• Opini
  • Nasib Horor Guru Honorer di Bawah Bayang-bayang Dualisme Sistem Pendidikan

Nasib Horor Guru Honorer di Bawah Bayang-bayang Dualisme Sistem Pendidikan

Dualisme lembaga pendidikan antara Kementerian Pendidikan dan Kementerian Agama memicu ketimpangan.

Insan Faisal Ibrahim

Guru di salah satu Madrasah Swasta di Kabupaten Garut Jawa Barat

Ilustrasi guru. (Ilustrasi: Bawana Helga Firmansyah/BandungBergerak.id)

5 Mei 2025


BandungBergerak.id – Mengemban tugas menjadi seorang guru di negeri tercinta ini tidaklah seindah apa yang dibayangkan oleh kebanyakan orang.  Apalagi bagi seorang guru yang status kinerjanya masih dihantui oleh bayang-bayang honorer. Masalah selalu menghadang dunia pendidikan dari tahun ke tahun. Mulai dari perubahan kurikulum di setiap pergantian menteri baru, dualisme lembaga pendidikan, kebijakan dalam pengangkatan guru menjadi abdi negara, hingga pada ranah kesejahteraan guru yang dianggap belum merata.

Tidak dipungkiri bahwa pemerintah selalu berupaya dalam mencari solusi tepat dalam menyelesaikan semua masalah yang berhubungan dengan dunia pendidikan. Hanya saja dalam segi penyelesaiannya sering dianggap lambat dan regulasi yang dibuat pun dirasa berat sebelah antara Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah dengan Kementerian Agama. Sehingga membuat sebagian pihak guru merasa dianaktirikan, bahkan kurang diperhatikan.

Disadari ataupun tidak, masalah dualisme di dunia pendidikan menjadi salah satu masalah besar yang harus segera diselesaikan oleh para pemangku kebijakan. Karena pada praktiknya di lapangan, ada ketimpangan yang terjadi antara status seorang guru honorer di bawah naungan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah dengan status guru honorer/yayasan di bawah naungan Kementerian Agama.

Terlepas dari bentuk keragaman bangsa Indonesia yang memiliki citra kebhinekaan, dualisme status guru honorer ini dirasa kurang baik jika terus diterapkan. Meskipun bagi para pemangku kepentingan masalah ini bukan termasuk masalah besar, tapi tidak berlaku bagi para guru honorer itu sendiri yang berada di bawah naungan Kementerian Agama.

Baca Juga: Kualitas Pendidikan Tinggi Swasta di Jawa Barat Timpang
Menimbang Kebijakan Pendidikan sebagai Basis Perkembangan Peradaban
Refleksi Hari Pendidikan Nasional, Meruntuhkan Stigma terhadap Perempuan Berpendidikan Tinggi

Dualisme Sistem Pendidikan

Kementerian Agama sendiri merupakan salah satu Kementerian yang membantu tugas Presiden dalam urusan Keagamaan, seperti pelaksanaan kebijakan di bidang Bimbingan masyarakat umat beragama, penyelenggaraan haji dan umrah, pelaksana dalam penetapan produk halal, hingga penyelenggara pendidikan agama dan pendidikan keagamaan.

Saat ini, tercatat ada 800 ribu lebih guru dari 86 ribu madrasah/sekolah yang berada di bawah naungan Kementerian Agama. Jumlah tersebut terbilang banyak, namun masalah kesejahteraannya masih terbilang sedikit terutama bagi para guru yang statusnya honorer dan berada pada jenjang madrasah/sekolah berstatus swasta.

Peran pendidik pada Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah serta Kementerian Agama sebenarnya sama, karena tertuju pada satu perundang-undangan tentang Pendidikan Nasional yang sama, yakni UU No. 20 tahun 2003. Meski demikian, ada ketimpangan yang dirasakan bagi guru honorer swasta yang berada di bawah naungan Kementerian Agama. Ketimpangan tersebut terlihat dari beberapa kebijakan yang tidak bisa dirasakan oleh beberapa guru, seperti jumlah kuota pengangkatan ASN/PPPK, Kebijakan pemerintah dalam upaya memberikan kesejahteraan yang dianggap belum merata, dan masih banyak hal lainnya yang membuat para guru honorer swasta di bawah naungan Kementerian Agama merasa dianaktirikan.

Dualisme lembaga pendidikan ini juga bisa memicu perpecahan antar lembaga pendidikan hingga pendidik itu sendiri. Mulai dari perebutan siswa di satu wilayah yang terdapat dua lembaga pendidikan yang berbeda dengan cara tidak sehat, saling melempar isu-isu yang berbau agama, dan saling menjatuhkan antar lembaga hanya karena status perbedaan kementerian yang menaunginya. Hal-hal seperti inilah yang harus segera ditemukan titik temunya oleh para pemangku kebijakan. Jangan sampai, dualisme ini terus tumbuh dan berkembang hingga merusak citra pendidikan bangsa.

Guru adalah sosok pahlawan di kehidupan nyata, pengabdiannya terhadap bangsa sungguh sangat mulia. Bergerak memberikan edukasi, bernafas memberikan motivasi, dan berjalan memberikan dedikasi. Pahlawan tanpa tanda jasa yang dengan penuh semangat juang serta pengorbanan untuk mengabdikan hidupnya dalam mencerdaskan generasi muda.

*Kawan-kawan dapat membaca artikel-artikel menarik lainnya mengenai pendidikan

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//