Dikhawatirkan Meningkat
Mahasiswa Bandung Menolak UU TNI dan Militerisme

Peserta aksi Tolak UU TNI di Bandung, Jumat, 21 Maret 2025. Masyarakat sipil menuntut pencabutan UU TNI yang baru disahan DPR dan pemerintah. (Foto: Virliya Putricantika/BandungBergerak)
Peserta aksi Tolak UU TNI di Bandung, Jumat, 21 Maret 2025. Masyarakat sipil menuntut pencabutan UU TNI yang baru disahan DPR dan pemerintah. (Foto: Virliya Putricantika/BandungBergerak)

Mencampuri Urusan Sipil 

Di hari sebelumnya, Kamis, 20 Maret 2025, DPRD Jawa Barat juga dikepung massa yang menolak pengesahan UU TNI yang mengancam supremasi sipil dan demokrasi. Koordinator lapangan dari Front Mahasiswa Nasional (FMN) cabang Bandung Ainul Mardiyah mengatakan, UU TNI sangat tidak memihak kepada rakyat. Menurutnya undang-undang tersebut membuat militer dapat mencampur tangani urusan sipil.

Terkait pelibatan militer di ranah sipil, Ainul menilai bakal memperparah perampasan ruang hidup yang sudah lama sering terjadi di berbagai daerah di Indonesia. “Ke depannya dipastikan 100 persen bahwa semakin masif perampasan-perampasan lahan yang ada di pedesaan dan di perkotaan,” terang Ainul, di sela-sela aksi.

“Salah satu tuntutan kita adalah kita menolak segala bentuk militerisme kekejaman negara, karena itu adalah bentuk konkrit bahwa negara menjadikan militer sebagai alat untuk menindas masyarakat,” lanjutnya.

Di sisi lain, penelusuran KontraS dalam rentang waktu Oktober 2023 September 2024  menunjukkan 64 peristiwa kekerasan oleh prajurit TNI terhadap warga sipil. 64 kasus tersebut antara lain 37 tindakan penganiayaan, 11 tindak penyiksaan serta 9 kasus intimidasi. 64 peristiwa tersebut menyebabkan 75 orang luka-luka dan 18 orang tewas.

“Hal tersebut menunjukkan masih adanya beberapa prajurit TNI yang menunjukkan arogansi di lapangan,” kata KontraS.

KontraS juga menyoroti bahwa pendudukan militer di ranah sipil mesti dikritisi. Sebab tidak sejalan dengan prinsip reformasi pada sektor keamanan dan supremasi sipil yang diperjuangkan pasca-reformasi.

“UU TNI yang mengizinkan prajurit TNI menduduki sejumlah jabatan sipil akan menjauhkan prajurit dari profesionalisme dan fungsi utama sebagai alat pertahanan negara,” lanjut keterangan itu.

Hal tesebut juga dikritisi oleh Reza, mahasiswa Ilmu Hukum dari Universitas Parahyang (Unpar) yang menyebut TNI tempatnya di barak. Reza menyebut tugas TNI adalah untuk berperang bukan untuk menguasai dari pekerjaan-pekerjaan sipil. Keterlibatan militer di ranah sipil malah akan merugikan masyarakat sendiri.

Reza menyerukan agar masyarkat Indonesia terus mengawal aksi penolakan UU TNI. “Cukup masa lalu saja di sini kita kembali untuk menegakkan sesuatu hal yang sudah terkubur,” lanjutnya.

Peserta aksi Tolak UU TNI di Bandung, Jumat, 21 Maret 2025. Masyarakat sipil menuntut pencabutan UU TNI yang baru disahan DPR dan pemerintah. (Foto: Virliya Putricantika/BandungBergerak)
Peserta aksi Tolak UU TNI di Bandung, Jumat, 21 Maret 2025. Masyarakat sipil menuntut pencabutan UU TNI yang baru disahan DPR dan pemerintah. (Foto: Virliya Putricantika/BandungBergerak)

Menambah Kecemasan Rakyat Papua

Sejak siang, Jekson Sol dari Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) menyatakan pengesahan UU TNI akan memperpanjang kekerasan yang dialami rakyat Papua. “Kalau kami sendiri menilai memang undang-undang TNI ini sangat mengancam. Karena dia (militer) akan menambah angka kekerasan militer di Papua,” terangnya saat diwawancarai BandungBergerak.

Menurutnya, pengesahan UU TNI membuat luka baru bagi rakyat Papua. Pasalnya konflik berkepanjangan hingga kini tak kunjung reda di pulau berjuluk surga kecil jatuh ke bumi itu.

“Kasus pelanggaran HAM di Papua maupun di Indonesia belum sampai saat ini belum diselesaikan,” tuturnya. Bahkan dia menyebut, sebelum adanya UU TNI, di Papua sendiri sudah mengimplementasikan yang namanya dwifungsi TNI.

Banyak serdadu yang menduduki ranah sipil, seperti mencampuri ruang-ruang pendidikan, hingga gereja. Militer selalu datang dengan pakaian lengkap dengan senjata laras panjang. “Ini akan menjadi ancaman serius kepada orang Papua, maupun rakyat Indonesia itu sendiri,” terangnya.

Peserta aksi Tolak UU TNI di Bandung, Jumat, 21 Maret 2025. Masyarakat sipil menuntut pencabutan UU TNI yang baru disahan DPR dan pemerintah. (Foto: Virliya Putricantika/BandungBergerak)
Peserta aksi Tolak UU TNI di Bandung, Jumat, 21 Maret 2025. Masyarakat sipil menuntut pencabutan UU TNI yang baru disahan DPR dan pemerintah. (Foto: Virliya Putricantika/BandungBergerak)

Tiga Pasal Bermasalah di UU TNI

Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) sudah mengkritik draft RUU itu sejak 18 Maret 2025. Menurut YLBHI, secara keseluruhan revisi ini tidak menyentuh mandat reformasi terhadap tentara, yaitu reorganisasi struktur teritorial.

Dengan UU TNI, YLBHI khawatir TNI dapat memainkan peran penting dalam politik lokal. Terlebih prajurit dapat mengakses sumber-sumber ekonomi di akar rumput yang berpotensi berhadapan langsung dengan rakyat.

“Ini memungkinkan militer untuk mengakses pendanaan ilegal di luar APBN,” kata YLBHI.

YLBHI menilai UU TNI bertentangan dengan hasil rekomendasi Komite Hak Sipil dan Politik (CCPR), Universal Periodic Review (UPR), dan instrumen Hak Asasi Manusia Internasional, seperti Statua Roma serta Convention Against Torture. Dalam rekomendasi ICCPR pasal 25 contohnya, Indonesia harus menjamin partisipasi publik dalam seluruh pengambilan keputusan.

Selain membahayakan supremasi sipil, demokrasi, dan hak asasi manusia, YLBHI menyoroti UU TNI bakal melanggengkan praktek bisnis dan intervensi kehidupan politik.

“Sekarang, rakyat Indonesia hanya memiliki dua pilihan; kembali ke zaman kegelapan itu (orba), atau dengan lantang meneriakkan ‘jangan terulang! Pukul balik militerisme’,” kata YLBHI.

Sedikitnya ada tiga pasal bermasalah di UU TNI yang baru disahkan, terdiri dari  Pasal 7 tentang Tambahan Tugas Operasi Militer Selain Perang (OMSP), Pasal 47 tentang Kementerian/Lembaga yang Bisa Diisi TNI, dan Pasal 53 tentang usia pensiun TNI.

Pada pasal 7 ayat 2 huruf B, ada 2 tugas baru TNI dalam OMSP dari 14 menjadi 16, yaitu membantu dalam upaya menanggulangi ancaman siber dan membantu dalam melindungi dan menyelamatkan warga negara serta kepentingan nasional di luar negeri.

Pasal 47, ada penambahan 4 dari yang asalnya 10 posisi jabatan publik di kementrian/lembaga yang bisa diduduki TNI, di antaranya ialah; Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP), Badan Penanggulangan Bencana, Badan Penanggulangan Terorisme, Badan Keamanan Laut, dan Kejaksaan Republik Indonesia (Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Militer).

Pasal 53 tentang usia penisun TNI mengubah batas pensiun prajurit. Ketentuan ini diatur dalam ayat (2) dengan batas usia pensiun yang variatif berdasarkan pangkat dan jabatan. Rinciannya:  bintara dan tamtama maksimal 55 tahun;  perwira sampai dengan pangkat kolonel maksimal 58 tahun; perwira tinggi bintang 1 maksimal 60 tahun; perwira tinggi bintang 2 maksimal 61 tahun; perwira tinggi bintang 3 maksimal 62 tahun.

Aksi Tolak UU TNI di DPRD Jabar, Bandung, Jumat, 21 Maret 2025. Masyarakat sipil menuntut pencabutan UU TNI yang baru disahan DPR dan pemerintah. (Foto: Virliya Putricantika/BandungBergerak)
Aksi Tolak UU TNI di DPRD Jabar, Bandung, Jumat, 21 Maret 2025. Masyarakat sipil menuntut pencabutan UU TNI yang baru disahan DPR dan pemerintah. (Foto: Virliya Putricantika/BandungBergerak)

Penolakan di Media Sosial

Sejak pertengahan Februari terpantau sudah banyak masyarakat yang mengkritik pembahasan RUU TNI. Puncaknya, adalah ketika pembahasan itu dibahas secara tertutup di hotel mewah mewah Fairmont, Jakarta, selama tiga hari, dari 14-16 Maret.

Pada 15 Maret 2025, Koalisi Reformasi Sektor Keamanan termasuk pemerhati bidang pertahanan menggeruduk rapat tersebut. Mereka menyerukan penghentian rapat dan menyatakan penolakan terhadapan pembahasan revisi UU TNI. Namun aksi mereka direspons dengan represi.

Video aksi Koalisi tersebar luas di media sosial. Banyak warganet mengecam aksi represif petugas penyelenggara rapat pembahasan UU TNI. Sejalan dengan mencuatnya isu dwigunsi TNI akan hidup kembali, tagar #TolakRevisiUUTNI menjadi trending di X selama beberapa hari terakhir.

Pantauan BandungBergerak sudah ada 908 ribu tweet hingga tengah malam, pukul 00.52 WIB, Jumat, 21 Maret 2025. Isi cuitan tersebut ada berbagai macam, seperti menjelaskan bahaya dari UU TNI hingga update kondisi demonstrasi.

Salah satunya adalah isi cuitan dari fandom NCTzen humanity. Komunitas penggemar grup idol NCT itu, sejak siang mengupdate kondisi demo di gedung DPR RI, Jakarta. Pada pukul 20.41 akun tersebut memberitahu banyak massa aksi yang menjadi korban kebrutalan aparat. Demo di Jakarta berakhir ricuh. Massa aksi dipukul mundur saat hari sudah mulai gelap.

“Ambulan penuh. IGD Pelni Penuh. Jaga diri, Jaga Kawan. NCTzen sudah mengerahkan 6 Ambulance tapi masih belum cukup!” cuit akun tersebut. Di sisi lain, akun tersebut juga mengupdate foto korban yang kepalanya robek hingga bersimbah darah akibat perlakuan represif aparat.

"Ya Allah gue sedih banget. Kalian pulang aja gapapa, keselamatan kalian tetap yang utama, enggak tega banget liat yang pada terluka gini dari tadi," balas salah satu akun. "Stay safe ya semua," balas akun yang lain.

Sementara itu, akun bernama MoXweet menilai pengesahan UU TNI ini telah menciderai semangat reformasi yang menelan banyak korban. “Sia-sia darah Elang Mulia Lesmana, Heri Hertanto, Hafidin Royan, Hendriawan Sie, Sigit Prasetyio dan lain-lain, yang tumpah dan gugur demi reformasi,” tulisnya. Warganet menyatakan saat ini Orde Baru jilid 2 dibangun kembali.

*Kawan-kawan bisa membaca artikel-artikel lain dari Yopi Muharamatau tulisan-tulisan menarik lain tentang RUU TNI

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//