• Berita
  • Suara Pelajar di Aksi Kamisan Bandung ke-423, Menyoroti Maraknya Sengketa Lahan di Kota Bandung

Suara Pelajar di Aksi Kamisan Bandung ke-423, Menyoroti Maraknya Sengketa Lahan di Kota Bandung

Para pelajar dari SMANSA (SMAN 1 Bandung), warga Sukahaji, dan para pegiat HAM menyuarakan keresahan akan penggusuran yang dipicu sengketa lahan.

Aksi Kamisan Bandung di pelataran Gedung Sate, Bandung, Kamis, 31 Oktober 2024. Aksi ini mengingatkan penuntasan pengusutan pelanggaran HAM. (Foto: Yopi Muharam/BandungBergerak)

Penulis Yopi Muharam25 April 2025


BandungBergerak.idHujan mulai reda saat peserta Aksi Kamisan Bandung berjajar rapi di pelataran Gedung Sate, Bandung, Kamis, 24 April 2025. Tidak biasanya, Kamisan ke-423 ini banyak diikuti pelajar. Masi memakai seragam sekolah, mereka berjajar menenteng payung hitam Aksi Kamisan Bandung bersama para aktivis pegiat Hak Asasi Manusia (HAM).

Para pelajar tersebut merupakan peserta didik SMAN 1 Bandung, yang saat ini gedung tempat mereka menimba ilmu terancam digusur akibat sengketa kepimilikan lahan dengan Perkumpulan Lyceum Kristen (PLK), ormas yang juga pernah bersengketa dengan SMAK Dago, sekolah yang bersebelahan dengan SMANSA.

Para pelajar menyuarakan keresahan mereka dengan berorasi di depan massa aksi. Isu penggusuran ini membuat banyak pelajar tidak fokus dalam sekolah. Khawatir di tengah pembelajaran, sekolah yang beridiri sejak tahun 1958 itu digusur.

Adi (bukan nama sebenarnya) menegaskan dalam orasinya alasan para pelajar berdiri di Aksi Kamisan. Mereka bukan saja civitas sekolah melainkan sebagai pejuang keadilan bagi dunia pendidikan di Indoensia.

SMANSA (sebutan SMAN 1 Bandung), sekolah yang telah melahirkan ribuan generasi bangsa, kini berada di tengah pusaran gugatan hukum. Bagi Adi gugatan tersebut tidak hanya menyentuh aspek hukum, tetapi juga menyentuh nurani sebagai manusia yang menjunjung tinggi nilai pendidikan, kebenaran, dan keadilan.

“Apakah pantas lembaga pendidikan yang telah berkontribusi besar untuk negeri ini harus digugat tanpa memperhatikan dampak moral, psikologis, dan sosial terhadap para siswa dan guru?” tegas Adi sembari bertanya, diiringi sorak-sorai dari peserta aksi.

Ditemui pascaorasi, Adi bercerita betapa kagetnya siswa SMANSA saat diberitahu oleh Kepala Sekolah bahwa gedung itu digugat. Pemberitahuan tersebut diberitakan ketika Kepsek mengajak doa bersama saat bulan puasa, Maret lalu. Sementara kasus sengketa tanah sudah mulai sejak November 2024.

“Kaget. Kita tidak tahu itu berdoa bersama itu ngapain. Waktu beres salat dan berdoa bersama baru kami dikasih tahu (kepala sekolah),” tutur laki-laki yang masih duduk di kelas 10.

Alhasil semua sivitas akademik di SMANSA merasa tak terima, tempat pengjarannya itu digugat oleh organisasi yang didirikan di zaman Belanda dan kini dianggap ilegal. Tak lama dari pemberitahuan itu, para siswa segera membuat perlawanan menolak penggusuran konten di media sosial. Tagar SaveSMANSA segera trending di pelbagai media sosial, terkhusus Tik-Tok dan X.

Pelajar lainnya, Jefri merasa kecewa karena dirinya masih berada di jenjang pertama sekolah. “Kami baru kelas 10. Bagaimana masa depan kami? Bagaimana nanti adik-adik kelas kami yang ingin yang bercita-cita sekolah di SMANSA?” ungkapnya kepada BandungBergerak.

Kedua siswa jurusan ilmu sosial itu sepakat untuk bertahan meski SMANSA kalah digugatan di pengadilan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung. “Kami tidak akan pergi satu jengkal pun,” tandas Jefri, diamini Adi.

Baca Juga: Mengingat 18 Tahun Aksi Kamisan, Sampai Kapan Negara Mengabaikan Penyintas Pelanggaran HAM?
Aksi Kamisan Bandung ke-420 Menakar 100 Hari Kerja Prabowo-Gibran, Konflik di Papua, dan Kue Tambang untuk Kampus

Kota Kembang di Tengah Pusaran Penggusuran

Selain pelajar SMANSA, perwakilan solidaritas Sukahaji tutur menyuarakan isu penggusuran yang mengancam ruang hidup kampung halaman mereka seluas 7,5 hektare. Revi (bukan nama sebenarnya) menjelaskan banyak warga di Sukahaji maupun massa solidaritas mengalami intimidasi dan kekerasan. Bagi Revi isu penggusuran penting untuk diperhatikan masyarakat di berbagai lapisan elemen.

“Karena setiap orang perlu mendengar jeritan-jeritan, sorak-sorak, jeritan-jeritan rasa sakit yang seharusnya orang dengar,” ujar perempuan itu dengan suara bergetar.

Dia menegaskan, Sukahaji butuh banyak bantuan solidaritas dari masyarakat Kota Bandung. “Tindakan-tindakan penindasan hampir setiap detik, setiap menit, setiap waktu. Ketakutan-ketakutan itu menyebar,” tandasnya.

Hal tersebut diamini juga oleh Fayad, partisan Aksi Kamisan yang mengatakan ancaman ruang hidup baik ke masyarakat atau pelajar sangat merugikan. Di saat yang sama, menurutnya negara atau pemerintah minim hadir membela rakyatnya dari penggusuran.

“Negara tidak pernah benar-benar hadir ataupun ketika hadir juga itu hanya sebatas ya bikin konten belaka,” tandasnya.

Aksi Kamisan Bandung menjadi ruang refleksi bersama dalam mengungkapkan keresahan dirasakan masyakarat. “Ruang kita (Aksi Kamisan) untuk berbagi informasi, saling berkabar tentang apa yang teman-teman rasakan secara langsung (ancaman penggusuran),” ungkap Fayad.

Dia berharap ke depan negara ini bisa terbebas dari bentuk penggusuran, penindasan, kekerasan, dan tindak represif. Untuk mencapai hal tersebut, tindakan yang bisa dilakukan masyarakat sipil adalah tetap berjejaring dan bersolidaritas.

“Modal solidaritaslah yang bisa kita terus tonjolkan, kita perkuat satu sama lain, saling terhubung,” ujar Fayad. “Sehingga satu sama lain tidak ada yang merasa ditinggalkan.

 

*Kawan-kawan bisa membaca artikel-artikel lain dari Yopi Muharamatau tulisan-tulisan menarik lain tentang Aksi Kamisan Bandung

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//