JALIN JALAN PANTOMIM #4: Marcel Marceau, Perlawanan dan Kemanusiaan melalui Bahasa Pantomim
“Saya akan terus tampil di panggung sampai saya meninggal, untuk kemanusiaan."

Wanggi Hoed
Seniman pantomim
12 Mei 2025
BandungBergerak - Banyak yang belum tahu siapa sebenarnya Marcel Marceau, tokoh atau maestro pantomim yang banyak mempengaruhi seni tanpa kata di dunia saat ini, termasuk di Indonesia sendiri. Orang memanggilnya Marceau, ia adalah aktor dan pantomim Prancis yang paling terkenal dengan persona panggungnya "Bip The Clown". Dia menyebut pantomim sebagai ‘seni kesunyian’, dan dia tampil secara profesional di seluruh dunia selama lebih dari 60 tahun. Marceau adalah satu dari sekian tokoh pantomim yang saya pelajari dan amalkan karya-karyanya selama ini. Dia mengingatkan saya pada pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat di Indonesia yang belum tuntas sampai hari ini, termasuk tragedi kemanusiaan sejak 1965. Pada kemanusiaan yang bukan hanya milik segelintir orang, namun seluruh manusia yang memiliki kehidupan di semesta ini.
Dalam sunyi, Marceau memberi tanda, simbol, dan alarm dalam tubuh karyanya untuk kita pelajari, renungkan, dan amalkan. Karyanya berbicara tentang keseharian yang luput dan kadang terkubur dalam ingatan. Karyanya sarat makna hidup, serupa teka-teki hidup dengan tragedi-komedinya, membawa kita pada kewarasan bahwa semua tawa berhulu pada tangis.
Baca Juga: JALIN JALAN PANTOMIM #3: Pantomim, Protes, dan Politik
JALIN JALAN PANTOMIM #2: Membaca Sejarah Pantomim, dari Teater Yunani Kuno ke Publik Seni Global
Dari Panggung Perang ke Pentas Pantomim
Dalam catatan biografinya, dikisahkan bagaimana Marceau pada tahun 1944, di tengah Perang Dunia II, menjadi anggota Perlawanan di Paris, dan menyelamatkan ratusan anak-anak yatim piatu. Dia disembunyikan oleh seorang sepupu yang yakin bahwa jika Marceau selamat dari perang, ia akan memberikan kontribusi penting bagi teater.
Ayah Marceau, seorang tukang daging, meninggal di Auschwitz. "Jika saya menangis untuk ayah saya, saya harus menangis untuk jutaan orang yang meninggal. Saya harus membawa harapan bagi orang-orang," kenang Marceau setelah perang.
Berencana menjadi seorang seniman, Marceau memutuskan untuk "membuat teater tanpa kata." Ia mulai belajar di bawah bimbingan guru pantomim besar Etienne Decroux. Pada tahun 1947, Marceau menciptakan tokoh ikonik “Bip”, karakter bak badut berwajah putih dengan kaos bergaris dan topi opera lusuh, yang telah menjadi alter egonya.
Dalam salah satu ceramahnya, Marceau berbicara tentang karyanya "Bip Remembers", di mana Bip keluar dari karakternya untuk pertama kalinya, untuk menjadi "Kemanusiaan". Gelombang demi gelombang orang terbunuh, hingga gelombang terakhir menyaksikan pencerahan. "Berdoalah agar milenium ini tidak sekejam abad kedua puluh," katanya mengingatkan. Marceau menutup pidato itu dengan pantomim. Mengenakan pakaian mufti, ia kembali ke dunianya yang sunyi, menarik perhatian hadirin dan mengakhiri malam dengan gambaran seekor kupu-kupu yang terbang menuju kebebasan.
Di sepanjang perjalanan karyanya, Marceau memperoleh berbagai penghargaan. Dia diangkat menjadi "Grand Officier de la Légion d'Honneur" (1998) dan dianugerahi National Order of Merit (1998) di Prancis.
Marceau menjadi penerima Medali Wallenberg yang kesebelas pada tanggal 30 April 2001 bertempat di Auditorium Rackham. “Tahun ini, orang yang terpilih menjadi Peraih Medali Wallenberg tidak seperti semua peraih medali sebelumnya karena ia terkenal di seluruh dunia,” kata profesor emeritus Universitas Michigan, Irene Butter, dalam pengantar pidatonya. “Namun, ia tidak dikenal luas karena sifat kemanusiaannya dan tindakan keberaniannya, yang karenanya kami menghormatinya malam ini.”
Butter mengatakan bahwa banyak orang yang mengetahui bahwa Marceau akan menerima Medali Wallenberg memiliki dua pertanyaan. Pertama, bisakah seorang pantomim memberikan ceramah? Kedua, apa yang telah ia lakukan hingga pantas menerima penghargaan tersebut? Butter menjawab pertanyaan pertama dengan mengutip Marceau: “Jangan pernah membuat seorang pantomim berbicara, karena ia tidak akan berhenti.” Untuk pertanyaan kedua, Butter berkata: “Tidak diketahui banyak orang, Marcel Marceau mengalami beberapa tragedi Perang Dunia II di awal hidupnya. Namun, hingga baru-baru ini, ia tidak berbicara tentang pengalaman perang tersebut. Pengalaman yang mendorongnya mempertaruhkan nyawanya demi orang lain.”
Terus Tampil
Marcel Marceau telah menghabiskan lebih dari setengah hidupnya untuk mencoba mengekspresikan momen tragis masa itu. Sejak usia lima tahun, Marcel Marceau tahu dia ingin menjadi aktor bisu, seperti Charlie Chaplin. Marcel tidak pernah melupakan mimpinya menjadi artis pantomim dan menghibur dunia. Katanya: “Hidup adalah siklus, dan pantomim sangat cocok untuk menunjukkan fluiditas, transformasi, metamorfosis. Kata-kata dapat memisahkan orang, pantomim bisa menjadi jembatan di antara mereka”.
Perjalanan kiprah Marceau dalam seni pantomim sudah terlihat dengan berbagai karya yang selalu dibicarakan dan diberitakan. Pada tahun 1959, ia mendirikan sekolah pantomimnya sendiri di Paris, yang didanai oleh pemerintah Prancis. Belum berencana untuk pensiun, ia kemudian mendirikan Marceau Foundation untuk mempromosikan seni tersebut di Amerika Serikat.
Marceau diketahui berteman baik dengan Michael Jackson selama hampir 20 tahun. Sang penyanyi pernah berkata pada sang seniman: “Aku akan menggunakan beberapa teknik Marceau dalam langkah tarianku di panggung”. Marceau tersenyum.
Marceau meninggal dunia di arena pacuan kuda di Cahors, Prancis pada 22 September 2007 di usia 84 tahun. Pengaruhnya pada pantomim dan teater fisik tidak dapat disangkal, dan warisannya tetap hidup hingga kini dan menginspirasi banyak orang. Marceau, aktor Prancis dan komunikator ulung melalui keheningan seni pantomim. Di sepanjang hidupnya, Marceau percaya bahwa bentuk komunikasi tanpa kata-kata bekerja pada tingkat yang dalam. Pantomim, seperti musik, berbicara kepada jiwa manusia. Marceau akan terus berpantomim dan mengajar, sebagaimana ia sampaikan dalam banyak wawancara yang menanyakan sampai kapan berpantomim: “Saya akan terus tampil di panggung sampai saya meninggal, untuk kemanusiaan”.
Saya melihat ada jiwa perlawanan, kemanusiaan, dan keberanian yang tertanam dalam perjalanan seorang Marcel Marceau, yang harus dilanjutkan dari generasi ke generasi sebagai bentuk pengamalan dari perjuangan sebagai manusia.
*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB