• Cerita
  • Mensyukuri Secercah Toleransi di Tengah Gelombang Unjuk Rasa Penolakan GSG Arcamanik

Mensyukuri Secercah Toleransi di Tengah Gelombang Unjuk Rasa Penolakan GSG Arcamanik

Gelombang unjuk rasa massa terjadi selama ibadah perayaan Paskah di GSG Arcamanik. Aksi toleran yang dipelopori orang-orang muda memunculkan harapan.

Di tengah unjuk rasa penolakan, umat Katolik mengikuti misa perayaan Sabtu Suci Paskah dari luar gedung GSG Arcamanik, Kota Bandung, Sabtu, 19 April 2025. (Foto: Salma Nur Fauziyah/BandungBergerak)

Penulis Salma Nur Fauziyah20 April 2025


BandungBergerak – Menggenapi rencana awal mereka, massa yang tergabung dalam Forum Komunikasi Warga Arcamanik Berbhineka kembali berunjuk rasa di depan Gedung Serba Guna (GSG) Arcamanik, Jalan Ski Air Nomor 19 Kota Bandung, pada puncak perayaan Paskah, Sabtu, 19 April 2025 sore. Meski demikian, misa Sabtu Suci berjalan relatif lancar, salah satunya berkat kesigapan orang-orang muda Katolik (OMK) dan aksi bertoleransi dari beragam pihak luar gereja.

Para jemaat Katolik yang akan beribadat mulai berdatangan sebelum jam empat sore. Mereka masuk lewat pintu samping, tepatnya di Jalan Selancar Air. Ada yang datang berjalan kaki atau naik sepeda, sepeda motor, dan mobil. Kebanyakan memang warga sekitar. Para anggota OMK membantu mengarahkan umat untuk memarkirkan kendaraan di dalam halaman GSG. 

Beberapa orang jemaat lain yang tergabung dalam petugas liturgi dan misdinar telah melakukan latihan sebelum misa dimulai.

Di luar, mulai pukul 15.30 WIB, pengeras suara yang berasal dari menara buatan di depan gedung mulai dinyalakan. Mereka tidak lagi menggunakan mobil komando seperti aksi sebelumnya. Spanduk-spanduk penolakan yang baru terpasang di dekat menara itu. 

Persis saat jemaat Katolik di dalam gedung memulai ibadat mereka, pengeras suara mulai memutar lagu-lagu nasional dan kebangsaaan. “Indonesia tanah airku, tanah tumpah darahku…”. Suaranya keras seolah berlomba dengan lantunan doa dan nyanyian yang sedang dipanjatkan umat di dalam gereja.

Dua pintu GSG ditutup. Hawa di dalam terasa pengap, tetapi umat tetap melakukan misa dengan khidmat.

Semakin sore, suasana aksi semakin panas. Beberapa dari peserta unjuk rasa berusaha menerobos barisan polisi yang berjaga di depan GSG. Mereka menuntut untuk berdialog dengan pihak jemaat Katolik. Beberapa orang yang lain menyebar dan mencoba masuk lewat pintu samping. Namun, upaya mereka masih dapat dicegat oleh pihak keamanan. 

“Ini kita sudah sepakat tadi, perwakilan warga masuk. Silakan, beri jalan akses,” ujar salah satu pengunjuk rasa pada polisi ketika perayaan Sabtu Agung masih berlangsung. 

Saat magrib menjelang, misa berakhir. Para jemaat pulang lewat jalan yang sudah ditentukan oleh Satuan Tugas (Satgas) yang terdiri dari OMK dan beberapa pihak lain yang membantu. Sepanjang jalan, aparat berjaga dan OMK berkoordinasi, memastikan jalur evakuasi tersebut aman bagi jemaat untuk pulang.

“Terima kasih, Pak,” ucap para jemaat di sepanjang jalan pulang pada barisan pengamanan yang berjaga. 

Petugas misdinar menjalankan tugas liturgi mereka dalam perayaan Sabtu Suci Paskah di GSG Arcamanik, Sabtu, 19 April 2025. (Foto: Salma Nur Fauziyah/BandungBergerak)
Petugas misdinar menjalankan tugas liturgi mereka dalam perayaan Sabtu Suci Paskah di GSG Arcamanik, Sabtu, 19 April 2025. (Foto: Salma Nur Fauziyah/BandungBergerak)

Baca Juga: Memahami Status Kepemilikan GSG Arcamanik yang Difungsikan untuk Peribadatan Umat Katolik dan Kegiatan Warga Sekitar
Di Tengah Perayaan Kamis Putih, Massa Berunjuk Rasa Menolak GSG Arcamanik Jadi Tempat Ibadah

Berusaha Tidak Panik

Satgas Pengamanan, yang sebagian terdiri dari orang-orang muda Katolik (OMK), sudah berjaga beberapa jam sebelum misa dimulai. Dibantu aparat, mereka membantu menjamin keamanan dan kenyamanan umat dalam menjalankan hak untuk beribadah.

Pieter, yang dipercayai sebagai koordinator lapangan (Korlap), sudah berulang kali berkeliling di sekitaran GSG. Juga ketika misa sedang berlangsung, ia kembali berkendara menyusuri jalan-jalan evakuasi, mengecek apakah semuanya aman. 

Pieter tidak memungkiri kemungkinan hal terburuk sewaktu-waktu bisa terjadi ketika proses ibadat berlangsung. Bukan hanya terkait unjuk rasa massa, tapi juga bencana alam, kebakaran, atau sakit mendadak. Tugas Satgas untuk mengantisipasi kejadian-kejadian seperti itu.

Pada perayaan Sabtu Suci Paskah sore itu, suasana unjuk rasa yang semakin panas, ketika massa memaksa untuk masuk gereja, sempat memunculkan cemas. Pieter tidak memungkiri ketika itu kaget, tapi ia menolak panik. Bekerja sama dengan aparat dan pihak lain yang turut membantu penjagaan, OMK bergerak cepat dan tanggap menghadapi situasi. 

“Kalau aku sendiri ya berusaha untuk tidak panik, karena aku kan kebetulan Korlap. Aku ngerasa apa ya? Kalau aku panik, apalagi teman-teman, apalagi anak-anak. Jadi aku seminimal mungkin tidak akan pernah terlihat panik atau ya sedikit kagetlah ya. Memang ini tugasku, tanggung jawabku untuk ngamanin umat,” tutur Pieter. 

Selain OMK dan aparat, beberapa pihak di luar gereja terlibat dalam proses pengamanan perayaan rangkaian Paskah di GSG Arcamanik yang didera gelombang unjuk rasa. Dyah Nur Sasanti, perwakilan Persatuan Gereja Amal Katolik (PGAK) Santa Odilia, menyebut ada kawan-kawan Banser, Ansor, dan Ponpes Sukamiskin. Juga beberapa pemuda sekitar. Dia mensyukurinya sebagai sebentuk toleransi. 

“Yang pasti mereka sangat membantu untuk ketertiban, terutama lalu lintas keluar masuk parkiran. Solidaritas membantu untuk memastikan umat bisa pulang ke rumah. Itu mereka bantu-bantu pengamanan,” ungkap Dyah. 

Menurut Dyah, aksi-aksi toleran seperti ini sangatlah penting muncul di tengah suasana murung akibat gelombang unjuk rasa penolakan GSG Arcamanik. Ia menyiratkan masih adanya harapan sehingga memunculkan narasi lain yang lebih optimistis, yang “tidak sesedih apa yang muncul di permukaan”. Harapan yang juga ditanam ketika pada bulan Ramadan tempo hari digelar acara buka puasa bersama di GSG oleh OMK dan pengurus PGAK.

Unjuk rasa di tengah perayaan Sabtu Suci itu bukan kali pertama terjadi di GSG Arcamanik. Memulai aksi sejak Kamis, massa mengabarkan bakal kembali beraksi pada Minggu, 20 April 2025 ini. Tututan mereka masih sama: menolak pemanfaatan gedung tersebut sebagai gereja.

 

*Kawan-kawan yang baik silakan membaca tulisan lain tentang Kerukunan Umat Beragama

Editor: Tri Joko Her Riadi

COMMENTS

//